Oleh : Anatasia, Alumni Pendidikan Bahasa Jerman UPI Bandung
Hari raya idul fitri tentu tidak bisa dipisahkan dari ritual mudik, konon ritual mudik sudah ada turun temurun dari nenek moyang kita terdahulu, mudik ketika hari raya idul fitri terjadi bukan hanya di Indonesia saja, sebagian negara timur tengah semisal Mesir pun melakukan hal yang sama, namun tentu saja mudik secara spirit di Indoneisa lebih kentara dan membahana.
Mudik berasal dari akar kata ‘udik’ yaitu kampung atau desa yang lawan katanya adalah kota. Ini seperti istilah arab ‘badui’ yang artinya lawan dari kata hadhory. Sehingga dengan sederhana kita bisa menarik kesimpulan bahwa mudik, adalah kembali ke kampung halaman. Aktifitas mudik selalu dilaksanankan menjelang Idul fitri dan ternyata keduanya mempunyai hubungan yang jauh lebih bermakna, mudik kita pahami sebagai bentuk perjalanan kembalinya seseorang kepada asul-usulnya, misalnya orang yang jauh merantau ke Jakarta dia akan kembali ke kampung halamannya, kampung di mana terdapat indentitas jati dirinya, bertemu dengan dengan orang tua, sanak keluarga, teman kecil dan kenangan yang akan membangkitkan seseorang rindu kembali ke kampung halamannya, lalu kenapa aktifitas mudik identik dengan Idul fitri?
Mudik, dan hakekat fitrah manusia
Mudik mengingatkan kita pada asul-usul seseorang, begitu pun dengan Idul fitri, sejatinya mengandung pesan dan makna mendalam jauh ketimbang nilai tradisi mudik, namun mudik menjadi kiasan sepenggal kehidupan manusia yang akhirnya dia akan kembali kepada sang pencipta. Bukankah ketika masih berada di alam rahim, Allah SWT telah mengambil perjanjian setia dari tiap ruh manusia untuk menyembah hanya kepada-Nya, sebelum manusia lahir ke muka bumi ini Allah SWT menanyai ruh manusia untuk mengakui Allah SWT sebagai Tuhannya dengan semua konsekuensinya, ruh tersebut menjawab dengan tegas bahwa mereka bersaksi tiada Tuhan selain
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap (ketauhidan) ini” (QS. Al-A’raf: 172).
Lantas Allah pun mempertegas tujuan penciptaan manusia ke muka bumi
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.“ (QS. Az-Dzariyat:56).
Setelah kita sadar bahwa ternyata manusia mempunyai tanggung jawab ketika hidup di dunia, mereka harus menyembah Allah, konteknya luas menyembah berarti kita tunduk dengan segala perintah Allah, tidak boleh menduakan Tuhan selain Dia, karena seseorang bersyahadat bersaksi kepada Allah mengandung ikrar tiada tuhan selain Allah. Ritual Mudik seolah menyiratkan kita pada simpul pertanyaan besar dalam hidup (uqdatul qubro) yang mana pertanyaan tersebut akan muncul pada benak manusia, dari manakah aku berasal? Untuk apakah aku diciptakan ke muka bumi?akan kemanakah setelah aku mati? Tentu saja jawaban ketiganya adalah saya datang dari Allah, diciptakan untuk senantiasa penyembah Allah, dan akan kembali kepada Allah. Ketiga nya mempunyai makna fitrah yang sesungguhnya, inilah pesan idul fitri kepada manusia meningatkan kembali pada Tuhannya, namun sayang ketika manusia itu lalai nilai fitrah menjadi bergeser pada tradisi yang kering akan makna hakiki. Wallahu Alam