Setiap tanggal 17 Agustus Indonesia merayakan Hari Kemerdekaannya. Tahun ini usia Indonesia menginjak 68 Tahun. Persoalan kemerdekaan ini senantiasa direnungkan dan dipertanyakan setiap tahunnya. Benarkah bangsa inisudah benar-benar merdeka? Sudahkan seluruh rakyat Indonesia merasakan kemerdekaan?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, merdeka dimaknai sebagai bebas (dari penghambaan, penjajahan dan sebagainya); tidak terkena atau lepas dari tuntutan; tidak terikat; tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; dan leluasa. Berkaitan dengan penjajahan, merdeka berarti lepas dari berbagai bentuk penjajahan dan penghambaan manusia terhadap manusia lainnya, baik penjajahan secara fisik maupun penjajahan dalam bentuk ekonomi, sosial, politik, dan budaya.
Indonesia memang sudah merdeka dari penjajahan secara fisik. Namun, Indonesia kini masuk ke dalam penjajahan non fisik. Yakni, penjajahan di bidang ekonomi, konsesi sumber daya alam, bidang hukum dan perundang undangan dll.
Saat ini, kebijakan ekonomi di Indonesia yang masih merujuk pada Kapitalisme yang merupakan ideologi penjajah. Buktinya, melalui penanaman modal asing (PMA) Indonesia terjerat utang luar negeri, dolar sebagai standar mata uang, dan perdagangan bebas lewat WTO. Dengan PMA, perusahaan makanan, minuman, otomotif, elektronik, pertambangan, semen, perikanan-kelautan, dan lainnya dikuasai asing. Kesenjangan sosial ekonomi pun terjadi. Yang kaya makin kaya, yang miskin semakin miskin.
Di bidang politik kita mengadopsi sistem demokrasi yang juga bawaan para penjajah. Di bidang hukum, yang diberlakukan di sini justru undang-undang warisan kolonial penjajah Belanda. Akibatnya tindak kriminalitas semakin meningkat dan penegakan hukum menjadi tumpul. Demikian pula dalam bidang budaya, pemikiran, dan lain-lain. Semuanya masih kental pengaruh asing penjajah.
Nyatanya penjajahan gaya baru ini lebih efektif daripada penjajahan militer. Karena, penjajahan gaya lama dengan militer sangat beresiko dan rentan mendapatkan perlawanan. Tapi dengan penjajahan non militer ini, penjajah hanya dengan menguasai para pemimpin dan kebijakan dapat mereguk keuntungan. Dengan cara licik dan tersembunyi ini, rakyat menjadi tidak sadar bahwa sebenarnya mereka sedang dijajah, SDA mereka sedang dirampok dan rakyat dibiarkan bekerja untuk kepentingan penjajah.
Kemerdekaan yang sejati adalah secara sederhana adalah terbebas dari kedaulatan dan penghambaan kepada manusia/bangsa lain. Kemerdekaan sejati adalah ketika negeri ini berdaulat dan kedaulatannya ada pada Dzat Yang Menciptakan Manusia, Allah SWT.
Keimanan kepada Allah SWT tidak cukup hanya dengan hati dan lisan tapi juga dalam perbuatan. Dan keimanan memiliki konsekuensi, yakni taat kepada SyariatNya secara kaffah.
Syariat islam diturunkan Allah sebagai Hudan/petunjuk bagi manusia dalam menyeesaikan berbagai permasalahan kehidupanmanusia. Syariat yang diterapkan secara kaffah dalam sebuah negara telah terbukti mewujudkan kemerdekaan yang sejati. Secara individu, masyarakat dan negara, kaum muslimin tidak akan lagi merasa takut kepada siapapun kecuali kepada Allah. Hal ini mendorong mereka secara mandiri membangun bangsanya, tanpa tergantung kepada asing. Syariat islam di bidang ekonomi akan menyelesaikan berbagai masalah perekonomian dan menjadikan masyarakatnya sejahtera. Di bidang politik, pendidikan, hukum pun akan memberikan keadilan. Bahkan dengan kemerdekaan sejati itulah kaum muslimin akan memberikan kemerdekaan bagi bangsa yang lain tanpa dibatasi wilayah nasionalisme, yakni dengan dakwah dan jihad yang dilakukan negara.
Maka, sudah selayaknya kita menyadari bahwa saat ini Indonesia belum sepenuhnya merdeka, dan itu disebabkan oleh sistem sekular kolonialisme yang masih diterapkan di Indonesia. Berbekal kesadaran itu, maka bangsa Indonesia akan bergerak untuk melakukan perjuangan untuk meraih kemerdekaan yang sejati dengan terterapnya islam dalam lingkup negara.
Idea Suciati
Mahasiswi Pasca Jur. Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran & Aktivis MHTI