Celah itu bernama gadget alias HP, yang diberikan tanpa pengawasan ketat. Walhasil Fulan berkelana ke mana-mana sampai ketemu komunitas laknat tersebut. Bermula dari chat biasa, agak menjurus dan bikin penasaran, sampai kopi darat, dan ……
Saya merinding saat ibundanya cerita bab yang nggilani saat menginterogasi putra tercintanya.
“Kowe wis diapakno wae, le?” (kamu sudah diapain aja nak?)
“Cuma dielus-elus dan diciumi kok, Ma.”
“Tenan? Wis dikonokno durung?” (betul? sudah digituin belum?) Maksud beliau adalah disodomi, dan bagian ini rasanya bikin jantung mau copot.
“Belum, Ma. Beneran belum. Aku masih waras dan masih sayang Mama. Aku pingin sembuh, Ma.”
“Dos pundi niki, pak?” (gimana ini pak?) ratap si ibu ke saya. Dan asli saya tak bisa pura-pura sok jantan menahan bulir air mata merembes.
Anak shalih, sekolah di lembaga pendidikan Islam, berteman dengan anak-anak baik dan normal, bisa kena elgebete juga. Ndak masuk akal babar blas ..!!
Selain celah teknologi berbentuk gadget memang ada faktor lain: keluarga. Hubungan ayah dan ibu si Fulan telah lama tak lagi harmonis. Mereka bahkan sudah bercerai sekarang. Tak bisa dipungkiri hal tersebut ikut jadi faktor penentu. Kurangnya perhatian dan kasih sayang menjadikan Fulan merasa nyaman dalam dekapan dan elusan kadal homo beracun itu.
Singkat cerita akhirnya si ibunda menikah lagi dan hijrah ke ibukota bersama Fulan. Mereka mencoba membangun impian baru, merajut keluarga ahli surga dan menjauh dari mimpi buruk yang telah menghantui hidup mereka. Semoga Allah senantiasa melindungi mereka dan segera mengazab bajingan homo yang telah nyaris merusak masa depan anak shalih itu.
Jadi paham kan kalau perilaku iblis ini musti diperangi dengan keras?? Pelakunya sungguh perlu dikasihani dan diajak kembali normal, tapi tak ada ampun untuk perilaku dan tindakannya.
by Irwitono Soewito*
NB: Bantu saya share tulisan ini sebelum para kadal itu mereport dan menghapus tulisan ini.
Link: https://web.facebook.com/irwitono.soewito/posts/1585410911543534