Oleh : Anna Nur F ( Ibu Rumah Tangga, Pemerhati Masalah Sosial )
Sebuah syair menyatakan, “Orang bilang tanah kita tanah syurga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman….” Tak ada yang salah dan benar sekali isi syair tersebut. Negeri ini memang syurga, yaitu syurganya para koruptor.
Korupsi di Indonesia bagai menggurita. Semakin banyak yang melakukannya. Dan amat memprihatinkan ketika justru di lakukan oleh orang-orang pinter dan memiliki kecerdasan intelektual yang mumpuni. Oleh para pejabat yang katanya mendapat amanah rakyat untuk membangun negeri. Mulai dari pegawai pajak yang diwakili oleh Gayus, anggota DPR, Gubernur, Rektor Perguruan Tinggi, Mentri bahkan Ketua Mahkamah Konstitusi pun tak luput dari virus nikmat bernama “korupsi”.
Entah apa yang ada di benak para koruptor ini saat menjalankan aksinya. Mungkin saking tergila-gilanya dengan harta, sehingga lupa dengan tujuan mereka menjabat yang katanya ingin mengubah Indonesia menjadi lebih baik. Betul memang Indonesia menjadi lebih baik, yaitu lebih baik dalam menyuburkan korupsi. Bahkan menjadi salah satu negara di dunia yang terbaik “prestasi” korupsinya. Sebuah anekdot menyatakan, bahwa korupsi bangsa Cina malu dan bersembunyi di balik meja, bangsa Amerika tak malu-malu untuk melakukannya di atas meja. Tapi bangsa Indonesia tak tahu malu lagi, karena mejanya pun sekalian di korupsi.
Entah apa yang ada di pikiran para koruptor ini di tengah kemiskinan anak negeri yang semakin bertambah. Di saat di jalanan kota besar begitu banyak rakyat yang tidur hanya beralas koran dan beratap langit. Banyak rakyat yang menjadikan kolong jembatan sebagai rumahnya. Di kala negeri ini penuh anak jalanan yang mengamen dan mengemis. Jangankan bersekolah, bisa makan apa tidak saja masih mereka pikirkan. Negeri ini pun masih memiliki pemandangan para kaum tua renta yang masih harus bekerja kasar demi sesuap nasi. Di saat seharusnya menikmati masa tua, terpaksa bekerja menjadi kuli panggul, pemulung, tukang sampah, pedagang keliling dan lain-lain pekerjaan berat yang bermodalkan tenaga yang telah semakin melemah.
Entah apa yang ada di benak para koruptor saat harta yang selalu dikejar. Betapa memalukannya, di saat kemakmuran masih jauh dari kehidupan rakyatnya. Di saat beban hidup semakin berat pasca kenaikan harga BBM. Betapa egoisnya, ketika hanya urusan perut dan kesenangan sendiri serta keluarga yang dipikirkan. Pada saat tingkat pendidikan anak bangsa pun masih rendah. Betapa tak tahu dirinya, enak bernikmat-nikmat di atas penderitaan rakyat kecil.
Entah apa yang ada di otak para koruptor. Lupa dengan janji-janji yang katanya ingin menyejahterakan rakyat. Lupa dengan ucapan, yang katanya akan mengangkat kemiskinan. Lupa dengan lisan, yang katanya akan bekerja demi rakyat. Bahkan lupa dengan sumpah, kala jabatan telah dalam genggaman.
Entah apa yang ada di hati para koruptor. Betapa teganya, mengambil harta yang bukan haknya. Harta yang seharusnya bisa digunakan untuk mengganjal perut kaum papa yang lapar. Membangun rumah sederhana untuk tempat bernaung kaum gelandangan. Harta yang bisa dimanfaatkan menjadi “kapak” atas banyaknya pengangguran di negara ini. Bukankah Undang-Undang bangsa ini menyatakan bahwa,”fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara?”
Entah apa yang di benak para koruptor. Begitu mudahnya memupuk harta, di tengah keadaan bangsa yang masih sangat jauh dari sejahtera. Betapa tak berperasaannya! Sebagai orang pandai dan berpendidikan tak mungkin para koruptor tak mengetahui fakta kondisi bangsa dari mulai kemiskinan, pengangguran, angka putus sekolah dan lain-lain.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin per Maret 2013 mencapai 28,07 juta atau 11,37 persen dari total penduduk Indonesia. Tingkat kemiskinan pada tahun ini diprediksi akan lebih tinggi dibandingkan target pemerintah yakni sebesar 10,5 persen. Salah satu penyebabnya adalah shock akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di pekan ketiga Juni 2013 (Republika.co.id 18/8).
Berdasarkan data Kemendikbud 2010, di Indonesia terdapat lebih dari 1,8 juta anak tiap tahun tidak dapat melanjutkan pendidikan (okezone.com 1/6/2013).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2013 menunjukkan jumlah pengangguran masih 7,17 juta orang dari total angkatan kerja yang mencapai 121,2 juta orang (5,92 persen).(jpnn.com, 28/8)
Pada Februari 2013, penduduk bekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih tetap mendominasi yaitu sebanyak 54,6 juta orang (47,90 persen), sedangkan penduduk bekerja dengan pendidikan diploma sebanyak 3,2 juta orang (2,82 persen) dan penduduk bekerja dengan pendidikan universitas hanya sebanyak 7,9 juta orang (6,96 persen).(www.bps.go.id)
Lebih miris lagi saat korupsi pun dilakukan oleh orang yang mengaku beragama Islam. Sebuah agama yang memiliki seperangkat aturan yang amat lengkap dan sempurna. Sebuah agama yang mempunyai Alquran dan Assunah sebagai sistem hidup. Sebuah agama yang begitu sempurna aturannya dari bangun tidur hingga tidur lagi. Sebuah agama yang teramat gamblang memuat perintah dan larangan Allah SWT, Sang Pemilik Hidup. Lalu diletakkan dimanakah “aturan” itu oleh para koruptor?
Bukankah Allah berfirman, “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”. (QS. 2 : 188).
Rosulullah juga bersabda dalam beberapa hadist berikut :
Semoga Allah menurunkan laknatnya kepada orang yang menyuap dan yang disuap dalam suatu perkara.( Hadits riwayat Turmudzi dan Ibnu Majah)”
Barangsiapa yang kutugaskan melakukan pekerjaan, dan mendapat imbalan dari hasil kerjanya itu, apa yang ia ambil sesudah itu namanya ghulul (korupsi) (Hadits riwayat Abu Dawud)”
Rasulullah telah menugaskan seseorang dari kabilah Azd bernama Ibnu Lutaibah untuk memungut hasil zakat dari kaum muslimin. Ketika tugasnya telah selesai, ia datang sambil berkata: “Ini hasil pungutan zakat untuk kalian, dan yang ini saya terima sebagai hadiah dari mereka”. Mendengar hal itu Rasulullah SAW bersabda : “Bagaimana kalau ia tetap duduk di rumah ayahnya atau rumah ibunya sambil menunggu apakah ia akan diberi hadiah atau tidak? Demi Dzat yang diriku berada dalam kekuasan-Nya, tak ada seorang pun yang mengambil hadiah semacam ini, kecuali besok di hari kiamat akan dibebankan pada lehernya”( Hadits riwayat Bukhari).
Lebih memalukan lagi, kala korupsi pun dilakukan oleh ketua lembaga penegak hukum, yang seharusnya bertugas melenyapkan korupsi dari ibu pertiwi. Bukan malah menambah daftar panjang jumlah koruptor di Indonesia. Lembaga yang seharusnya punya kewenangan dan kekuasaan menjadikan negeri ini sebagai “neraka” para koruptor. Bukan justru semakin menjadikan sebagai sebuah negeri “syurga para koruptor”.
Jika masing-masing individu taat pada aturan Allah, maka korupsi tak mungkin jadi pilihan. Jika negara menerapkan aturanNya sebagai sebuah sistem, maka angka kemiskinan, koruptor, pengangguran, dan rendahnya pendidikan akan sangat sedikit bahkan bisa dilenyapkan sama sekali. Semoga saat itu akan segera nyata. Aamiin.