Generasi muda tidak lain dan tidak bukan adalah generasi penerus bangsa, calon tulang punggung negara. Di punggungnya lah terletak harapan negara untuk melanjutkan mewujudkan impian dan cita-cita negara, menegakkan keadilan, menyejahterakan rakyat, menciptakan kedamaian, keamanan dan ketentraman. Namun tampaknya harapan pada generasi muda saat ini bagaikan pungguk merindukan bulan. Bagaimana tidak?
Bukan lagi rahasia umum bahwa generasi muda Indonesia saat ini adalah generasi yang mayoritas bergaya hidup hedonis dan materialistis, yang sangat mengagungkan kebebasan berperilaku dan berpendapat. Hal inilah yang pada akhirnya semakin memperlihatkan kebobrokan moral masyrakat. Tidak hanya itu, generasi muda kita saat ini sangatlah rentan dengan kenakalan remaja semisal seks bebas, pornografi, tawuran, miras dan narkoba. Berbagai fakta menunjukkan bahwa 32% remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks pra nikah (KPAI 2010). Sebanyak 90% pembuat video porno berasal dari kalangan anak muda, mulai dari SMP sampai mahasiswa (Sony set, prakatisi pertelevisian, penulis buku “500 Plus, Gelombang Video Porno Indonesia”). Serta yang lebih mengejutkan lagi adalah data jumlah kumulatif kasus AIDS meningkat tajam dari 7.195 di tahun 2006 menjadi 76.897 di tahun 2011 (Kemenkes, laporan situasi HIV dan AIDS di Indonesia tahun 2006-2011). Ini saja baru seputar kasus seks bebas, bagaimana dengan kenakalan remaja yang lainnya seperti tawuran, miras dan narkoba?
Pertanyaan yang kini muncul adalah, apakah ini gambaran generasi muda penerus bangsa yang akan mewujudkan cita-cita negara? Apakah mungkin cita-cita negara dapat terwujud dengan generasi muda seperti ini? Jawabannya tentu tidak.
Kita dapat melihat dengan jelas bahwa sistem sekularisme yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Indonesia saat ini telah benar-benar membuat masyarakat memisahkan kehidupan dengan agamanya. Kondisi ini pun berlaku pada remaja muslim Indonesia. Tidak sedikit remaja muslim yang menganggap bahwa Islam tidak lebih dari shalat dan masjid saja, sedangkan urusan pergaulan, cara berpakaian, dan bertingkah laku, tidak ada kaitannya sama sekali dengan Islam. Maka wajar bila remaja Indonesia yang terlibat dalam kenakalan remaja tidak lain beberapa diantaranya bahkan mayoritas adalah remaja muslim.
Jika kita membiarkan kondisi semacam ini berlarut-larut maka kehancuran moral generasi muda Indonesia adalah sebuah keniscayaan. Padahal Allah SWT telah memberi peringatan dalam firman-Nya, “Jika datang kepada kalian petunjuk dari Aku, maka siapa saja yang mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya bagi dirinya penghidupan yang sempit.” (TQS Thaha [20] : 123-124).
Dari ayat diatas sudah kita pahami bersama bahwa yang seharusnya yang dilakukan kaum muslimin adalah kembali menerapkan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan dan meninggalkan gaya hidup sekularisme. Sejarah mencatat bahwa ketika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam seluruh ruang lingkup kehidupan yang tidak lain adalah dalam bingkai institusi Daulah Khilafah Islamiyah ala minhajin nubuwwah telah berhasil menghasilkan remaja-remaja berprestasi. Sebut saja Muhammad Al-Fatih yang mampu memegang tampuk kepemimpinan Islam pada masa Bani Utsmaniyah di usia muda dan berhasil menaklukan kota Konstantinopel pada usia 21 tahun. Belum lagi Imam Syafi’i yang mampu menghafal Al-Qur’an sejak usia 7 tahun dan tersohor dengan ijtihad-ijtihadnya hingga saat ini. Ataupun Mush’ab bin Umair yang dengan kepiawaian da’wahnya pada usia 17 tahun berhasil merubah Madinah dalam waktu satu tahun saja menjadi tempat yang dipenuhi orang-orang mukmin dari kalangan Aus dan Khazraj. Dari sini tampak jelas perbedaan antara generasi muda saat Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan dengan generasi muda saat ini yang hidup dalam sistem buatan manusia yaitu sistem sekularisme.
Oleh karena itu, dengan menjadikan seluruh peraturan kehidupan kita bersumber pada Al-Qur’an dan As-sunnah sudah pasti tidak hanya akan menyelamatkan generasi muda Indonesia, tetapi juga seluruh masyarakat Indonesia baik itu kaum muslim maupun non-muslim. Sebagaimana janji Allah SWT, “Andai penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu sehingga Kami menyiksa mereka disebabkan perbuatan mereka itu.” (TQS Al-A’raf [7] : 96). Wallahu’alam bi ashshawab {}