(Ibu Rumah Tangga, Tinggal di Jerman)
Pemberdayaan atau Eksploitasi Melalui Pekerjaan
Perempuan senantiasa menjadi sorotan dunia, berbagai hal yang ada dan terjadi pada perempuan selalu menarik untuk diperbincangkan, salah satunya adalah tentang pemberdayaan perempuan. Terdapat klaim saat ini bahwa pemberdayaan perempuan adalah dengan bekerja. Perempuan bisa dinilai maju, terhormat, aman dan patut dihargai adalah bila dia dapat bekerja dan menghasilkan materi. Sebaliknya, bila perempuan tergantung kepada suami secara finansial maka tidak membuat dirinya berharga dan terhormat. Itulah klaim kapitalis terhadap perempuan yang diaruskan secara global. Maka dengan ini mereka telah membebani diri menjadi pencari nafkah sekaligus manajer rumah tangga. Kapitalisme terus menyerang pondasi utama masyarakat dengan mengacaukan peran keibuan dan mengorbankan tugas penting mereka sebagai pengasuh dan pendidik anak-anak.
Kapitalisme telah memberikan label harga kepada perempuan, menjadikan mereka layaknya budak ekonomi, dan memperlakukan mereka seperti obyek untuk menghasilkan kekayaan. kapitalisme juga telah membuat para perempuan berjuang sendirian tanpa jaminan finansial, mengemis di jalanan untuk memberi makan diri dan anak-anak mereka. Kapitalisme juga telah memanfaatkan istilah pemberdayaan perempuan untuk mengeksploitasi perempuan melalui pekerjaan. Hal tersebut bisa dibuktikan melalui beberapa fakta tentang kondisi para buruh padi dalam negeri dan buruh migran.
Di Indonesia, 38,9 persen perempuan bekerja sebagai buruh, yaitu buruh tani, buruh pabrik atau pedagang kecil yang mirip perbudakan serta 4,2 juta persen menjadi buruh migran. kapitalisasi ekonomi membuat harga kebutuhan makin meningkat, sehingga mereka rela mengorbankan segalanya demi menyambung hidup diri dan keluarganya. Tetapi, pengorbanan yang mereka keluarkan belum tentu sebanding dengan hasil yang mereka dapatkan, kondisi buruh dalam negeri hingga saat ini masih tetap ada dalam kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2013 mencapai 28,07 juta orang, turun 520 ribu dibandingkan September 2012 yang tercatat 28,59 juta orang. Namun ini hanyalah angka yang tidak dapat menghilangkan kesenjangan sosial dan terpenuhinya kebutuhan para buruh, terbukti para buruh masih berdemontrasi turun ke jalan untuk berteriak menuntut hak-hak mereka terpenuhi.
Begitu juga dengan kondisi buruh migran, selain kemiskinan masih melanda mereka ditambah dengan kekerasan dan pelecehan pun harus mereka alami di negeri- negeri asing tempat mereka bekerja. Apa yang terjadi pada TKW di Hong Kong menjadi bukti bahwa para buruh migran perempuan khususnya, seringkali diperlakukan seperti budak. Lembaga Amnesty International (AI) mengecam kondisi-kondisi “seperti perbudakan” yang dihadapi oleh ribuan perempuan Indonesia yang bekerja di Hong Kong (TKI) sebagai pekerja domestik. AI mengatakan, pihak berwenang tidak memiliki alasan untuk tidak bertindak. Laporan lembaga tersebut, Kamis (21/11), berjudul “Dieksploitasi untuk Keuntungan, Dikecewakan Pemerintah,” diluncurkan hanya beberapa minggu setelah sepasang warga Hong Kong dipenjara akibat serangan mengejutkan terhadap pembantu rumah tangga mereka, termasuk membakarnya dengan setrikaan dan memukulnya dengan rantai sepeda.
Dengan adanya fakta tersebut, tidaklah membuat pemerintah memutar otak untuk segera menggantikan program-program dari rezim kapitalisme, yaitu salah satunya program pemberdayaan perempuan. Pemerintah masih bertahan untuk terus menyelenggarakan dan mendukung program tersebut sesuai arahan asing.
Pada tanggal 5-7 Oktober 2013 lalu, telah digelar perhelatan puncak APEC CEO Summit di Nusa Dua, Bali. Satu dari tujuh kesepakatan yang dicapai pada KTT APEC 2013 tersebut adalah peningkatan keterlibatan perempuan dalam pembangunan ekonomi. Para pemimpin negara APEC telah sepakat mengadopsi rekomendasi Women’s Economic Forum 2013 yang mengajukan peran strategis perempuan sebagai pengendali ekonomi keluarga dan bangsa (women as economic drivers). Program pemberdayaan perempuan hingga kini masih berjalan (Kemenkokesra, Kemeneg PP&PA), namun secara riil kualitas hidup perempuan tidak menunjukkan perubahaan. Hal tersebut bisa kita lihat dari fakta kondisi para buruh perempuan baik dalam negeri maupun buruh migran. Standar kualitas hidup yang dipakai adalah standar kapitalis yang lebih menyasar eksploitasi finansial sehingga perempuan menjadi obyek kapitalisasi melalui pola hidup konsumtif. Perhatian terhadap buruh, pelaku ekonomi, dan tenaga kerja perempuan hanya kamuflase untuk mengamankan tujuan keberlangsungan eksploitasi ekonomi. Itulah sesungguhnya dibalik program pemberdayaan perempuan berdasarkan konsep kapitalis, perempuan hanya dijadikan objek eksploitasi saja, kapitalis tidak memikirkan akan kesejahteraan perempuan.
Beda hal nya dengan Islam, perempuan berdaya dalam tinjauan Islam bukan sekedar pelabelan dari harta, kecantikan, atau nasab yang ‘dibeli’ dengan pekerjaanya, namun berdaya karena mengemban tugas-tugas fardlu ‘ain. Islam punya konsep pemberdayaan perempuan, yaitu pengatur rumah tangga dan pencetak generasi unggul. Perempuan juga memiliki kewajiban untuk melakukan kritik kepada penguasa tanpa harus rakus untuk memiliki sebuah jabatan atau kekuasaan. Baratlah yang menihilkan standar kewajiban dengan menilai perempuan berdaya bila memberi kontribusi terhadap devisa negara.
Ibu Korban Perdagangan Bebas
Pemberdayaan ekonomi perempuan menyebabkan mereka menyerbu bursa kerja. Perempuan berlomba-lomba mencari pekerjaan meski sebagai buruh migran, buruh pabrik, buruh tani, pedagang kecil serta kerap terpaksa bekerja dalam kondisi yang mirip perbudakan untuk bertahan hidup demi sesuap nasi atau ada juga para perempuan yang berlomba-lomba keluar rumah untuk bekerja dan setelah mendapatkan uang para perempuan akan membelanjakan uangnya pada produk-produk Negara maju. Lagi-lagi yang diuntungkan adalah Negara maju. Dan ibu di negra-negara berkembang menjadi korban dari eksploitasi ekonomi untuk menyelamatkan produk dari korporasi asing..
Rezim kapitalisme menyasar ASEAN sebagai bumper untuk atasi krisis ekonomi global. Akibatnya, negeri-negeri Muslim yang mayoritas termasuk negara berkembang akan terus menjadi konsumen utama dari komoditas dan investasi mereka. Struktur perekonomian negeri-negeri Muslim akan terus dirancang agar tetap bergantung pada negara-negara kapitalis tersebut baik ekonomi maupun politik. Dengan begitu negra-negara maju menjadi untung dan perlahan perekonomian mereka dapat teratasi. Sebaliknya, negeri-negeri Muslim yang mayoritas termasuk negera berkembang semakin terpuruk perekonomiannya, yang berakibat pada terpuruknya aspek kehidupan lain.
Maka jelaslah, jika pemerintah di negeri-negeri muslim termasuk Indonesia masih mempertahankan sistem kapitalisme, tidak akan pernah adanya penyelenggaraan program yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyatnya, yang ada adalah program untuk mensejahterakan asing dan mendukung dalam mengokohkan penjajahan barat. Rancangan program yang diadakan dalam forum ASEAN, WTO, APEC, KTT Asia Timur seperti perjanjian perdagangan bebas, sesungguhnya dijadikan alat penjajahan politik dan ekonomi oleh barat.
Sangat penting untuk dipahami secara jelas bahwa bahaya besar dari sistem pasar bebas yang dipromosikan oleh forum ekonomi dan rezim perdagangan bebas di wilayah tersebut, berdampak sistemik dalam melumpuhkan usaha dan ekonomi lokal serta kehidupan perempuan dan anak-anak. Di Indonesia, pelaksanaan perjanjian perdagangan bebas melalui ASEAN setelah ditandatangani oleh pemerintah kapitalisnya telah menghancurkan ribuan industri lokal setiap tahunnya akibat tidak mampu bersaing dengan produk impor harga rendah sehingga mengakibatkan meningkatnya pengangguran dan menyebarnya kemiskinan yang parah di tengah-tengah rakyat. Rezim perdagangan bebas ini juga telah memaksa negara-negara Muslim untuk menerapkan sistem pasar tenaga kerja bebas yang melayani kapitalis yang memungkinkan mereka untuk membeli tenaga kerja semurah mungkin, tanpa perlindungan dan kesejahteraan pekerja. Hal ini menyebabkan jutaan perempuan dieksploitasi sebagai buruh murah dan memaksa mereka untuk bekerja dalam kondisi yang seringnya membahayakan dan membanting tulang mereka.
Selain itu, pemerintah kapitalis Barat dan organisasi-organisasi, seperti IMF dan PBB telah mengintensifkan kampanye mereka untuk mempromosikan narasi beracun mereka bahwa peningkatan ketenagakerjaan perempuan adalah jalan untuk mengamankan pertumbuhan ekonomi, pembangunan berkelanjutan, dan meningkatkan daya beli masyarakat di Asia Tenggara dan belahan dunia Muslim lainnya, seperti di Turki dan Timur Tengah. Melalui Forum Perempuan dan Ekonomi APEC pada awal September 2013, mereka lantang menyuarakan ‘Perempuan sebagai Penggerak Ekonomi’. Namun dalam kenyataannya, ini hanyalah sebuah gerakan eksploitasi massal terhadap perempuan karena bukannya mengentaskan kemiskinan, ini hanya akan menambah eksploitasi ekonomi sistematis mereka sebagai tenaga kerja murah oleh perusahaan kapitalis dan pemerintah yang berusaha meningkatkan keuntungan dan pendapatan.
Jelaslah sudah bahwa bahaya besar dari perjanjian pasar bebas sangatlah merugikan kehidupan masyarakat, khususnya kehidupan perempuan dan anak-anak, karenanya kita harus menolaknya dan mencampakkannya. Selain itu kita pun harus menolak akar dari adanya perjanjian pasar bebas, yaitu sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme yang diadopsi oleh negera-negara muslim yang mengekor kepada Barat, adalah biang terjadinya kesengsaraan dan kemiskinan pada masyarakat khususnya perempuan.
Profil Muslimah dan Dukungan Sistem demi Menjaga Kemuliaan Mereka
Islam memuliakan perempuan dan menempatkannya pada posisi dan peran yang tepat, sesuai kodrat penciptaannya. Perempuan adalah ibu generasi. Di pundaknya terletak tanggungjawab yang besar untuk melahirkan dan mendidik generasi berkualitas tinggi sebagai asset bangsa. Agar peran tersebut berjalan dengan baik, Islam menetapkan sejumlah aturan yang mengatur pola relasi antara laki-laki dan perempuan agar terwujud keselarasan dan keharmonisan dalam rumah tangga. Aturan-aturan tersebut meliputi hukum tentang pernikahan, hak dan kewajiban suami istri, kehamilan, kelahiran, penyusuan, jaminan nafkah, pendidikan anak, dll. Islam menjaga peran keibuan (motherhood) dan perwalian kaum laki-laki.
Selain itu, Islam juga menjamin hak-hak ekonomi perempuan, termasuk bagaimana perempuan harus dijamin kebutuhan finansialnya setiap saat. Islam mengijinkan kaum perempuan untuk bekerja namun tidak dalam kondisi penghinaan dan penindasan, melainkan dalam kondisi lingkungan yang terjamin keamanannya dan bermartabat, sehingga statusnya di masyarakat selalu terjaga. Perempuan yang bekerja berdasarkan pilihannya tanpa keterpaksaan dan mendapatkan haknya sebagai pekerja secara jelas; mendapat upah yang adil dalam jaminan lingkungan yang aman di bawah sistem sosial Islam. Interaksi mereka dengan laki-laki dipenuhi dengan kehormatan dan perlindungan. Setiap perkataan dan tindakan yang merepresentasikan bentuk pelecehan atau eksploitasi akan segera ditangani.
Hanya satu solusi agar profil muslimah ini dapat diwujudkan dan dapat mengeluarkan perempuan dari kemiskinan, eksploitasi dan perbudakan, yaitu dengan diterapkannya Islam secara kaffah dalam bingkai daulah khilafah. Dengan adanya dukungan sistem ini maka peran mulia ibu dapat diwujudkan. Tetapi kontradiksi hari ini, tidak adanya dukungan sistem yang dapat mewujudkan peran mulia tersebut, sehingga profil muslimah tidak dapat berjalan dengan normal.
Para perempuan dalam naungan khilafah akan terlindungi, khilafah menjaga peran, status, dan hak-hak perempuan yang telah diberikan Islam dalam kehidupan dan masyarakat. Sehingga perempuan dapat bermartabat, dihormati dan berdaya. Khilafah akan memberantas dan mencegah eksploitasi kaum perempuan, sistem ini tidak akan membiarkan sedikitpun kemiskinan terjadi pada masyarakat, sehingga tidak akan membuat perempuan atau ibu terpaksa keluar rumah untuk bekerja. Ketika ada perempuan yang bekerja tanpa paksaan akan mendapatkan perlindungan dan hak-haknya yang sesuai. Khilafah akan mengentaskan kemiskinan dan menciptakan kesejahteraan ekonomi dan memastikan pemenuhan jaminan keuangan bagi kaum perempuan. Sistem ini tidak pernah mentoleransi adanya kelaparan pada rakyat, meski untuk satu hari saja. Sistem ini akan membangun pertumbuhan yang berkelanjutan, membangun ekonomi di atas kekayaan, dan bukan utang. Sistem ini akan menghilangkan pengangguran massal, membangun pendidikan dan layanan kesehatan berkualitas yang gratis, menciptakan sebuah ekonomi yang benar-benar adidaya berbasis industri dan kemajuan teknologi sehingga benar-benar akan memberdayakan rakyatnya.
Kontribusi Ibu dalam Menegakan Khilafah
Khilafah Islam selama belasan abad terbukti telah membangun peradaban manusia yang cemerlang karena menyediakan solusi bagi berbagai persoalan kehidupan. Khilafah Islam adalah satu-satunya system yang dapat menerapkan aturan-aturan Allah secara sempurna. Khilafah adalah satu-satunya sistem yang diridhai Allah, yang mampu menyelesaikan problematika ummat di seluruh dunia.
Kewajiban menegakan Khilafah atau Imamah itu sesungguhnya telah disepakati oleh Imam mazhab yang empat, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad ra. Para ulama pun sudah menjelaskan dalil-dalil kewajiban Khilafah ini, baik dalil dari al-Quran, al-Hadis, Ijmak Sahabat maupun qaidah syar’iyyah.
Dalil al-Quran antara lain adalah ayat-ayat yang mewajibkan penguasa untuk berhukum dengan apa saja yang telah Allah turunkan (QS al-Maidah [5]: 48, 49); juga ayat-ayat hukum yang pelaksanaannya dibebankan kepada Khalifah sebagai kepala negara Khilafah, seperti qishash bagi pembunuh (QS al-Baqarah [2]: 178), hukum potong tangan bagi pencuri (QS al-Maidah [5]: 38), hukum cambuk bagi pezina bukan muhshan (QS an-Nur [24]: 2), dan sebagainya.
Dengan tidak adanya perjuangan menegakan khilafah, maka akan menyebabkan kesengsaraan dan terjadinya malapetaka seperti saat ini. Karena dengan sistem kapitalisme dan demokrasi yang diterapkan saat ini terbukti tidak mampu menyelesaikan problematika umat bahkan sistem kapitalisme dan demokrasilah penyebab problematika umat yang tak kunjung usai.
Dalam Islam perempuan khususnya ibu memiliki peran besar dalam kehidupan, baik kehidupan rumah tangga, masyarakat dan negara. Dalam rumah tangga seorang ibu memiliki pengaruh besar terhadapan anak-anaknya, baik-buruknya manusia banyak dipengaruhi oleh sikap dan perilaku ibunya. seperti kita ketahui bahwa banyak tokoh-tokoh besar Islam yang dibesarkan oleh ibunya saja, Diantara mereka adalah Iman syafi’i, imam ahmad dan al-Bukhari. Karena keberhasilan dalam mendidik anak-anak, maka peran ibu dalam Islam patut diperhitungkan. Peran muslimah bila digali secara optimal maka akan mendatangkan kemuliaan yang luar biasa bagi masyarakat dan negara. Sifat ibu yang lemah lembut, penuh kasih sayang, penuh perhitungan dan berjiwa pendidik adalah karakter dasar ibu. Ibu yang berkualitas maka akan menghasilkan generasi baru Islam yang berkualitas juga, yang kelak akan membangun masyarakat dan negara. Dengan demikian dalam Islam muslimah memiliki peran yang sangat besar dan tidak bisa disepelekan.
Peran besar ibu dan kemuliaannya dapat diwujudkan bila aturan-aturan Islam diterapkan secara sempurna dalam naungan daulah khilafah. Saat ini, faktanya sistem khilafah tidak diterapkan. Maka peran perempuan dalam perjuangan penegakan khilafah menjadi amat penting dan wajib. Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa..”(QS. An Nuur : 55). Serta hadits Rasulullah “…Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti tuntunan kenabian. Setelah itu, beliau diam. (HR. Ahmad dalam Musnad-nya, dimana semua perawinya adalah tsiqqat).
Karena itulah, para ibu harus berjuang untuk mengubah sistem kapitalis yang eksploitatif menjadi sistem Islam yang dapat menyejahterakan, bukannya terjerumus dalam keadaan yang eksploitatif.
Maka dari itu, jelaslah bahwa Khilafah adalah kebutuhan Seluruh umat manusia, menegakkan kembali Khilafah Islamiyyah adalah kewajiban bagi seorang muslim dan tegaknya Khilafah Islamiyyah juga merupakan janji dari Allah swt. Mari kita bersama-sama membina diri dan umat dalam perjuangan perubahan besar dunia menuju khilafah. Wallahualam bishahwab. (Nurul Lestari).