Eramuslim.com- Organisasi Massa dibentuk sesungguhnya sebagai wadah berkumpul demi mencapai suatu tujuan bersama anggotanya, sebagai pengejewantahan kebebasan berserikat dan berkumpul yang dijamin oleh Pasal 28 UUD 1945.
Pasal 28 UUD 1945 menyatakan, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
Pasal 28 E UUD 1945 ayat (3) menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
Kebebasan berserikat dan berkumpul tersebut tetap harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan tidak bertujuan untuk merusak tatanan bangsa apalagi kehendak melakukan aktivitas yang mengarah kepada disintegrasi bangsa dan tindakan terorisme.
Karena itu, munculnya SKB pembubaran Front Pembela Islam (FPI) patut dipertanyakan apa landasannya. Pemerintah harus memberikan bukti-bukti nyata “pelanggaran yang meresahkan masyarakat” seperti apa yang menjadi landasan pembubaran FPI.
Ini harus dilakukan Pemerintah agar tidak muncul anggapan, Pemerintah telah memberikan kebijakan yang sewenang-wenang. Tak hanya kepada FPI, tetapi juga kepada seluruh ormas di Indonesia.
Pasalnya, dari pengamatan di lapangan, sejak Peristiwa Monas, FPI berubah menjadi ormas yang dicintai masyarakat karena aktivitas sosialnya. Tapi, karena belakangan ini FPI berani “berseberangan” sikap/kebijakan dengan Pemerintah, FPI dianggap “kontra” Pemerintah.
Sehingga muncullah SKB tersebut. “Tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol, dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI)”.
Kesatu: Menyatakan Front Pembela Islam adalah organisasi yang tidak terdaftar sebagai Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, sehingga secara de jure telah bubar sebagai Organisasi Kemasyarakatan.
Kedua: Front Pembela Islam sebagai Organisasi Kemasyarakatan yang secara de jure telah bubar, pada kenyataannya masih terus melakukan berbagai kegiatan yang mengganggu ketenteraman, ketertiban umum dan bertentangan dengan hukum.
Ketiga: Melarang dilakukannya kegiatan, penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keempat: Apabila terjadi pelanggaran sebagaimana diuraikan dalam diktum ketiga di atas, Aparat Penegak Hukum akan menghentikan seluruh kegiatan yang sedang dilaksanakan oleh Front Pembela Islam.