Sebenarnya tulisan mengenai natal 25 Desember sudah sangat banyak bertebaran. Tidak saja dari kalangan muslim melainkan dari kalangan kristen itu sendiri. Pro-kontra seputar masalah ini sudah terjadi ribuan tahun silam. Beberapa ahli dari kalangan islam maupun kristen sudah menyodorkan beberapa tesis dari bukti-bukti sejarah dan biblikal soal tanggal keramat ini. Sebagian besar dari mereka – kalau boleh saya menyebutnya seluruhnya – menolak tanggal ini sebagai hari lahir Yesus Kristus Sang Juru Selamat.
Namun yang terjadi sebaliknya. Natal menjelma menjadi perayaan tahunan yang telah masuk ke ranah publik. Natal tidak lagi monopoli umat kristiani. Dengan berbalut kerukunan umat bergama, pluralisme, dan toleransi; natal sudah mampu menarik kalangan di luar kristen untuk terlibat di dalamnya.
Beberapa waktu lalu wall di facebook saya dihinggapi poster tentang perayaan natal bersama. Tidak cuma sekali. Ada dua poster berbeda dengan isi yang berbeda pula. Satu dari partai X yang berbasis islam dan satu lagi dari kalangan kristen dengan tema “Natal Kebangsaan” dan sebagai salah satu pembicara adalah pengasuh salah satu pondok pesantren di jawa.
Terlepas dari benar atau tidaknya poster tersebut, tidaklah pantas umat muslim ikut terlibat dalam perayaan natal dengan bungkus apapun. Dengan premis dan perspektif apapun itu. Bahkan untuk sekedar mengucapkan “Selamat Natal” saja MUI menghukumi haram.
Toleransi dan pluralisme tidak bisa menjadi dasar pembenaran. Keduanya harus didudukan pada tempat yang tepat agar tidak salah sasaran.
Islam sendiri sangat menjunjung tinggi toleransi. Islam menghormati umat Yahudi yang beribadah di hari Sabtu dan sama halnya kepada umat Kristen yang beribadah ke gereja pada hari Minggu. Toleransi dalam Islam pun telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari bahwa suatu ketika ada jenazah orang Yahudi melintas di tepi nabi Muhammad SAW dan para sahabat, seketika itu pula Nabi Muhammad SAW berhenti dan berdiri. Kemudian salah satu sahabat berkata : Kenapa engkau berhenti Ya Rasulullah?, sedangkan itu adalah jenazah orang Yahudi. Nabi pun berkata : Bukankah dia juga manusia?. Hadits ini menunjukkan bahwa toleransi dalam perspektif Islam berlaku kepada semua manusia tanpa terkecuali, termasuk kepada orang yang beda agama. Namun, yang perlu ditekankan lagi ialah bentuk kemudahan dalam bermualamah bukan pemaksaan dalam hal keyakinan. Prinsip ini tercermin dalam sejarah Islam, ketika itu nabi Muhammad SAW mengutus Mu’adz dan Abu Musa untuk pergi ke Yaman. Salah satu nasehat Nabi kepada mereka berdua ialah “mudahkanlah dan jangan kalian mempersulit”.
Toleransi dalam islam sebatas toleransi dalam domain muamalah. Dalam domain ibadah dan aqidah, toleransi tidak bisa dikompromikan lebih lanjut. Ada rambu-rambu yang mengatur dengan jelas dan tegas. Surat Al-Kafirun setidaknya cukup jelas mengambarkan masalah ini. Artinya pengakuan dan penghormatan kita hanya sebatas wilayah muamalah saja. Ketika bersentuhan dengan wilayah aqidah, maka toleransi harus ditinjau kembali.
Sebagai negara dengan aneka keyakinan, Indonesia menjunjung tinggi pluralisme; karena itu pula, kita mengenal semboyan “Bhineka Tunggal Ika”; beragam namun satu. Namun pluralisme tidak diizinkan masuk domain agama terutama islam. Pluralisme dalam konteks islam haruslah merupakan konsep yang bekerja pada wilayah ‘sekuler’ saja. Jangan sampai pluralisme merangsek masuk dan menjalar dalam sendi-sendi islam. Ada poin-poin yang dapat mengancam eksistensi nilai-nilai luhur islam.
Dalam pluralisme agama dikenal slogan berbahaya: “semua agama pada dasarnya menuju kebenaran yang satu” yang dalam istilah dikenal Perennial Philosophy. Konsep ini menganggap agama-agama di dunia wajib mengarah pada kesatuan pandangan – dan tata cara – untuk menuju Tuhan yang satu.
Dari faham di atas, secara perlahan tapi pasti muncul sosok-sosok toleran yang berusaha membuat kompromi dari berbagai agama tersebut. Berangkat dari pemahaman semua agama itu baik dan benar, maka akan dicarikan poin-poin dari berbagai agama yang dianggap cocok untuk kalangan tertentu dalam bentuk sinkretisme. Sebagai contoh, salah satu ‘ulama’ terkenal indonesia yang pernah berucap soal perennial: “semakin dekat seorang muslim dengan Islam; maka ia menjadi semakin toleran. Semakin jauh, ia menjadi semakin radikal.” Berani dan mau menikahkan putrinya dengan pria beragama yahudi dan dengan tata cara yang jauh dari islam.
Meski mungkin tindakan tersebut bukanlah contoh nyata sinkretisme, namun tindakan tersebut jelas membolehkan putrinya mengambil dari apapun yang baik menurutnya dari islam dan yahudi.
Dari persepektif sejarah, 25 Desember sebagai hari Natal tidak bisa diterima sama sekali. Tak satu pun situs maupun catatan sejarah membenarkan peristiwa kelahiran Yesus pada tanggal tersebut. Kalau pun ada sebagian yang berpendapat berbeda, namun sama sekali tidak bisa diterima secara ilmiah. Seorang tokoh kristen Mariano N dalam artikelnya yang dimuat di www.scribd.com tertanggal 29 Oktober 2008 dengan judul Benarkah Tuhan Yesus Lahir Tanggal 25 Desember ? menuliskan sebagai berikut: “Kita bisa memastikan dengan dasar yang teguh, bahwa Tuhan kita tidak lahir di bulan Desember, apalagi tanggal 25, itu suatu kesalahan fatal jika kita menganggapnya demikian. Lalu sebenarnya bulan apa? Kita hanya bisa memberikan rentang waktu dari pertengahan Maret sampai pertengahan Oktober, dan lahir pada waktu malam hari.”
Hal senada juga dilontarkan oleh Garner Ted Amstrong dalam bukunya The Real Jesus berikut ini: Kristus tidak lahir pada hari natal. Kelahirannya belum diketahui, atau tidak ingin tahu, atau juga termakan tradisi, tak peduli meskipun berasal dari tradisi pagan, atau terlalu malas melakukan riset sederhana. Bukti-bukti yang ada menunjukan hari Natal berasal dari tradisi Pagan; sama halnya dengan Dagon, Vishnu, Baal, atau Isis dan Osiris.”
Mengenai asal-usul 25 Desember diambil sebagai hari lahir Yesus, Ensiklopedia Britanika 2010 menulis: Asal muasal 25 Desember ditetapkan sebagai hari lahir Yesus tidak jelas. Perjanjian Baru tidak memberikan petunjuk soal ini. 25 Desember ditetapkan pertama kali sebagai hari lahir Yesus oleh Sextus Julius Africanus pada tahun 221 dan kemudian diterima secara universal. Satu-satunya penjelasan soal asal tanggal ini adalah proses kristenisasi dari kematian solis invicti nati (“hari lahir dewa matahari yg tak terkalahkan”), yang merupakan hari libur populer Kekaisaran Romawi yang dirayakan pada titik balik musim dingin sebagai simbol kebangkitan dewa matahari, sebagai proses pelepasan musim dingin dan menyambut kedatangan musim semi dan musim panas. Bahkan setelah 25 Desember diterima sebagai tanggal kelahiran Yesus, penulis kristen menghubungkan tanggal ini dengan kebangkitan dewa matahari.
Sementara Injil Lukas dalam pasal yang sama ayat 1-4, disebutkan bahwa saat Yesus lahir sedang terjadi sensus penduduk atas perintas Kaisar Agustus. Saat itu wali negeri di siria dipegang oleh Kirenius. The United Church of God dalam Jesus Christ. The Real Story meragukan sensus tersebut terjadi pada tanggal 25 Desember sebagaimana berikut ini: Orang tua Yesus ke Bethlehem untuk mendaftar pada Sensus Penduduk (Lukas 2:1-4). Orang-orang Romawi akan melakukan sensus pada saat akhir musim dingin, saat suhu turun mendekati beku dan jalan-jalan dalam kondisi yang buruk untuk dilalui. Melakukan sensus dalam kondisi seperti ini bisa mematikan.
Secara mengejutkan, Bart D. Ehrman dalam bukunya Jesus, Interrupted menemukan bahwa Herodes (Matius 2:1) dan Wali Negeri Kirenius (Lukas 2:1-4) tidak satu zaman. Ia menulis: Jika Injil benar bahwa Yesus lahir saat Herodes memerintah, maka lukas juga tidak bisa dibenarkan sebab menurut Lukas kelahiran Yesus terjadi saat Kirenius jadi wali negeri Siria. Kita tahu dari sumber-sumber sejarah, termasuk Sejarawan Romawi Tactitus, Sejarawan Yahudi Josephus, dan catatan-catatan kuno, bahwa Kirenius tidak menjadi Wali Negeri Siria hingga tahun 6 SM, sepuluh tahun setelah kematian Herodes.
Itulah kenapa peristiwa Lukas tidak pernah menyinggung peran Herodes pada masa kecil Yesus. Sebaliknya Matius tidak sama sekali menyinggung soal Wali Negeri Siria. Walau mungkin sudut pandang kajian keduanya berbeda namun tetap saja fakta sejarah menolak salah satu diantaranya. Ini mungkin tugas berat para sejarawan dan teolog kristen. Mereka harus mampu meyingkap misteri ini. Meski kelak harus rela mencoret beberapa ayat diantara Matius atau Lukas jika terbukti sejarah yang benar.
Memang Lukas pernah menyebutkan Herodes pada Lukas 1:5 saat bercerita soal Zakharia. Namun justru ini menambah ketidakpastian Lukas sendiri. Di samping tidak menjelaskan soal ketakutan Herodes pada Yesus bayi, fakta sejarah juga mencatat kalau Herodes tidak sezaman dengan Kirenius.
Bibel sendiri sebagai alat otentik dalam menggali kehidupan Yesus Krsitus tidak memberikan secuilpun keterangan tersirat maupun tersurat soal tanggal tersebut. Kalau pun ada peristiwa kelahiran Yesus yang dicatat bibel, namun tidak bisa dijadikan pembenaran. Karena analisa mendalam dari kejadian tersebut membawa kepada kesimpulan bahwa 25 Desember bukanlah hari lahir Yesus. Peristiwa tersebut dapat dilihat pada Lukas 2:8-11 sebagai berikut: “Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. Lalu kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.”
Peristiwa dalam kalimat yang dicetak tebal menjadi petunjuk soal kapan Yesus dilahirkan. Menurut Ensiklopedia Britanika 2010, wilayah palestina – yg sekarang diduduki zionis-israel – terdapat dua perbedaan musim: Ada dua musim yang berbeda: musim dingin yang berhujan (Oktober-April) dan musim panas yang kering panas (Mei-September) … suhunya berkisar sekitar 84 ° F (29 ° C) pada bulan Agustus hingga sekitar 61 ° F (16 ° C) pada bulan Januari-dan tingkat kelembaban lebih tinggi dibandingkan daerah pedalaman, terutama selama musim dingin. Demikian juga, pada dataran tinggi, seperti di puncak Galilea, suhu pada malam hari dingin, begitu juga di musim panas, dan sesekali turun salju di musim dingin.
Dari Bulan Oktober sampai April terjadi musim dingin dan disusul musim salju. Sedangkan dari Bulan Mei sampai September merupakan musim kering dan disusul musim panas. Rentang suhu berkisar 29 oC pada Bulan Agustus dan 16 oC pada Bulan Januari. Ini juga dipengaruhi relief. Semakin tinggi datarannya semakin dingin. Seperti daerah Galilea yang mempunyai ketinggian lebih besar suhu udaranya semakin dingin.
Musim dingin terjadi pada saat posisi matahari dan bumi tepat berada pada posisi Winter Solstice. Posisi ini dimulai tanggal 21 atau 22 Desember dimana puncak musim dingin terjadi.
Mengingat 25 Desember adalah waktu yg tidak begitu jauh jaraknya dengan 21 atau 22 Desember, maka sudah barang tentu tanggal tersebut masih dalam rentang puncak musim dingin sehingga amat tidak mungkin gembala keluar membawa ternaknya ke padang apalagi tinggal di sana. Selain dingin yang menggigit, tidak akan ditemukan rumput yang bisa menjadi makanan ternak.Ternak bahkan gembalanya tidak akan sanggup melawan dingin.
Sehingga besar kemungkinan – kalau Lukas 2:8-11 valid – Yesus dilahirkan pada musim panas. Berkisar antar Mei – Juli. The United Church of God dalam Jesus Christ. The Real Story menulis soal kontroversi kelahiran Yesus sebagai berikut:
“Analisis mendalam dari Alkitab, dengan jelas menunjukan bahwa 25 Desember bukanlah hari kelahiran Yesus. Inilah alasannya:
Pertama, Seperti diketahui gembala yang menjaga domba mereka di padang berada pada malam hari. Gembala-gembala tersebut tidak akan bisa bertahan di padang Yudea pada malam hari pada bulan desember saat makanan tidak ada dan cuaca buruk.
… Pada bulan desember di Yudea sedang musim dingin dan hujan, yang tampaknya para gembala akan mengandangkan domba-domba mereka pada malam hari …”
25 Desember juga pararel dengan peristiwa kelahiran Osiris-Dionysus seorang dewa pagan kuno yang kelahiran, kehidupan, kematian, kebangkitan persis seperti Yesus. Timothy Freke dan Peter Gandy dalam buku The Jesus Mysteries. Was the “Original Jesus” a Pagan God? Merinci persamaan tersebut sebagai berikut: (1). Osiris-Dionysus adalah Tuhanyang menjadi daging, penyelamat dan ‘Anak Allah’. (2). Ayahnya Tuhan dan ibunya seorang perawan. (3). Ia lahir di gua atau di kandang sapi pada 25 Desember sebelum tiga gembala. (4). Dia menawarkan pengikutnya kesempatan untuk dilahirkan kembali melalui upacara baptisan. (5). Dia secara ajaib mengubah air menjadi anggur pada upacara perkawinan. (6). Dia mengendaraikeledaikedalamkota penuh kemenangan sementara orang-orang melambai-lambaikandaun kelapa untuk menghormatinya. (7).Dia meninggal pada haripaskah sebagai kurban bagi dosa-dosa dunia. (8). Setelah kematiannya ia turun ke neraka, pada hari ketiga Ia bangkit dari kematian dan naik Kesurga dalam kemuliaan. (9). pengikut-Nya menunggu kembali sebagai hakim padaharikiamat. (10). Kematiandan kebangkitannyadirayakan dengan ritual makan roti dan anggur yang melambangkantubuh dan darahnya.
Hal senada juga dilontarkan oleh Garner Ted Amstrong dalam bukunya The Real Jesus berikut ini:
“Kristus tidak lahir pada hari natal. Kelahirannya belum diketahui, atau tidak ingin tahu, atau juga termakan tradisi, tak peduli meskipun berasal dari tradisi pagan, atau terlalu malas melakukan riset sederhana.
Bukti-bukti yang ada menunjukan hari Natal berasal dari tradisi Pagan; sama halnya dengan Dagon, Vishnu, Baal, atau Isis dan Osiris.”
Hj. Irene Handono bahkan merinci dewa-dewa pagan kuno yang kelahiran mereka juga 25 Desember, oleh perawan, mati di tang salib dan sebagai juru selamat sebagai berikut: (1). Dewa Mithras (Mitra) di Iran, yang juga diyakini dilahirkan dalam gua dan mempunyai 12 murid. Dia juga disebut sebagai Sang Penyelamat karena ia pun mengalami kematian, dan dikuburkan, tapi bangkit kembali. (2). Apollo, yang terkenal memiliki 12 jasa dan menguasai 12 bintang/planet. (3). Hercules yang terkenal sebagai pahlawan perang tak tertandingi. (4). Ba-al yang disembah orang-orang Israel adalah penduduk asli Tanah Kana’an yang terkenal juga sebagai dewa kesuburan. (5). Dewa Ra, sembahan orang-orang Mesir Kuno; kepercayaan ini menyebar hingga ke Romawi dan diperingati secara besar-besaran dan dijadikan pesta rakyat.
Entah secara kebutulan atau tidak sederetan pararel di atas. Yang jelas tidak ada satupun penjelasan ilmiah soal 25 Desember sebagai hari lahir Yesus. Kita hanya bisa meraba waktunya saja sesuai keteragan Injil bahwa Yesus dilahirkan tidak pada musim dingin dan terjadi pada saat sensus penduduk. Selebihnya, kalaupun 25 Desember dirayakan sebagai Hari Natal, itu tak lebih dari tradisi yang diambil dari sumber-sumber yang kurang bisa dipertanggungjawabkan secara kitabiyah dan ilmiah.
Dari kacamata umat islam, bisa dilihat dengan jelas bahwa Yesus (Isa) tidaklah lahir pada musim dingin (25 Desember). Informasi ini tertuang dalam Al-Qur’an berikut ini: Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu, (QS Maryam: 24-25)
Ada dua point penting yang tersirat dalam dua ayat di atas, yaitu : Menjadikan anak sungai di bawah mu dan menggugurkan buah kurma yang masak kepada mu. Dua point ini tidak akan pernah terjadi pada musim dingin. Sebagaimana telah saya singgung di atas, bahwa desember di palestina adalah musim dingin. Sungai-sungai akan membeku dan Maryam serta janin tidak akan bisa bertahan dibawah sergapan suhu dingin yang menggigit.
Namun penekanan dari ayat ini adalah mengugurkan buah kurma yang masak. Kurma merupakan tanaman tropis. Musim dingin (desember) pohon kurma di palestina tidak akan menghasilkan buah apalagi matang. Buah kurma matang hanya bisa di dapatkan pada musim panas.
Fakta ini tak pelak lagi menguatkan keyakinan umat islam bahwa 25 Desember bukanlah hari kelahiran Yesus. Dan fatwa haram dari MUI soal haramnya ucapan natal bukanlah mengada-ada.
Mereka yang terjabak dalam acara Natal Bersama atau apalah itu dengan balut atau selubung ini dan itu sebenarnya secara tidak sadar dan kasat mata telah secara perlahan-lahan dipaksa menghadirkan Allah lain yang ia sembah dengan mengakui bahwa Yesus Kristus adalah tuhan. Inilah bentuk syirik terselubung yang berhasil diciptakan oleh mereka yang ingin menghancurkan Islam ddan pemeluknya.
Dalam kacamata biasa, nampaknya masalah ini sepele. Sehingga fatwa haram MUI soal mengucapkan Selamat Natal dianggap berlebihan. Padahal dengan ucapan saja apatah lagi ikut merayakan, secara tidak langsung – meski tidak sadar – kita sudah membenarkan bahwa ‘Tuhan Yesus’ lahir tanggal 25 Desember.
Prilaku ini selain bertentangan dengan sejarah dan biblika – sebagaimana paparan di atas – juga secara kasat mata mengakui ketuhanan Yesus. Karena siapa pun tahu 25 Desember (Natal) adalah hari lahir Yesus Kristus. Oleh teman-teman kristen Yesus Kristus adalah Tuhan, Allah yang menjadi Daging (Yohanes 1:1-15) yang menjelma ke bumi sebagi oknum ketiga trinitas yang mengorbankan dirinya di tiang salib untuk menebus dosa manusia. Artinya, peringatan 25 Desember adalah peringatan lahirnya ‘Sang Tuhan’.
Sebenarnya toleransi, pluralisme, atau kerukunan beragama yang didengungkan dalam masalah natal tak lebih adalah upaya untuk secara halus memaksa umat islam mengakui bahwa: “Benar ada yang lahir yaitu Yesus Kristus.” Siapa itu Yesus Kristus? Dia adalah ‘Tuhan Anak’ oknum ketiga trinitas. Jadi, ikut merayakan natal sama halnya dengan merayakan kelahiran ‘tuhan’.
Pengakuan ini secara tidak langsung ini juga berpengaruh pada pengingkaran pada Al-Qur’an berikut: An-Nisa’:171, Al-Maaidah:73, dan Maryam: 24-25. Jelas dan tegas dalam An-Nisa’ dan Al-Maa’idah tentang kekliruan konsep trinitas yang Yesus merupakan oknum keduanya. Dan kita juga sudah mengingkari waktu yang jelas kapan lahirnya Yesus dalam Maryam 24-25.
Bisa dibayangkan kalau acara seperti dalam spanduk di wall saya diikuti oleh lebih banyak lagi. Bisa dipastikan ada ribuan orang terjebak musyrik massal secara tidak sadar. Dan jika itu berlangsung dalam waktu yang lama terus menerus?
Semoga umat muslim di Indonesia khususnya dan dunia umumnya terbebas dari jerat halus ini. Amiin…