Di masa-masa sulit seperti sekarang ini, pengangguran di mana-mana, PHK, perusahaan gulung tikar sudah menjadi berita sehari-hari. Banyak di antara kita harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tidak bisa dipungkiri kaum ibu pun ikut memutar otak agar dapurnya tetap mengepul bahkan mengharuskan mereka meninggalkan kewajibannya sebagai seorang ibu dan pengurus rumah tangga. Apalagi ditambah dengan program yang diluncurkan pemerintah dengan tujuan memproduktifkan para ibu atau perempuan sehingga dianggap bisa menjadi salah satu solusi dalam pengentasan kemiskinan, yakni PEP (Pemberdayaan Ekonomi Perempuan). Banyak para ibu dan kaum hawa tergiur dengan program ini, karena pemerintah akan memberikan modal dan penyuluhan agar perempuan memiliki keterampilan, keahlian agar mampu mandiri.
Benarkah kemiskinan bisa diselesaikan dengan memindahkan peran ibu menjadi roda ekonomi yang akan mengentaskan kemiskinan? Ataukah sistem kapitalis inilah yang menjadi biangnya?
Mari kita lihat, Pemerintah yang memegang sistem kapitalis-sekuler memandang bahwa tolak ukur perbuatannya hanya dari sisi manfaat saja, dan yang menjadi tujuan hidupnya adalah terpenuhinya kebutuhan jasadiyah yakni materi. Sehingga menilai perempuan produktif hanya dari sisi materi. Sehingga ketika mereka menganalisis permasalahan bangsa saat ini (salah satunya Kemiskinan) maka PEP lah yang mereka pilih karena mereka memandang bahwa perempuan yang hanya tinggal di rumah saja tidak menghasilkan apa-apa. Padahal di tangan seorang ibulah akan melahirkan generasi-generasi berkualitas. Karena menurut pemahaman saya bahwa produktif itu tidak hanya dilihat apakah mengahasilkan materi saja, tapi bagaimana mengoptimalkan seluruh kemampuan kita agar berguna baik bagi dirinya, keluarganya, masyarakat juga negara.
Mari kita dalami seperti apa profesi ibu rumah tangga, profesi ini justru lebih menggiurkan karena dalam keluarga ibu bisa menjadi perawat, pakar makanan, ekonom, sekaligus pengajar dan pendidik generasi unggulan. Berbagai keahlian dan keterampilan yang ibu kuasai. Di samping itu, profesi ibu rumah tangga tidak hanya berdimensi dunia saja tetapi juga berdimensi akhirat seperti yang Rasulullah Saw nasehatkan kepada anaknya Fatimah Azahra : “Bahwasanya setiap tetesan keringat yang engkau keluarkan untuk melayani suami dan keluargamu maka kelak akan dibalas oleh Allah SWT dengan syurga”.
Islam telah menbagi-bagi kewajiban dan peran masing-masing kepada laki-laki dan perempuan, Perempuan memiliki tugas utama dan mulia yakni menjadi Ibu dan pengurus rumah tangga. Sedangkan laki-laki memiliki kewajiban yang utama dan mulia adalah menjadi kepala keluarga dan pencari nafkah untuk keluarganya. Islam memasang peran utama inilah yang harus dijalankan secara sempurna sebelum mereka mengambil ranah atau kegiatan yang berstatus hukum mubah (boleh), seperti bekerja bagi perempuan.
Seruan bagi kaum hawa yang memiliki peran yang mulia ini apakah kita ridho menukar syurgaNya Allah dengan kenikmatan sesaat di dunia? Oleh karena itu azamkanlah di dalam hati kita bahwa aturan Allah sajalah yang akan menghantarkan kita kepada kesejahteraan di dunia dan keselamatan di akhirat. Maka dari itu masihkah kita pertahankan dan perjuangkan sistem kapitalis–sekuler ini atau kita kembali kepada aturan Sang pencipta Manusia yakni aturan Islam yang berasal dari Allah SWT.
Wallahu A’alam Bi shawab.
Euis Purnamasari
Ibu Rumah Tangga Bandung
[email protected]