Pelajaran Berharga
Momentum pun berubah, pasukan Inggris yang terdesak kembali menekan pejuang Surabaya dengan kekuatan baru yang jauh lebih besar. Secara militer, Inggris menang dalam pertempuran di Surabaya. Para pejuang berhasil dipukul mundur keluar dari Surabaya dengan korban puluhan ribu orang.
Hal ini sempat dikeluhkan oleh Jenderal A.H. Nasution yang mengkritik strategi para pejuang Surabaya. Terus menerjang tanpa komando yang jelas membuat ribuan pejuang berguguran. Menurut Nasution, strategi “gelombang manusia” itu membuang-buang senjata dan perlengkapan yang sebetulnya bisa dipakai utk mempersenjatai dua divisi TKR lengkap.
Terlepas dari kritik dan pujian, ada tiga pelajaran yang bisa diambil dari pertempuran Surabaya. Pertama, semangat dan keberanian berjihad yang meluas di tengah umat bisa memukul lawan yang superior. Inilah yang paling ditakuti oleh kekuatan kuffar, ketika api jihad berkobar dan menyulut semangat seluruh umat. Ini pula sebabnya sejak dini api ini harus dipadamkan dengan program deradikalisasi, agar tak membesar dan membahayakan bagi orang-orang kafir.
Afghanistan dan Irak membuktikan sulitnya menumpas perlawanan berlandaskan jihad. Pasukan Salibis Barat terjebak di sana dan menghadapi pilihan sulit; terus di sana dan mengalami kebangkrutan karena perang berlarut atau mundur dan dipermalukan di hadapan dunia internasional.
Kedua, semangat dan keberanian memukul lawan tak cukup menjadi modal kemenangan. Manajemen strategi yang baik mutlak diperlukan untuk mengelola rangkaian pertempuran menjadi sebuah kemenangan perang. Kritik Nasution terhadap pertempuran Surabaya menarik untuk dicermati. Bagaimana potensi manusia, senjata dan logistik harus bisa dikelola dengan baik. Bukan asal menerjang dengan modal semangat berani mati.