Eramuslim.com – Habib Rizieq bagi saya bukan sosok yang asing lagi. Saya pertama kali mengenalnya ketika meletus peristiwa Ketapang bulan November 1998, saat preman-preman penjaga rumah judi menyerang warga sekitar yang tidak setuju wilayahnya dijadikan tempat maksiat. Ketika itu saya sebagai wartawan sebuah majalah Islam bersama Ketua Badan Intelijen FPI yang baru saja terbentuk, KH. Ja’far Shodiq, meninjau TKP dan di sebuah rumah penduduk saya diperlihatkan puluhan samurai panjang dan sangat tajam yang berhasil direbut laskar FPI dari preman-preman rumah judi yang menyerang mereka. Setelah itu saya meluncur ke Petamburan dan bertemu Habib Rizieq, Sang Ketua Umum FPI, di kediamannya yang sangat sederhana, yang harus melewati gang senggol.
Pertemuan pertama disusul dengan pertemuan-pertemuan berikutnya dan tanpa terasa saya sudah sangat akrab dengan Beliau. Terlebih saya memang anak Tenabang yang lahir dan besar di kawasan itu.
Kamis, 9 September 2004, sejak pagi hari saya sudah berada di rumah Habib Rizieq. Kami mengobrol di ruangan perpusatakaan beliau yang terpisah namun dekat dengan rumah induk. Di kelilingi ribuan buku koleksi Habib, kami berdua banyak mendiskusikan berbagai hal terkait umat Islam yang tengah disudutkan dan dikriminalisasi pihak kekuasaan dengan adanya rentetan bom yang dimulai dengan Bom Bali yang sangat-sangat kental nuansa intelijennya.
Tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk di hp Habib. “Ada bom lagi!” ujarnya. Beliau pun menyalakan teve dan kami menonton berdua. Kedubes Australia di Kuningan Jakarta diserang bom mobil berkekuatan tinggi! Dengan setengah bercanda Habib berkata, “Ya Allah, kayaknya kite lagi nih yang bakal kena!”
Dan benar saja, dengan cepat media-media pun menuding umat Islam sebagai pelaku. Wallahu’alam bishawab.
Pertemanan saya dengan Habib Rizieq dan FPI berjalan dengan cukup intens. Bertubi-tubi FPI dan Habib diserang fitnah dan fitnah, tapi saya yang mengenal dengan baik sosok Beliau dan anak-anak FPI cuma tertawa dan beristighfar. Mudah-mudahan fitnah itu menjadi pengurang timbangan dosa kami di akherat kelak, Amiiin….
Negara berganti pemimpin namun upaya kriminalisasi terhadap umat Islam bukannya makin surut namun makin menjadi-jadi. Umat Islam yang sangat mencintai NKRI dituding sebagai pihak yang akan menghancurkan Indonesia. Tapi mereka tak sadar, mereka menuding umat Islam dengan jari telunjuk, namun empat jari lainnya menunjuk ke diri mereka sendiri sebenarnya.