(Pernyataan sikap Mahasiswa Pecinta Islam seputar fenomena NII KW 9)
Dua pekan terakhir isu NII KW 9 (Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9) dengan markas besarnya Ponpes Al Zaytun kembali ke permukaan.
Satu bulan sebelumnya isu ini dipicu dengan ditemukannya Lian seorang karyawati yang menghilang kemudian ditemukan di Masjid At Ta’wun Puncak-Bogor dalam keadaan bercadar, aparat mengatakan bahwa Lian adalah korban pencucian otak.
Isu terus menyeruak hingga menyasar ke kampus-kampus yang kehilangan mahasiswanya akibat menjadi korban pencucian otak oleh NII.
Isu ini dikawinkan dengan isu radikalisasi agama sehingga melahirkan beberapa kesimpulan-kesimpulan yang diopinikan setiap hari oleh media-media guna memuluskan agenda pemerintah memberangus gerakan Islam. Berikut adalah kesimpulan-kesimpulan yang diopinikan oleh media-media serta penjelasannya.
UU Intelijen adalah Kebutuhan yang Tidak Bisa Ditawar
Maraknya isu seputar radikalisme yang mengancam negara mulai terorisme dan NII yang muncul secara simultan tidak bisa dilepaskan dari nafsu para elit aparat keamanan dan juga pemerintah untuk segera mensahkan UU intelijen, mereka sudah tidak tahan untuk kembali bernostalgia dengan gaya rezim orde baru untuk memberangus gerakan Islam secara membabi buta. Sebagai contoh adalah NII KW 9 sebagai gerakan yang telah lama berkiprah, gerakan ini adalah produk operasi intelijen sejak masa orde baru yang sengaja dipelihara untuk beberapa kepentingan.
Pertama, gerakan ini dibentuk untuk menjebak para aktivis Islam pro penegakkan syari’at sehingga apabila mereka bergabung ke NII KW 9 mereka merasa telah menegakkan syari’at dan memiliki negara sementara hakikatnya hal itu hanyalah utopia mereka kemudian perlahan mereka mulai dimanfaatkan untuk motif-motif lain seperti ekonomi dan pengrusakan gerakan Islam pro syari’at itu sendiri dengan melakukan pencurian, merubah syariat seperti kewajiban sholat dihapus dan sejumlah perusakan citra lain.
Kedua, Gerakan ini terus dipelihara oleh pemerintah melalui Badan Intelejen Negara untuk dapat dimanfaatkan pada waktu diperlukan, bukti pemanfaatan ini terlihat hari ini dimana isu NII kembali muncul ditengah kebuntuan proses legalisasi yang terhambat dikarenakan pro-kontra elit politik dan minimnya dukungan masyarakat terhadapa UU intelejen sehingga isu NII dimunculkan bersamaan dengan isu radikalisasi untuk mengarahkan opini masyarakat akan pentingnya UU intelejen sebagai payung hukum bagi aparat intelejen untuk memberangus gerakan semacam NII juga teroris tentunya yang digambarkan amat berbahaya kemudian masyarakat dibuat seakan tidak punya pilihan kecuali mendukung UU intelejen.
Jika kita sadari maka pada titik ini negara melalui media-medianya sedang menjadi teroris dengan menebar “hantu” yang menakutkan masyarakat bernama NII dan teroris guna melancarkan UU intelejen sementara jika UU intelejen disahkan.
Ttentu masyarakat akan menjadi korban pertama operasi berpayung UU ini dimana intelejen bisa secara sah kembali melakukan penculikan, cuci otak (seperti penyataan A.M. Hendropriyono dalam kesempatan berbicara di salah satu acara Tvone) terhadap orang-orang yang dianggap membahayakan negara secara sepihak.
Jika itu terjadi jelas terlihat kesamaan pola NII KW 9 dan intelejen dalam bekerja karena memang mereka memiliki satu tujuan dan satu pengendali yaitu pemerintah itu sendiri (data-data tentang keterlibatan intelejen dalam membentuk dan memelihara NII KW 9 cukup banyak dan sulit terbantahkan, namun tidak cukup dipaparkan ditempat ini).
Perlu diperhatikan intelejen juga ingin kebagian kue lezat teroris dari amerika jika mereka diikut sertakan dalam proyek antiteror mengingat selama ini kue itu hanya bermuara di POLRI. Perhatikan Tabel. (Fakta yang menguatkan NII KW 9 sengaja dipelihara)
NII KW 9 | Gerakan Terduga Teroris |
Aktif sejak era orde baru (padahal era orde baru begitu ketat dengan UU subversi-nya, namun NII KW 9 justru berkembang) |
Gerakan terduga teroris muncul pasca era reformasi yang relatif lebih bebas |
Sampai hari ini NII KW 9 tidak bisa diberangus, padahal banyak sekali fakta penyimpangan mereka berikut adanya 100 saksi baru-baru ini ditambah kesaksian mantan mentri NII KW 9 | Setelah ada aksi hanya satu pekan langsung diberangus padahal gerakan ini relatif minim saksi dan bukti permulaan |
Ponpes Al Zaytun justru semakin besar, padahal mereka terbukti terlibat NII KW 9 melalui kesaksian sejumlah korban dan mantan pejabbat NII KW 9 | Ada sejumlah Ponpes yang langsung disebut-sebut terlibat terorisme padahal tidak ada bukti, seperti kasus bom cirebon densus langsung mengaitkan dengan Ponpes Nurul Hadid Cirebon |
Aparat berdalih bahwa NII KW 9 gerakan bawah tanah sehingga sulit dibuktikan sebagai gerakan berbahaya, begitu pula Ponpes Al Zaytun yang memiliki nama-nama gedung tokoh nasional (ini memperlihatkan seakan aparat sangat bodoh sekali menyikapi kamuflase gerakan bawah tanah) | Gerakan ini juga di bawah tanah, namun terlihat mudah sekali ditumpas dan cepat disikapi (ini memperlihatkan seakan aparat layak diberi penghargaan dan dipuji kepintarannya dan sangat pintar menyikapi gerakan bawah tanah) |
POLRI beralasan mereka belum bisa disebut makar kepada negara | Disebut-sebut sedang berupaya mendelegitimasi pemerintah |
Dari tabel, “Mengapa demikian?”
“Hati-Hati Anak Anda Menjadi Sholih dan Sholihah !”
Mahasiswa dan kampus dijadikan objek dalam kasus NII KW 9 pun demikian kaum muda pada kasus radikalisasi, objek-objek ini harus kita akui adalah fakta yang tidak terbantahkan bahwa NII KW 9 banyak mentarget korbannya yang berstatus mahasiswa. Fakta ini lagi-lagi dimanfaatkan oleh pemerintah melalui awak media untuk menyebarkan “hantu” menyeramkan bernama gerakan Islam radikal kepada para orang tua anak-anak muda dan mahasiswa, penyebaran “hantu” ini lengkap dengan ciri-ciri utama diantaranya mereka yang dituduh gerakan Islam radikal biasanya rajin mengaji, membaca Al Quran, mulai mengenakan jilbab bahkan cadar (bagi yang perempuan), rajin ke masjid (bagi yang laki-laki), gemar membela ummat Islam, dan lain-lain yang pada akhirnya menyasar aktivitas-aktivitas keIslaman pemuda yang diadakan remaja Masjid dan institusi-institusi dakwah kampus. Opini ini dibentuk untuk mengarahkan para orang tua agar memperhatikan aktivitas anaknya seputar kegiatan keIslaman kemudian pada akhirnya para orang tua tanpa sadar memiliki pemahaman yang khawatir jika anaknya menjadi Muslim dam Muslimah yang sholih, mereka lebih tenang melihat anaknya pulang diantar dengan teman lawan jenis (pacar) daripada anak-anak mereka rajin mengaji, berjilbab dan rajin sholat ke masjid karena itu petanda anak anda mulai radikal.
Untuk para orang tua, anda tidak perlu terbawa oleh permainan kotor pemerintah melalui aparat dan media-medianya, anda harus sadar bahwa ketika anak anda menjadi sholih dan memahami Islam dengan baik berarti anda telah berinfestasi untuk akhirat, mereka akan menolong anda ketika kematian telah menghampiri, ketika anak anda memahami Islam dengan baik ditandai aktifnya mereka dalam kegiatan keIslaman di masyarakat maupun dikampus secara terbuka berarti anak anda justru selamat dari terkaman gerakan sesat bernama NII KW 9 dan gerakan-gerakan sesat lainnya dikarenakan mereka memiliki pemahaman Islam yang cukup untuk membantah doktrin-doktrin murahan gerakan semisal NII. Hal ini terbukti dengan fakta bahwa NII KW 9 tidak pernah berhasil merekrut pemuda ataupun mahasiswa yang akktif di gerakan dakwah, justru yang mereka target adalah pemuda atau mahasiswa yang terlihat minim pengetahuan Islamnya, kalaupun ada korban NII KW 9 yang berjilbab kesemuanya adalah mereka yang berjilbab pendek (tidak sesuai kketentuan syariat alias jilbab gaul) sebagai petanda memang mereka hanya berjilbab namun tidak memahami Islam dengan baik. Kepada para orang tua, jangan khawatir jika putra-putri anda menjadi sholih ditandai dengan rajin mengaji, ke masjid serta aktif dalam kegiatan keagamaan, anda seharusnya bersyukur memiliki anak yang sholih dan dukung mereka terus untuk semangat mempelajari Islam.
Usaha Menegakkan Negara Islam Adalah Tindakan Sesat
Judul diatas yang akhirnya tertanam di benak kaum Muslimin Indonesia dengan munculnya fenomena NII KW 9. Jelas ini adalah pengrusakan citra aktifis Islam pro penegakkan syari’at serta pengkaburan pemahaman agama itu sendiri. Memang benar nash-nash Al Qur’an dan Hadits tidak ada yang secara sharih (jelas) memerintahkan umat Islam mendirikan negara, namun jika kita mencermati perjalanan umat Islam yang diawali oleh sepak terjang Rasulullah Sholallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya Radhiallahu’anhum ajma’in. Telah tercatat dalam tinta emas sejarah kaum Muslimin berhasil mendirikan tatanan kenegaraan yang lebih besar dan luas dari sekedar negara adidaya di zaman ini sekalipun, kita telah melihat bagaimana Rasulullah Sholallahu’alaihi Wasallam dan para Khulafaur Rasyidin berhasil menguasai hampir 2/3 dunia, untuk itu kita perlu mencermati sabda Rasulullah Sholallahu’alaihi Wasallam berikut ini,
"Kalian akan melihat perselisihan yang hebat sepeninggalku, maka berpeganglah kalian pada sunnahku dan sunnah Khulafa`ur Rasyidin Al Mahdiyin sepeninggalku. Gigitlah ia dengan gigi geraham (peganglah kuat-kuat), dan jauhilah perkara-perkara yang baru (dalam agama), karena setiap bid`ah adalah sesat." (Shahih Sunan Ibnu Majah no.42)
Nabi Sholallahu’alaihi Wasallam jelas memerintahkan kita untuk meneladani sunnah (jalan) beliau dan para khulafaur rasyidin setelahnya, diantara jalan yang mereka tempuh adalah menegakkan supremasi hukum dan politik Islam dalam sebuah wadah yang bernama ke-kholifahan, disinilah letak perintah yang jelas dalam Islam untuk menegakkan supremasi hukum dan politik Islam yang hari ini disebut sebuah negara.
Untuk memahami perintah diatas cukup panjang penjelasannya, untuk itu berikut sedikit alur logika syari’at seputar perintah penegakkan negara,
Kita tahu dalam Al Qur’an Al Baqarah 183,
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
Dan Al Baqarah 178,
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh”
Perhatikan kata dalam bahasa arab yang ditulis tebal, ayat 183 sudah familiar di telinga kaum Muslimin, para da’i sering mengulang pembbahasan ayat ini dan secara tegas mengatakan bahwa berdosa besar bagi yang meninggalkannya karena jelas puasa diwajibkan, kata “kutiba” menegaskan tentang kewajibannya, kaum Muslimin pun menerima dengan semangat pewajiban syari’at puasa ini. Kemudian mari kita simak ayat 178, disana juga menggunakan kata yang sama dengan ayat sebelumnya yang bermakna wajib mengakkan qishosh (pembalasan setimpal) dalam Islam khususnya dalam kasus pembunuhan, untuk kewajiban dalam ayat 178 ini para da’i arang yang mmenyinggung, kaum Muslimin tidak berani berkata tegas bahwa meninggalkannya adalah dosa besar sebagaimana jika kita meninggalkan perintah dalam ayat 183, Mengapa demikian?
Dalam ayat 178 jelas terdapat perintah tegas untuk menegakkan salah satu hukum Alloh Subhanahu Wa Ta’ala yang bernama qishosh bentuk kalimat perintahnya dalam Al Quran sama seperti perintah berpuasa, perbedaannya hanyalah pada aspek pelaksanaannya, untuk puasa setiap orang langsung bisa melaksanakannya, namun untuk qishosh tidak setiap orang bisa langsung melaksanakannya (karena qishosh bisa terlaksana jika perangkat pelaksananya ada yaitu tegaknya supremasi hukum dalam sebuah negara), jika dapat langsung dilaksanakan setiap orang maka justru akan terjadi kekacauan. Rasulullah Sholallahu’alaihi Wasallam dan sahabat Radhiallahu’anhum ajma’in telah mencontohkan tata cara melaksanakan perintah dalam ayat 178 diatas dengan menegakkan supremasi hukum dan politik dibawah wadah ke-kholifahan. Dengan demikian dalam rangka mengakkan keadilan dalam menyikapi perintah Alloh Subhanahu Wa Ta’ala (ayat 183 dan 178), kita harus jujur bahwa menegakkan institusi apapun namanya yang bisa menegakkan perintah Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berupa hukum-hukum syari’at adalah wajib dan perlu diusahakan semaksimal mungkin mengingat banyak perintah Alloh Subhanahu Wa Ta’ala tidak bbisa terlaksana tanpanya, jika tidak berarti kita tidak jujur menyikapi perintah Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Sebagai analogi jika ingin sholat harus berwudhu, maka wudhu menjadi wajib karena sholat tidak dapat terlaksana tanpanya, maka menegakkan supremasi hukum dan politik dalam bentuk apapun (seperti negara)menjadi wajib demi terlaksananya kewajiban Islam seperti qishosh. Ini hanyalah contoh kecil, semoga dengan ini kita bisa jujur bahwa menegakkan syari’at adalah penting, kita bisa mengatakan NII KW 9 sesat namun cita-cita mengakkan syari’at dalam wahana negara bukanlah cita-cita sesat melainkan perintah Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Terjemahan Al Quran Harus Direvisi karena Memicu Radikalisme
Buntut dari opini sedemikian rupa yang dibentuk oleh musuh-musuh Islam berujung pada usaha untuk merusak kitab suci umat Islam. Tidak perlu berpanjang lebar, ini jelas merupakan penghinaan terhadap kitab Alloh Azza Wa Jalla, kita tidak perlu repot dengan opini ini, faktanya terjemahan Al Quran Depag telah ada sejak tahun 60-an, sementara aksi radikalisme (jika bisa dikatakan demikian) baru marak pasca era reformasi, Prof.DR. Ali Mustafa Ya’kub (MUI) telah membandingkan bahwa Al Quran terjemahan Inggris pun tidak berbeda secara makna dengan terjemahan Al Quran versi Depag, lalu mengapa kehidupan kaum Muslimin barat tidak diwarnai dengan radikalisme?, kesimpulan harus merevisi terjemahan Al Quran Depag memang terlalu gegabah dan menunjukkan skeptisisme berlebihan pemerintah dan sebagian tokoh nasional terhadap Islam, ini petanda lagi-lagi pemerintah mencoba mendiskreditkan Islam, maka dengan inilah hakikkatnya pemerintah sendiri yang selalu melakukan tindakan yang secara tidak langsung memprovokasi umat Islam dengan cara terus melemparkan citra buruk kepada Islam.
Diantara yang paling menyakitkan hati umat Islam sebuah ormas Islam yaitu Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang konon memperjuangkan penegakkan syari’at justru mendukung opini perlunya terjemahan Al Quran direvisi, melalui tokohnya Irfan S. Awwas dan Muhammad Thalib mereka dengan penuh percaya diri mendukung ide revisi ini. Hal ini tidak lebih dari sekedar sikap hubbuzhzhuhur (cinta ketenaran) dari kedua tokoh itu mengingat MMI sudah tenggelam pasca ditinggal oleh tokoh karismatik Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, dengan isu ini mereka mencoba untuk mendongkrak kembali popularitas ormas mereka yang mulai tenggelam. Disamping itu Irfan S. Awwas (adik kandung Ust. Abu Jibril) harusnya sadar bahwa sebaiknya ia menegur kakak kandungnya sendiri yang jika mengisi kajian-kajian hobi membicarakan seputar jihad yang dinilai oleh pemerintah sebagai tindakan radikal, bahkan materi jihad terus diulang-ulang oleh kakak kandung Irfan S. Awwas ini di setiap kesempatan seakan dalan Islam tidak ada yang lebih penting selain jihad (banyak eks.peserta majelis Abu Jibril mengeluhkan bahwa materinya jihad terus menerus sehingga mereka tidak mendapat pembahasan Islam yang utuh). Kepada MMI khususnya Irfan S, Awwas, sebaiknya anda menegur kakak kandung anda sendiri yang juga pejabat MMI yang gemar membahas persoalan jihad (menurut pemerintah jihad adalah pembahasan dalam Islam yang memicu radikalisme) ketimbang menyalahkan terjemahan Al Quran Depag yang telah diteliti oleh 20 ulama ahli.
Demikian pernyataan Mahasiswa Pecinta seputar fenomena NII KW 9 dan turunannya, semoga dapat mencerahkan umat khususnya dunia mahasiswa. Kepada ikhwah aktifis mahasiswa Islam apapun latar belakangnya, jangan terpengaruh dengan isu-isu penyudutan Islam, lanjutkan perjuangan ini, tetaplah maju dengan dada tegap menghadapi setiap musuh-musuh Islam.
MPI Jogja
[email protected]