Miss World kini telah berlangsung kurang dari sepekan. Acara pemilihan ratu sejagat itu dilaksanakan pada tanggal 4-15 September di Nusa Dua, Bali. Diperkirakan akan hadir kontestan dari 140 negara yang tersebar di lima benua. Pro dan kontra terus terjadi sejak April 2013 dan akan semakin keras menuai penolakan bahkan ketika pun hanya jadi digelar di Bali, Indonesia. Beramai-ramai ormas islam dan juga majelis ulama tingkat kabupaten atau daerah bahkan MUI menyuarakan penolakan diadakannya Miss World ini. Alasan utamanya adalah karena Miss World bukan budaya Indonesia dan telah melecehkan kedudukan Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama muslim.
Penolakan tidak hanya didapat dari ormas islam dan MUI, tapi juga dari jajaran pemerintahan sendiri. Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Surahman Hidayat mengatakan kontes kecantikan Miss World bernuansa merendahkan martabat perempuan. Menurutnya, banyak kegiatan yang lebih sesuai dengan budaya Indonesia dan agama untuk menggali dan meningkatkan potensi wanita Indonesia. Ia pun mengatakan ajang Miss World tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan nilai-nilai ajaran agama. Tak hanya Surahman Hidayat, Menteri Agama Republik Indonesia, Suryadharma Ali pun dengan tegas mengatakan bahwa pemerintah harus mepertimbangkan kembali perizinan diadakannya Miss World di negeri Khatulistiwa ini.
Imam Besar FPI, Habib Rizieq menegaskan bahwa pemerintah saat ini seharusnya bisa dengan tegas mengambil sikap dan patut belajar terhadap presiden Soeharto dulu. Ia menceritakan bagaimana Presiden Soeharto menolak adanya kiriman Putri Indonesia ke ajang Miss World di luar negeri pada saat itu. Dahulu, ada satu kelompok ingin mengirim Putri Indonesia ke ajang Miss World di luar negeri dan mendatangi Menteri Pemberdayaan Wanita Mien Sugandi. Keputusan tersebut lantas tidak bisa diputuskan langsung oleh menteri dan akan membicarakannya kepada Bapak Presiden. Esoknya, Ibu Mien Sugandi bertemu dengan Presiden Soeharto. Hanya dalam waktu 10 menit Sugandi sudah keluar dari ruang rapat dan ditunggu oleh para wartawan untuk dimintai hasil dari rapat tersebut. Rizieq mengungkap, Ibu Mien mengatakan kepada wartawan bahwa Presiden Soeharto hanya menyampaikan satu kalimat yaitu “itu bukan budaya kita”. Dengan pernyataan tersebut, tidak ada satupun putri Indonesia yang dikirim untuk mengikuti Miss World ataupun Miss Universe. Tidak hanya mereka, hampir seluruh lapisan masyarakat dengan masif melakukan penolakan baik secara nyata maupun maya. Mereka dengan yakin menyatakan bahwa Miss World harus ditolak dan tidak ada kata kompromi.
Namun ternyata gayung selalu tak bersambut. Segala penolakan yang dilakukan berbagai elemen masyarakat tak digubris bahkan dilirik sedikit pun. Padahal katanya Indonesia adalah negara yang demokratis, namun suara penting dari banyak pihak saja tak didengarkan. Alasan yang selalu dikambing hitamkan atas Miss World ini adalah bahwa Miss World akan mendongkrak pendapatan pariwisata Indonesia. Miss World bisa menjadi ajang promosi pariwisata gratis ke mancanegara, sehingga bisa mendatangkan keuntungan bagi Indonesia. Dan jelas pula dengan adanya Miss World akan mendatangkan turis mancanegara yang artinya Indonesia akan mendapatkan banyak keuntungan. Mereka pun mengelak dari tuduhan ‘mengumbar aurat’. Pasalnya Miss World tahun ini tidak akan menampilkan sesi bikini, namun diganti dengan pakaian khas Bali, yaitu sarung Bali. Mereka berkata, sungguh tidak benar orang yang berkata Miss World akan membangkitkan atau memanjakan syahwat kaum pria, karena mereka yakin kaum pria tak serendah itu. Padahal jika kita mau menganalisis kasus tindak kriminal khusunya pemerkosaan yang sering terjadi di Indonesia, mayoritas motif dari perlakuan keji itu adalah karena minimnya pakaian yang dikenakan sang wanita sehingga menumbuhkan gairah syahwat pria. Bisa dibayangkan, hanya segelintir wanita yang berpakaian minim saja sudah banyak kasus, apa lagi jika Miss World berhasil digelar, maka kurang lebih selama sebulan penuh kaum adam disuguhi tontonan pengumbar syahwat secara terus menerus dalam skala internasional, tersistematis.
Lantas benarkah Miss World akan menaikkan pendapatan pariwisata Indonesia? Jika hanya menaikan dalam waktu yang temporal, maka jawabannya ya. Namun jika dikatakan akan mengalami kenaikan pendapatan secara kontinu, maka jawabannya tidak. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Mari Elka Pangestu, mengatakan kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) dalam KTT APEC 2013 Oktober mendatang di Indonesia akan menjadi pendorong utama pertumbuhan pariwisata pada tahun ini. Dari sana jelas bahwa menteri pariwisatanya sendiri pun tak mengunggulkan dampak dari Miss World, tapi dengan tanpa ragu dia mengatakan bahwa KTT APEC 2013 lah yang menjadi pendorong utama pertumbuhan pariwisata Indonesia. Tak hanya itu, KH Muhyiddin Junaidi, Ketua MUI mengatakan bertumbuh kembangnya turis dari mancanegara dengan diselenggarakan Miss World di Indonesia alasan saja. Bahkan, Muhyiddin mengimbau, Indonesia seharusnya belajar dari Turki dan Malaysia, yang tidak ikut kontes ratu kecantikan sejagat tetapi dunia pariwisata kedua negara itu berkembang.
Jadi, sesungguhnya kepentingan utama dari penyelenggaraan Miss World ini bukan untuk kemajuan pariwisata negara yang selalu digembor-gemborkan. Namun ini jelas kepentingan sekelompok tertentu saja. Jika tidak untuk kepentingan kalangan tertentu, mengapa dengan suka rela pihak panitia menghalalkan segala cara untuk memuluskan jalannya acara ini. Seperti yang dilansir oleh MUI, banyak iming-iming menggiurkan yang panitia tawarkan terhadapnya. Tawaran itu antara lain pertama, pemberian fasilitas jaringan Indovision gratis selamanya kepada seluruh jaringan kantor MUI dari pusat hingga daerah. Serta sekolah madrasah dan pesantren yang masuk dalam jaringan MUI di seluruh Indonesia. Kedua, beberapa pengurus MUI pusat yang semuanya ulama itu dijanjikan jabatan akan menjadi Dewan Pengawas Syariah (DPS) di MNC Grup. Ketiga, pengurus MUI akan dijadikan penasihat di balik layar, untuk penyelenggaraan Miss World yang akan digelar September mendatang.
Sadarlah saudaraku, Miss World dan ajang ratu-ratu-an lain itu tidak sesuai dengan islam. Tidak hanya islam, bahkan pun tidak sesuai dengan nilai budaya Indonesia yang selalu menjunjung budaya ketimuran. Kontes ini berasal dari dunia Barat yang jauh dari ajaran-ajaran luhur islam. Kontes ini pertama kali dilangsungkan tahun 1951 di Inggris dan diselenggarakan pertama kali oleh Eric Morley. Sebutan kontes itu awalnya adalah ‘Bikini Contest Festival’, sebelum media kemudian menyebutnya sebagai Miss World. Jelas! Ini tidak sesuai dengan islam dan bukan budaya Indonesia. Maka, tidak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak menolak ajang kemaksiatan ini. Karena dampak moral dari digelarnya ajang ini akan sangat besar bagi Indonesia, khususnya generasi muda Indonesia. Akan di bawa kemana bangsa ini jika moral generasinya telah hancur?
Wallohu’alam bi ashowab.
Tresna Mustikasari
Mahasiswi Fisika Unpad