Rasulullah bersabda: “Fajar itu ada dua: fajar yang haram di dalamnya makan dan halal shalat (subuh), serta fajar yang halal
الَفْجُرَفْجَراِن:َفْجٌرَيْحُرُمِفيِهالَّطَعاُمَوَتِحُّلفيهالَّصالَُة،وَفْجٌرَيِحُّلفيهالَّطَعاُموَتْحُرُمفيهالَّصالُة
di dalamnya makan dan haram shalat (subuh).“ (HR. Khuzaimah, Hakim, Shahih al-Jami’, 4279) Ibn Khuzaimah “Hadits ini adalah dalil bahwa shalat fardhu tidak boleh pelaksanaannya sebelum masuk waktunya.“
Hadits Muhammad ibnTsauban Rasulullah bersabda:
َاْلَفْجُرَفْجَراِنَفاَّلِذْيَكٔاََّنُهَذَنُبالَّسْرَحاِنالَيَُحِّرمشئيًا،َوِٕاَّنـَمااْلُمْسَتِطْيُراَّلِذْيَئْاُخُذاْألُُفَق،َفِٕاَّنُهيُِحُّلالَّصالََةَويَُحِّرُمالَّطَعاَم
“Fajar itu ada dua; yang seperti ekor serigala tidak mengharamkan sesuatu. Sesungguhnya yang menyebar yang mengambil tempat di ufuk itulah yang menghalalkan shalat dan mengharamkan makan.“ HR. Ibn Jarir, riwayat ke empat. Ini adalah Mursal jayyid.
ALBANI: (HR. Hakim (1/91), darinya al-Baihaqi (1/377), al-Dailami (2/344): SANAD JAYYID, Al-Albani mengatakan : Kewajiban melaksanakan shalat setelah munculnya fajar shadiq adalah kira-kira 30 menit setelah fajar falaki, maka di sana haram makan dan halal shalat.“ (Al-Shahihah Mukhtasharah: 693)
Di tempat lain : “Adzan di masjid-masjid sekarang dikumandangkan antara 20 hingga 30 menit sebelum fajar shadiq, artinya juga waktu sholat di masjid masjid sekarang itu berada sebelum fajar kadzib“ (Al-Shahihah Mukhtasharah: 2031)
Nabi telah memperingatkan: “Jangan kalian tertipu oleh adzan yang dikumandangkan Bilal, tidak pula dengan cahaya putih ini,
لََيُغَّرَّنُكْمِنَداُءِبالٍَل،َوالََهـَٰذااْلَبَياُض َحَّتىَيْبُدَواْلَفْجُرٔاَْوَقاَل َحَّتٰىَيْنَفِجَراْلَفْجُرا
hingga tampak nyata fajar.” Atau beliau bersabda: “Hingga meledak fajar“ (HR. Muslim: 2500) Dalam riwayat Nasai
«الََيُغَّرَّنُكْمٔاََذاُنِبالٍَلَوالَٰهَِذاِاْلَبـــــَياُِض َحَّتىَيْنَفِجَِراْلَفْجُرٰهَكَذاَوٰهَكَذاَيْعِنيُمْعَتِرضًا. َقاَلٔاَُبو َداُوَد: َوَبَس َط ِبـــــَيَدْيه َيمينًا َوشَماالً َماًّدا َيَدْيه».
“Janganlah kalian terkecoh oleh adzan Bilal, juga oleh cahaya putih ini hingga memancar (meledak) fajar begini dan begini, maksudnya membentang.“
Abu Daud berkata: “Dan ia membentangkan kedua tangannya ke kanan dan ke kiri.“ Imam Abu Mijlaz (Lahiq ibn Humaid as-Sadusi al-Bashri, w. 100 atau 101 H) seorang tabi’in yang meriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari, Hasan ibn Ali dan Muawiyyah serta Imran ibn Hushain, berkata:
«الَّضوُءالّساِطُعفيالَّسَماِءَلْيَسِبالُّصْبِح،َوَلِكَّنَذاَكالُّصْبُحالَكّذاُب.ٕانماالُّصْبُحِٕاَذااْنَفَضَحاألُُفُق
“Cahaya yang menjulang (meninggi) di langit bukanlah subuh, akan tetapi itu adalah fajar kadzib. Sesungguhnya subuh itu adalah apabila ufuk menjadi terbuka (tersingkap) berwarna putih.“
*Al-Afdhah adalah al-abyadh (putih) yang tidak sangat putih. Dari Jami’ul Bayan 2/235, no. 2450. Aisyah berkata:
ِ َما َكانُْوائَُوّذنُْوَن َحتَّىَيْنَفِجَرْالَفْجُر.
“Tidaklah mereka melakukan adzan sehingga fajar memancar (meledak).“ (Ibn Abi Syaibah, 2221) Rasulullah r berkata kepada Bilal:
ِِِِِِِ َياِبالَُلُتَٔوّذُنِٕاَذاَكاَنالُّصْبُحَساطًعافيالَّسَماءَفَلْيَسَذلَكبالُّصْبِحِٕاَّنَماالُّصْبُحَهَكَذاُمْعَتِرًضا،ثَُّمَدَعاِبَسُحْوِرهَفَتَسَّحَر.
“Wahai Bilal engkau adzan bila fajar mencuat ke atas (ke langit), dan itu bukan subuh, sesungguhnya subuh itu yang begini membentang, kemudian beliau meminta sahurnya dan makan sahur.“ Sanadnya dihasankan oleh Hamzah Ahmad al-Zain DALAM TAKHRIJ Musnad Ahmad 15/549, hadits no 21390.
Dalam hadits Qais bin Thalq dari ayahnya Thalq ibn Ali:
ُكُلواَواْشَرُبواَوالََيِهيَدَّنُكمالَّساِطُعالُمْصِعُد،َفُكُلواَواْشَرُبوا َحَّتىَيْعَتِرَضَلُكُماألَْحَمُر
“Makan dan minumlah, dan jangan menghalangi kalian (dari makan sahur) cahaya terang yang mencuat ke langit. Makan dan minumlah hingga membentang fajar kemerahan untuk kalian.“ (HR. Abu Dawud, At-Turmudzi dan Ibn Khuzaimah, dan ibn Abi Syaibah. Hadits hasan shahih).
Imam Al-Azhari (w. 370 H) dalam Tahdzib al-Lughah, pada materi Shubh (4/268) berkata: َوَلْوُنالُّصْبِحالَّصاِدِقَيْضِرُبِٕاَلىالُحْمَرِةَقِلْيالًَكٔاََّنَهاَلْوُنالَّشَفِقاْألَََّوِلِفئاََّوِلالَّلْيِلاهـ
“Dan warna fajar shadiq sedikit condong (mengisyaratkan) kepada warna merah seolah-olah ia warna mega pertama di awal malam.“
Imam Tirmidzi bersaksi :
“Prakteknya (pengamalannya) berdasarkan ini di kalangan para ahli ilmu; yaitu tidak haram atas orang yang berpuasa makan dan minum hingga fajar kemerahan membentang. Ini dikatakan oleh segenap ulama.“ (Hadits 705)
Hadits Thalq ibn Ali yang lain: “Bukanlah fajar itu cahaya yang meninggi di ufuk, akan tetapi yang membentang berwarna merah (fajar putih kemerah-merahan).“ (HR. Ahmad, dari Qais ibn Thalq dari ayahnya. Hadits hasan)
• tidak boleh menolak hadits ini dengan alasan ia bertentangan dengan ayat, karena justru hadits ini yang menjelaskan maksud ayat. Inilah yang dipahami dan dipraktekkan salaf shalih. Inilah fajar salafi bukan fajar falaki.
Dari Abu Dzar, Rasulullah berkata kepada Bilal :
ِِِِِِِ َياِبالَُلُتَٔوّذُنِٕاَذاَكاَنالُّصْبُحَساطًعافيالَّسَماءَفَلْيَسَذلَكبالُّصْبِحِٕاَّنَماالُّصْبُحَهَكَذاُمْعَتِرًضا،ثَُّمَدَعاِبَسُحْوِرهَفَتَسَّحَر.
“Wahai Bilal engkau adzan bila fajar mencuat ke atas (ke langit), dan itu bukan subuh, sesungguhnya subuh itu yang begini membentang, kemudian beliau meminta sahurnya dan makan sahur.“ Sanadnya dihasankan oleh Hamzah Ahmad al-Zain. (Musnad Ahmad 15/549, hadits no 21390).
Imam Nawawi berkata:
(Sub bahasan) Para sahabat kami berkata: fajar itu ada dua; yang satu disebut fajar pertama dan fajar kadzib, sedang yang lain disebut fajar kedua dan fajar shadiq. Fajar pertama terbit meninggi ke atas seperti ekor serigala kemudian menghilang, sesaat kemudian muncul fajar kedua yang shadiq secara menyebar, maksudnya mengembang membentang di ufuk.
Para sahabat kami berkata: Hukum-hukum semuanya terkait dengan fajar kedua; dengannya masuk waktu shalat subuh, keluar waktu isyak, masuk dalam puasa, dan haram makan dan minum bagi orang yang berpuasa, dengannya berakhirlah malam dan masuklah siang. Dan tidak terkait dengan fajar per- tama hukum apapun, berdasarkan ijma’ kaum muslimin.“ (al-Majmu’ 3/44)
Shalat Shubuh Sebelum Tampak Terangnya Fajar Kedua Ini Tidak Sah , Imam Syafi’i berkata:
ِِِ o ِ َوِٕاَذاَباَنْالَفْجُرْاألَخْيُرُمْعَتِِرًضا َحَِّلْت َصالَُةالُّصْبِحَوَمْن َصالََّهاَقْبَلَتَبُّيِناْلَفْجِرْاألَخْيِرُمْعَتِرًضأاََعاَدَويَُصّلْيَهأاََّوَلَما
(َلْيَساْلَفْجُراْلُمْسَتِطيَلِفياألُُفِقَوَلِكَّنُهاْلُمْعَتِرُضاألَْحَمُر)
َيْسَتْيق ُن ْالَف ْجُر ُمْعَتِر ًضا َحَّتى َي ْخُر َجمْنَها ُم َغّلًسا.(األم)
ِِ َوَلْم َي ْخَتلْفٔاََحٌدٔاََّنْالَف ْجَرِٕاَذا َباَن ُمْعَتِرًضا َفَقْد َجاَزٔاَْنيَُصّلَىالُّصْب َح
Kemudian imam Syafi’I menjelaskan khilaf ulama tentang keutamaan pelaksanaan shalat subuh: َ
فُقْلَنإِاَذااْنَق َطَعالَّش ُّك ِفيْالَفْجِرْاآلِخِر َوَباَن ُمْعَتِرًضا َفالَّتْغِلْيُسِبالُّصْب ِحٔاََح ُّبِٕاَلْيَنا. َوَقْد َقاَلَبْع ُضالَّناِسَاِْلْسَفاُرِباْلَفْجِرٔاََح ُّبِٕاَلْيَنا
Kemudian imam syafi’I menjelaskan alasan mengapa memilih taghlis: perintah muhafazhah shalat ِ
ألََّنالَّتْغِلْيَسٔاَْوالَُهَماَمْعًنىِلِكَتاِباِهللَؤاَْثَبُتُهَماِعْنَدٔاَْهِلاْلَحِدْيِثَؤاَْشَبُهُهَماِبُجَمِلُسَنِنَرُسْوِلاِهللصلىاهللعليهوسلمَؤاَعَرُفُهَما
Jawaban imam Syafi’I terhadap hadits Rafi’ ibn Khadij tentang perintah melaksanakan subuh diwaktu Isfar karena itu lebih banyak pahalanya maka beliau berkata antara lain:
َفَلَعَّلِمَنالَّناِسَمْنَسِمَعُهَفَقَّدَمالَّصالََةَقْبَلٔاَْنَيَتَبَّيَنْالَفْجُرَفٔاََمَرُهْمٔاَْنيُْسِفُرْواِحْيَنَيَتَبَّيَنْالَفْجُرْاآلِخُر(وخاصةفيليلةمقمرة)
“Barangkali ada diantara manusia yang mendengarnya (maksud imam Syafi’I adalah mendengar hadits keutamaan awal waktu seperti hadits Awal waktu adalah ridha Allah, dan hadits amalan terbaik adalah shalat di awal waktu) lalu ia mendahulukan (mengajukan ) shalat sebelum tampak terangnya fajar maka Rasulullah saw memerintahkan mereka meng-isfar-kan ketika fajar terakhir tampak terang.“
(al-Um, Darul Fikr, 1/89; yang di Maktabah Syamilah 1/94)
Ijma’: Shalat Sebelum Waktu Tidak Sah, Wajib Mengulangi
لشافعي: َلْو َصَّلى َقْبَلاْلَوْق ِت َوُهَو ُمْسِلٌمٔاََعاَد(85/1 )
Al-Hafizh ibn Abdil Bar (463 H):
ابنعبدالبر:((الَُتْجِزُٔيَقْبَلَوْقِتَها،َوَهَذاالَِخالََفِفْيِهَبْيَناْلُعَلَماِء))الجماعص45.
“Telah berijma’ para ulama bahwa awal waktu shalat subuh adalah terbitnya fajar kedua, apabila telah jelas kemunculannya, yaitu cahaya putih yang membentang di ufuk timur, yang sesudahnya tidak ada lagi kegelapan.“
(At-Tamhid: 3/275, cetakan al-Maghribiyyah)
Ijma’ tentang awal waktu subuh dan kilaf dalam melaksanakan shalat subuh Imam Ibn Rajab al-Hanbali menjelaskan hal ini (Fathul Bari, ibn Rajab 4/105)
َواْل َكالَُم َهاُهَنا ِفْيَِمْسٔاََلَتْيِِن: ِ ِ ِ ِ ِ ِ
اْلَمْسٔاََلُةاْألُْولَى:فْيَوْقتاْلَفْجِر:ٔاََّمأاََّوُلَوْقتَها:َفُطُلْوُعاْلَفْجِرالَّثاني، َهَذامَّماالَاْختالََففْيه.َوَقْدَاَعاَدٔاَُبْوُمْوَسىَوْابُن ُعَمَر َصالَ َة اْل َف ْج ِر َل َّما َتَبَّي َن َل ُه َما ٔاََّن ُه َما َص َّلَيا َقْب َل طُ ُل ْو ِع اْل َف ْج ِر…..
اْلَمْسٔاََلُةالَّثاِنَّيُة:ِفْئاََّناْألَْفَضَل:َهْلُهَوالَّتْغِلْيُسِبَهاِفْئاََّوِلَوْقِتَها،ٔاَِماِْلْسَفاُرِبَها؟َوِفْيِهَقْوالَِن:ٔاََحُدُهَما:ٔاََّنالَّتْغِلْيَسِبَهأاَْفَضُل،
“Pembicaraan disini ada pada dua permasalahan; permasalahan pertama, tentang waktu fajar. Adapun awal waktunya adalah terbitnya fajar yang kedua, ini tidak ada perselisihan didalamnya. Abu Musa dan Ibnu Umar telah mengulangi shalat fajar saat menjadi jelas bagi keduanya bahwa keduanya telah shalat sebelum terbit fajar… Permasalahan kedua; tentang mana yang afdhal; apakah taghlis dengan shalat fajar di awal waktunya ataukah isfar denganya? Maka pada kedua ada dua pendapat; salah satunya bahwa taghlis lebih utama,…..
(Lihat selengkapnya di buku saya Tanggapan Lumrah Terhadap Makalah Siapa Yang Salah Kaprah hal. 31-32) Imam Nawawi 3/43
واجمعت االمة على ان اول وقت الصبح طلوع الفجر الصادق وهو الفجر الثاني وٓاخر وقت االختيار ٕاذا اسفر ٔاي اضاء ثم يبقى وقت الجواز الي طلوع الشمس
ِعْنَدٔاَْه ِل ْالِعْلِم
51/3اما حكم المسٔالة فاالفضل تعجيل الصبح في ٔاول وقتها وهو ٕاذا تحقق طلوع الفجر هذا مذهبنا ومذهب عمر وعثمان وابن الزبير وانس وابى موسى وابي هريرة رضى اهلل عنهم واالوزاعي ومالك واحمد واسحق وداود وجمهور العلماء
وقال ابن مسعود والنخعي والثوري وابو حنيفة تٔاخيرها الي االسفار ٔافضلچ
Begitu Pula Tidak Sah di Waktu yang Meragukan
Sebab hukum asalnya adalah belum masuk waktu (Nawawi dalam al-Majmu’, Badruddin az-Zarkasyi as- Syafi’i dalam al-Mantsur fil-Qawa’is dan ad-Dasuki al-Maliki dalam Hasyiyahnya). Imam Ibn Qudamah dalam al-Mughni (2/30) mengatakan:
ِِِِِِِِِ انَمْنَشَّكفيُدُخْولَوْقتالَّصالَة،َفَلْيَسَلُهٔاَْنيَُصّليَحَّتىَيَتَيَّقَنُدُخْوَلُه،ٔاَْوَيْغلُبَعَلىَظنّهَذلَك.ٕ
Sementara Sahur Masih Halal Dalam Waktu yang Meragukan
Ibn Abbas : “Makanlah selagi kamu ragu hingga kamu tidak ragu.“
Abu Daud berkata: Abu Abdillah (Imam Ahmad) berkata: Jika ia ragu tentang fajar maka ia boleh ma- kan hingga merasa yakin kemunculannya. Ini adalah ucapan Ibnu Abbas, Atha` dan Auza’i, karena hukum asalnya masih malam.
(As-Syarhul Kabir, Ibn Qudamah: 3/78)
Maka Diantara Solusinya, Kita wajib hati-hati dengan mengundurkan iqamahnya hingga 25 menit.
Subuh menurut para ulama.:
Wasiat
Imam Syafi’I berkata:
اجمع الناس (المسلمون) على ٔان من استبانت له سنة رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم لم يكن له ٔان يدعها لقول ٔاحدٔ
“Semua orang (muslim) telah bersepakat bulat bahwa barangsiapa yang telah jelas baginya sunnah Rosu- lullah shalaallahu ‘alaihi wa salam maka dia tidak boleh meninggalkan sunnah tersebut karena mengikuti pendapat seseorang“
Semoga Allah menampakkan kepada kita yang benar itu benar lalu diberi kekuatan untuk melak- sanakannya dan yang batil itu batil lalu diberi kekuatan untuk menjauhinya. Aamiin [*]
I’lamul-Muwaqqi’in, Ibnul Qayyim al-Jauziyah, 2/282; Ar-Ruh, Ibnu Qayyim hal 395; Zadul Muhajir, Muhammad ibn Abi Bakr Ayyub al-Zar’I, Tahqiq Dr. Muhammad Jamil Ghazi, 37; Iqazhul Himam, Imam Al-Fulani (Shalih ibn Muhammad as-Sudani, w 1218 H), 68. lihat sifat Shalat Nabi. Wallahul muwaffiq ilaa aqwam at-thariiq ***
Bila ada pertanyaan lebih lanjut , kunjungi www.binamasyarakat.com www.gensyiah.com 081 233 65654 Email: [email protected]