Eramuslim.com
by Asyari Usman
Inilah momen yang sangat menentukan bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Banteng sedang sekarat. Dikuliti habis oleh majalah TEMPO. Intinya, korupsi Bansos Covid-19 membuat nama PDIP semakin terperosok.
Korupsi bansos oleh Juliari Batubara menunjukkan ada masalah serius di tingkat elit PDIP. Artinya, dalam jangka penjang, partai berlambang kepala banteng ini tidak akan menarik bagi generasi muda, khususnya generasi milenial.
Ada yang mulai mempertanyakan apakah entitas politik seperti PDIP bisa dibubarkan gara-gara terlalu banyak kadernya melakukan korupsi. Sebetulnya tidak perlu berpikir untuk membubarkan PDIP. Sebab, partai ini sangat mungkin akan bubar dengan sendirinya. Alias auto-bubar. Mengapa bisa begitu?
Pertama, ke depan ini kelangsungan hidup suatu partai akan sangat tergantung pada minat kalangan milenial untuk bergabung. Tanpa kaderisasi milenial yang serius, PDIP akan kehabisan darah untuk terus hidup. Ini yang menjadi masalah besar bagi Banteng. Konektivitasnya dengan generasi milenial sangat lemah, kalau tak bisa dikatakan nyaris tidak ada.
Nah, secara umum, anak-anak milenial ‘tak masuk’ dengan cara berpikir dan bertindak Bu Megawati, Puan Maharani, Hasto Kristiyanto, dan para senior PDIP lainnya.
Kedua, anak-anak milenial rata-rara sangat benci terhadap korupsi. Juga mereka tak suka kolusi dan nepotisme. Plus, mereka pasti tidak akan suka dengan feodalisme di kerajaan PDIP. Padahal, feodalisme inilah yang menjadi “AD-ART” Banteng.
Sekali lagi, yang sangat tidak menarik bagi generasi milenial adalah reputasi jelek PDIP gara-gara korupsi yang dilakukan oleh begitu banyak kadernya.
Ketiga, gambaran korupsi yang melilit PDIP saat ini sangat mencemaskan. Boleh dikatakan, Banteng dilanda penyakit korupsi akut. Sulit diobati. Sejauh ini, secara statistik, PDIP menempati urutan teratas sebagai partai dengan kader yang terbanyak terlibat korupsi.
Yang terbaru, dalam rentang 10 hari terciduk tiga kader PDIP. Pada 27 November 2020, walikota Cimahi, Ajay Muhammad Priatna, kena OTT dan ditetapkan sebagai tersangka. Tak sampai sepekan kemudian, bupati Banggai Laut, Wenny Bukamo, terkena operasi yang sama pada 3 Desember 2020.