Bergantinya rezim dimulai dari Orde Lama hingga sekarang bukanlah menjadi obat mujarab untuk membebaskan negeri ini dari keterpurukan, khususnya di bidang perekonomian. Tidak ada seorang pun presiden Indonesia yang sanggup melepaskan negeri ini dari carut-marut berbagai persoalan yang membelit bangsa. Problematika klasik yang kini amat dibenci publik yaitu KKN tak kunjung bisa terselesaikan.
Kelemahan perundang-undangan keuang-an, tata kelola sektor ekonomi juga SDA yang buruk, membuat kongkalikong penguasa busuk dan pengusaha serakah dapat dengan mudah dan legal menjarah uang rakyat dan kekayaan alam bangsa. Sebut saja kasus BLBI yang merugikan negara hingga triliunan rupiah tak jelas ending-nya.
Pergantian rezim juga tak kunjung memperbaiki kualitas penegakkan hukum di Tanah Air. Realita yang kita saksikan sudah kehilangan wibawa. Misalnya, Pemerintah hampir mati kutu menghadapi kelicikan perusahaan tambang asal AS Freeport. Perusahaan ini sudah dua tahun tak membayar deviden kepada negara. Padahal prosentase deviden yang diberikan kepada Pemerintah nilainya juga sedikit. PT Freeport Indonesia juga bertahun-tahun telah menikmati pengerukan mineral ore atau konsentrat mineral yang berkapal-kapal diangkut ke AS dengan alasan belum ada smelter atau sarana pengolahan dan pemurnian. Mineral Ore atau konsentrat mineral tersebut pada hakikatnya selain mengandung tembaga juga diyakini mengandung emas dan sangat mungkin uranium.
Perubahan yang harus dilakukan umat seharusnya perubahan yang mendasar; membongkar asas kehidupan masyarakat yang batil semisal sekularisme dan mengembalikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan dan berpikir umat. Dengan asas yang sahih ini umat akan senantiasa menautkan keimanan; pahala dan dosa, sebagai pertimbangan dalam pemikiran dan perbuatan; bukan lagi asas manfaat yang menjadi pertimbangan dalam setiap keputusan pribadi ataupun negara. Yaitu dengan menerapkan Islam sebagai sebuah sistem pemerintahan, dimana Islam mampu mengatasi akan kesulitan memperbaiki perekonomian masyarakat. Baik dari penerapan mata uang yang nominalnya tidak merugikan masyarakat maupun dari kebijakan-kebijakan yang berlaku di negara.
Wallahu ‘alam Bi as-showab
Siti Alfiah
Mahasiswi Agroteknologi
Universitas Padjadjaran