Eramuslim.com
By. Satria Hadi lubis
SUATU saat saya bertanya kepada istri, “Gimana kondisi ummi di penjara?” Istri saya, Ustadzah Kingkin Anida, menjawab berseloroh, “Anggap aja di Mina bi ….namun waktunya lebih lama hehe…”.
Saya tersenyum getir mendengar jawabannya. Bagi yang belum tahu, Mina adalah tempat menginap sehabis jama’ah haji wukuf di Arafah. Di Mina, kondisi tidurnya berdesak-desakkan di tenda, nyaris tanpa jarak. Wajib dilakukan oleh jama’ah haji selama 2 atau 3 malam. Saya dan istri mengalami hal tersebut ketika naik haji bersama tahun 2017 yang lalu.
Begitulah kondisi tidur istri saya di penjara saat ini, berada di sel tahanan yang penghuninya 12 orang di ruangan seluas kira-kira 4×3 meter persegi. Dua puluh empat jam tumplek disitu-situ aja. Makan, minum, tidur, sholat dan buang air. Tidak melihat sinar matahari sama sekali, kecuali kalau keluar rutan karena mengikuti persidangan. Tidur beralaskan triplek dan sajadah, karena kasur tipis juga tidak boleh masuk. Jatah makan pun hanya 2x sehari, kecuali kalau beli sendiri.
Saya membayangkan, jika hal tersebut terjadi kepada saya mampukah saya menjalaninya? Terus terang, saya belum tentu sanggup menjalaninya. Namun istri saya sanggup dan mampu bertahan selama ini. Tetap tenang, tetap ibadah dan tetap berdakwah seperti yang biasa beliau lakukan selama ini. Sudah hampir lima bulan beliau di dalam penjara karena kasus ITE bernuansa politik.
Tentu apa yang dialami beliau menjadi beban pikiran bagi saya, sehingga kadang saya sulit tidur. Sedih dan kasihan membayangkan kondisi istri di penjara. Ini juga yang mungkin dialami oleh banyak keluarga ketika salah satu anggota keluarganya, entah anak atau suami/istrinya, sedang di penjara.
Namun ada teman saya yang pernah di penjara bilang begini, “Jangan terlalu sedih ustadz, orang yang di penjara itu lama-lama kuat mentalnya. Bahkan lebih kuat daripada mereka yang berada di luar penjara (yakni keluarganya). Ustadz yang perlu lebih menjaga kesehatan. Istri ustadz insya Allah kuat disana”.