Sebentar lagi kita akan menyambut Idul Fitri, hari raya dan hari kemenangan kita semua setelah berjuang selama sebulan penuh menghadapi lapar, haus dahaga dan hawa nafsu. Hari yang sangat diagungkan oleh setiap muslim. Karena itu tidaklah salah kalau hari itu menjadi momentum yang ditunggu seluruh umat Islam di seluruh penjuru dunia baik timur maupun barat, utara maupun selatan dan tidak terkecuali di negeri kita tercinta, Indonesia. Di negeri ini, banyak kita jumpai berbagai ekspresi dan seremonial diselenggarakan dalam rangka menyambut dan memeriahkan hari raya besar itu, entah itu dibiayai pemerintah atau dari masyarakat secara swadaya. Cukuplah itu semua menunjukkan betapa urgentnya hari ini di sisi umat Islam.
Di hari itu terdapat dua syiar Islam yang diperintahkan dan wajib kita agungkan, yaitu shalat Ied dan penunaian zakat fitri. Ketika Idul Fitri Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam memerintahkan seluruh muslimin untuk menyemarakkan syiar Islam yang agung itu. Pria wanita, tua muda, miskin kaya, seluruhnya keluar sambil bertakbir ke mushala (tanah lapang ) di Madinah untuk menunaikan shalat Ied. Bahkan wanita haid dan gadis pingitanpun diperintahkan untuk keluar dari rumah-rumah mereka untuk menyemarakkan syiar Islam ini, meskipun tentunya mereka tidak shalat karena berhalangan[baca:haid]. Selain itu, hikmah lain dari diperintahkannya seluruh muslimin keluar menuju lapangan di antaranya agar menampakkan besar dan kuatnya persatuan dan kekuatan muslimin dan ini tentunya membawa dampak positif yaitu menumbuhkan kewibawaan mereka dan menimbulkan kegentaran di hati-hati musuh-musuh mereka.
Syiar lain yang ada di hari itu adalah zakat fitri. Ini merupakan syiar dan simbol kepedulian dan solidaritas terhadap sesama muslim. Muslim satu dengan muslim lainnya adalah bersaudara, mereka ibarat satu jasad, demikianlah Nabi kita bersabda, bila ada satu saja anggota jasad yang sakit, maka seluruh anggota jasad merasa sakit. Karena itu dengan menunaikan zakat fitri berarti menunjukkan kepedulian dan solidaritas kita terhadap saudara-saudara kita yang kesusahan dan menderita akibat beban hidup yang menghimpit mereka.
Persatuan dan kepedulian terhadap sesama. Mungkin itulah hikmah dan nilai terbesar yang tersirat dalam hari umat Islam itu, terutama pada dua syiar tadi, yaitu shalat ied dan zakat fitri. Dua nilai dan hikmah inilah yang perlu disadari dan dihayati kemudian diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Terutama di hari-hari ini. Di tengah panasnya hubungan Indonesia dan Malaysia dan maraknya aksi demonstrasi anti Malaysia, kita perlu ingat akan pentingnya menjaga persatuan umat Islam. Indonesia dan Malaysia yang merupakan dua negara satu rumpun dan juga dua negara yang mayoritas penduduknya muslim adalah bersaudara. Walau bagaimanapun dahsyatnya konflik, kita tetap harus menjaga kerukunan dan persatuan umat Islam. Tak sepantasnya persatuan dan kesatuan umat ini dipecah oleh sekat-sekat nasionalisme, fanatik kesukuan dan semisalnya.
Dan tidak sepantasnya pula umat ini membuka peluang kepada musuh mereka untuk menyerang dan menaklukan mereka. Dengan adanya konflik Indonesia dan Malaysia, tentu saja yang diuntungkan bukan umat Islam, baik yang ada di indonesia maupun yang ada di Malaysia, akan tetapi yang diuntungkan adalah musuh-musuh mereka. Betapa senang mereka menyaksikan konflik ini dan bisa saja mereka memanfaatkan konflik ini untuk menebar makar dan membuat konflik yang lebih dahsyat lagi. Dan kalau itu terjadi, maka mudahlah musuh menguasai dan menjajah umat ini, sebagaimana dulu mereka pernah menguasai dan menjajah umat ini.
Begitu juga di dalam Idul Fitri ini kita hadirkan kepedulian kita terhadap saudara-saudara kita yang menderita. Kita hadirkan kepedulian kita terhadap mereka yang terpenjara di Gaza, terhadap anak-anak yang menangis kelaparan dan kedinginan akibat banjir di Pakistan, terhadap saudara-saudara kita yang sampai sekarang masih menghadapi hari-hari yang diselimuti darah dan air mata di Irak dan Afghanistan. Dan masih banyak lagi saudara-saudara kita di tempat lain yang membutuhkan uluran tangan dan kepedulian kita. Maka kewajiban kitalah menolong dan membantu mereka dengan fisik dan harta. Kalau tidak mampu, cukuplah dengan doa dan jangan lupakan mereka.
Jakarta, 25 Ramadhan 1431