Hanya saja, memang kekuasaan yang sedang mengalami kepanikan akan berbuat apa saja, bahkan terkadang di luar nalar atau logika sehat manusia untuk mempertahankan kekuasaannya. terkadang rasa malu itu menjadi semakin kecil. Kebohongan, sandiwara, tipuan, dan tidak jarang urusan rakyat banyak dijadikan “mainan” demi kepentingan semata.
Sebaliknya upaya koreksi kekuasaan oleh rakyat dibalik menjadi kejahatan, usaha penggulingan, dan lain-lain. Ini adalah realita Qurani: “dan jika dikatakan kepada mereka jangan merusak, mereka berkata kami ini orang-orang yang melakukan kebaikan” (Al-Baqarah:11).
Prilaku irrasionalitas kekuasaan itu tergambarkan misalnya ketika Namrud terjepit oleh logika Ibrahim AS. Dengan arogansi dan perasaan menguasai segalanya dia menjerit bak kesurupan syetan “uqtuluuhu wanshuruu alihatakum” (bunuh Ibrahim dan tolonglah tuhan-tuhan kalian).
Tapi konsistensi dan ketabahan Ibrahim di jalan kebenaran (Al-Haqq), seraya terus berjalan di lorong-lorong juang itu,
Pada akhirnya menemukan buahnya. “Innni jaa’iluka linnaasi imaama” merupakan buah dari perjuangan panjang itu.
Dan karenanya di tengah derasnya ombak di jalan juang itu, teruslah mengayuh dengan sekuat mungkin. Seraya menjaga keseimbangan, bangun optimisme bahwa di ujung samudra luas itu ada pulau impian yang akan tercapai.
“Innallaha laa yukhliful mii’aad” (Allah takkan pernah ingkar janji). Percayalah! (FNN)
Udara Macazzart, 22 Desember 2020
Penulis adalah Imam di kota New York USA/Presiden Nusantara Foundation