Terbuka sudah rantai politik di Propinsi Banten, setelah tertangkapnya adik Ratu Atut Gubernur Banten yaitu Tubagus Chairi Wardana (Wawan). Ternyata kekuasaan di wilayah Propinsi Banten sebagian besar dikuasai oleh keluarga besar Chasan Sochib ayah Ratu Atut. Mulai dari anggota DPRD 1 sampai walikota dan wakilnya dan jabatan lainnya di struktur pemerintahannya.
Negara Indonesia yang menganut system Demokrasi, memungkinkan banyak kepala daerah yang terlibat dalam dinasti politik. Padahal dinasti politik ini bertentangan dengan semangat reformasi dimana kekuasaan hanya dikuasai oleh beberapa orang yang berasal dari satu keluarga tanpa memberi ruang kepada orang lain untuk ikut berpartisipasi. Sebenarnya pemilihan melalui pilkada membuat rakyat tidak dapat bebas memilih karena calonnya telah ditentukan oleh partai. Saat ini banyak terjadi penyelewengan kekuasaan dan korupsi, dalam dinasti politik keadaan ini mengambarkan adanya kader-kader politik yang kurang baik dan kebobrokan partai yang ada.
Adanya rantai politik ini untuk mempertahankan agar kekuasaan tidak keluar dari link mereka. Ratu Atut Gubernur Banten beserta keluarganya telah banyak menguasai proyek yang ada di Wilayah Banten. Hampir 10 perusahaan dikuasai oleh keluarga Atut dan 24 perusahaan yang berafiliasi dengan keluarga Atut.
Demikianlah peluang munculnya rantai politik dalam sistem demokrasi sekuler, yang disebabkan terjadinya kolusi antara penguasa dan pengusaha. Dalam menyelesaikan permasalahan ini maka solusi yang paling tepat adalah dengan menerapkan sistem Islam dalam pemerintahan. Dalam sistem Islam partai berfungsi untuk mendakwahkan amal ma’ruf nahi munkar (Ali Imron : 110) bukan untuk menemptkan seseorang dalam posisi kekuasaan, dan wali atau amil (gubernur) tidak dipilih oleh rakyat baik langsung maupun tidak langsung tetapi dipilih oleh khalifah, sesuai dengan kemampuannya. Namun jika rakyat tidak menyukai wali atau amil yang telah dipilih khalifah tersebut, maka khalifah harus menggantinya. Maka seseorang menjadi wali/amil/gubernur adalah karena kapabillitasnya, bukan kolusi antara penguasa dan pengusaha.
Selain itu, dalam Islam haram hukumnya perempuan menjadi pemimpin karena Allah telah memberikan tugas yang sangat penting dan mulia bagi perempuan untuk membentuk generasi unggul, generasi yang siap menerima estafet kepemimpinan, yakni sebagai ummu warabatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga). Untuk itu marilah kita bersama-sama mengembalikan segal sesuatu termassuk masalah pemerintahan pada aturan yang seharusnya menurut Allah swt, yaitu untuk mewujudkan pelaksanaan Sistem pemerintahan Islam, sebagai cara untuk menerapkan seluruh aturan Allah swt secara kaffah.
Siti Supatmiati
Jl. Setyabudhi Bandung