Toh, Dewan Pengawas KPK bisa menjadi jembatan komunikasi yang bagus dengan pusat kekuasaan. Makanya publik mungkin ragu, jika tertangkapnya dua menteri Edhy Prabowo dan Juliari Peter Batubara adalah kejutan bagi Presiden Jokowi. Keraguan yang wajar-wajar saja.
Dua partai yang juga potensial untuk diredam oleh aksi KPK berikutnya yaitu Partai Golkar dan Nasdem. Kedua partai ini mulai “nakal”. Nasdem mulai aktif mendekati Anies Baswedan yang selama ini menjadi “musuh utama istana”. Sedangkan Golkar, disamping tidak dukung prolegnas RUU HIP, juga memiliki tapak pada Jusuf Kalla (JK) yang membuat poros politik baru JK-Surya Paloh-Anies-HRS. JK adalah sesepuh dan mantan Ketum Partai Golkar.
Untuk satu tahap, Jokowi dapat sukses menekan dan meredam KPK. Tetapi kondisi ini dapat menjadi api dalam sekam. Jika partai-partai pendukung mulai gerah karena kader-kadernya digoyang terus, maka pemerintahan Jokowi akan menjadi “tidak lagi berpartai”. Kondisi akan rawan pula untuk digoyahkan ke depan. Secara politik terbuka ruang balas dendam.
Dua Menteri dihajar korupsi suap. Apakah suap model seperti ini hanya dilakukan dua Menteri itu saja? Patut diduga tidak mungkin. Perlu dilakukan pengusutan yang menyeluruh. Presiden harus meminta KPK, baik langsung maupun melalui Dewan Pengawas untuk bekerja keras seobyektif mungkin. Akan tetapi sebenarnya persoalan berat yang dihadapi adalah apakah Presiden juga bersih?
Kini kita tunggu saja siapa menteri ketiga yang telah masuk agenda “permainan” bongkar-bongkar borok demi kepentingan politik ini? Satu catatan terpenting adalah bahwa pertarungan internal telah dimulai. Ke arah mana angin akan berhembus?
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan. (fnn)