Presiden SBY menandatangani peraturan presiden (Perpres) baru tentang pengendalian minuman beralkohol. Perpres no. 74/2013 ini ditandatangani SBY pada tanggal 6 Desember 2013. Melalui peraturan ini, pemerintah kembali mengkategorikan minuman beralkohol sebagai barang dalam pengawasan (Republika.co.id, 3/1/2014). Dalam perpres ini, minuman beralkohol boleh diproduksi jika ada izin dari kepala BPOM Kemenkes (Pasal 4 ayat 4).
Pada pasal 7, minuman beralkohol ketiga golongan (ABC) hanya dapat dijual di a. hotel, bar, dan restoran yang memenuhi syarat sesuai peraturan perundangan di bidang kepariwisataan, b. toko bebas bea, dan c. tempat-tempat tertentu yang ditetapkan oleh bupati/walikota. Di luar tempat-tempat tersebut minuman beralkohol golongan A dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan seperti botol, kaleng, kemasan pack, dan lainnya. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat 3.
Banyak yang menentang Perpres ini, mengingat banyaknya dampak negatif dari mengkonsumsi minuman beralkohol. Menurut WHO, sebanyak 320.000 orang di dunia meninggal per tahun karena penyakit yang berkaitan dnegan alkohol. Di daerah, Kapolres Kendari AKBP Anjar Wicaksana pernah menyebutkan bahwa penyebab kejahatan yang banyak terjadi dalam kurun waktu bulan Juni 2013, sekitar 80% dimulai dari mengkonsumsi miras (baubaupos.com, 16/07/2013). Sementara itu Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kembes (Pol) Agus Rianto mengemukakan kecelakaan yang disebabkan pengendara mengkonsumsi miras hingga pertengahan tahun 2013 ada 49 kasus, meningkat dari tahun sebelumnya (jaringnews.com, 12/8/2013). Begitu pula sudah banyak diungkap, para pelaku kejahatan biasanya menegak miras sebelum beraksi. Hal ini senada dengan firman Allah dalam Qur’an Surat Al Maidah ayat 90 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”.
Di sisi lain, yang untung dari Perpres ini adalah para pebisnis minuman alkohol yang semakin leluasa untuk memasarkan minuman haram ini. Pemerintah pun mendapatkan komisi dari cukai dan pajak minuman ini. Kepentingan masyarakat dikorbankan demi kepentingan segelintir orang. Inilah akibat dari penerapan sistem Kapitalisme, yang menguntungkan para kapitalis tanpa melihat dampaknya bagi masyarakat.
Minuman beralkohol seharusnya tidak hanya diawasi dan diatur pendistribusiannya. Akan tetapi, ia pun harus dilarang dan diberi tindakan tegas pada pihak yang bersinggungan dengan alkohol. Seperti sabda Rasul saw, “Rasulullah saw melaknat dalam hal khamr sepuluh pihak; yang memerasnya, yang diperaskan, yang meminumnya, yang membawanya, yang dibawakan, yang menuangkan, yang menjualnya, yang memakan harganya, yang membeli, dan yang dibelikan.” (HR. at Tirmidzi dan Ibn Majah)
Ketika al Qur’an dan Sunnah diterapkan, maka kasus yang berinduk dari minuman beralkohol ini akan teratasi. Jikalah kita ingin minuman haram ini diberantas dan semua kejahatan turunannya juga teratasi, maka hendaknya kita menerapkan al Qur’an dan Sunnah. Tidak hanya permasalahan khamr yang akan teratasi, tapi semua permasalahan manusia akan teratasi. Karena al Qur’an dan Sunnah merupakan pedoman dari Allah untuk manusia dalam menjalani kehidupan dunia ini. Pedoman ini tentulah akan berdampak jika diterapkan, tidak hanya sekedar dibaca saja.
Wallahu’alam bish shawab.
Tati Nurhayati
Bandung