Sikap Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang bersikeras ingin tetap beribadah dan mendirikan gereja di Ciketing Asem, Mustika Jaya, Bekasi, meski tanpa dasar hukum yang absah, dan menolak seluruh opsi yang diberikan oleh pemerintah daerah Kota Bekasi, bahkan secara demonstratif berulang menyelenggarakan ibadat di jalanan sehingga mengganggu lingkungan, menunjukkan satu hal, yakni AROGANSI.
Dan sikap arogansi ini makin menjadi-jadi ketika HKBP bersama sejumlah elemen pro HKBP menjadikan konflik antara jemaat HKBP dengan warga yang menimbulkan sejumlah korban luka-luka di kedua belah pihak beberapa waktu lalu sebagai bahan untuk memunculkan opini seolah di negeri ini terdapat penindasan terhadap kebebasan beragama, dan lalu menekan pemerintah untuk mencabut SKB atau PBM Tahun 2006 yang mengatur soal pendirian tempat ibadah.
Sikap arogan dan usaha memaksakan kehendak yang dilakukan dengan berbagai cara, termasuk dengan cara membangun opini negatif tentang kebebasan beragama negeri ini serta dengan mengundang intervensi pihak luar negeri oleh HKBP dan para pendukungnya, menunjukkan di negeri ini makin berkembang apa yang disebut TIRANI MINORITAS. Bukan hanya di bidang teologi, tirani minoritas juga berkembang di bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan pendidikan. Tirani minoritas tentu sangat merugikan rakyat negeri ini yang mayoritas muslim.
Tirani minoritas ini bisa berkembang akibat lemahnya atau gagalnya negara dalam melindungi kepentingan mayoritas rakyat yang muslim sekaligus menjaga kepentingan kaum minoritas. Kelemahan atau kegagalan ini dipicu oleh landasan teologis negara ini yang tidak jelas sehingga tidak jelas pula pijakan yang digunakan dalam menata kehidupan masyarakat yang majemuk. Oleh karena itu, konflik kepentingan antara mayoritas dan minoritas akan terus berlangsung selama masyarakat dan negara ini diatur dengan sistem sekuler, dimana sistem ini tidak memiliki basis teologis yang jelas untuk menata secara adil antara kepentingan mayoritas muslim dan minoritas non muslim.
Berkenaan dengan hal itu, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:
- Mengecam keras sikap arogan pihak HKBP. Sikap ini menunjukkan bahwa justru HKBP yang tidak toleran, anarkis dan mau menang sendiri. Bila ditilik kronologis peristiwa yang menyulut konflik antara warga dan jemaat HKBP, justru membuktikan bahwa warga di Ciketing Asem sudah sangat toleran. Dua puluh tahun lebih mereka menahan diri terhadap semua kegiatan HKBP di sana. Tapi sikap toleran ini ditanggapi oleh HKBP dengan sikap yang tidak mengindahkan peraturan, ketertiban dan ketentraman umum serta aspirasi warga di sana.
- Menyerukan kepada pemerintah untuk bertindak tegas terhadap HKBP, dan tegas berkenaan dengan pengaturan pembangunan tempat ibadah agar tidak merugikan kepentingan masyarakat yang mayoritas muslim.
- Menolak TIRANI MINORITAS, dan menyerukan kepada masyarakat untuk melakukan perlawanan, karena sikap semacam ini sangat merugikan rakyat negeri ini yang mayoritas muslim. Bila dibiarkan, bukan tidak mungkin sikap semacam ini akan berkembang menjadi diktator minoritas yang tentu akan lebih merugikan lagi kepentingan rakyat banyak yang mayoritas muslim itu.
- Menyerukan kepada segenap komponen masyarakat untuk menghentikan sistem sekuler ini, yang telah terbukti gagal menciptakan kehidupan yang adil. Sebagai gantinya, ditegakannya sistem Islam yang -sebagaimana terbukti dalam sejarah- diyakini mampu menata kehidupan masyarakat majemuk dengan sebaik-baiknya, dimana kepentingan masyarakat mayoritas muslim dan minoritas muslim dapat disinergikan secara adil tanpa merugikan pihak manapun.
Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia
Muhammad Ismail Yusanto
Hp: 0811119796 Email: [email protected]