Dosen STAI PTDII Tanjung Priok-Jakarta Utara
Sebagai agen perubahan, seorang Da’i selain dituntut memiliki ilmu yang luas dan tsaqafah Islam yang kuat semestinya da’i memiliki pribadi yang unggul dan Islami dalam segala hal. Adalah naïf jika da’i yang mempunyai misi perubahan yang besar, selalu bicara yang besar-besar tetapi tidak dimuliakan oleh orang-orang terdekatnya atau bahkan keluarganya sendiri karena memiliki pribadi yang lemah.
Ini penting untuk diperhatikan demi membangun pribadi da’i yang tangguh. Terkadang dai memiliki misi perubahan yang besar dimasyarakat tetapi pribadi dai sendiri sangat lemah. misalnya menolak kritikan yang membangun, tidak menghargai pendapat orang lain, menyepelekan shalat berjamaah dengan berbagai alasan, menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang mubah bahkan sampai kepada melalaikan shalat atau kebiasaan yang buruk seperti terlalu banyak tidur, kuliah tidak selesai-selesai dengan alasan dakwah, prinsip seperti ini tidak sepenuhnya benar bahkan salah jika dihadapkan kepada masyarakat yang menghormati gelar kesarjanaan sebagai formalitas bahwa da’I benar-benar mempunyai kemampuan atau keahlian, ilmu. Hal ini penting untuk membangun reputasi.
Dai harus berusaha menampilkan sosok pribadi yang unggul dimasyarakat dibanding orang pada umumnya, serta gigih dalam usaha meningkatkan kwalitas pribadi dan keilmuannya. Apalagi masyarakat Indonesia khususnya cenderung lebih suka ‘mendengarkan’ dan meneladani orang yang difigurkan daripada menerima nasehat baik dari orang yang tidak memiliki reputasi baik dimasyarakat.
Hal ini terbukti di suatu daerah ada seorang kyai yang mempunyai reputasi baik dimasyarakat dimanfaatkan oleh calon Bupati disaat PILKADA untuk memenangkannya. Pak kyai berkampanye “ siapa yang tidak mendukung calon si A kualat, Al-Fatihah!!!’ (ini tentu contoh yang buruk), terbukti calon yang didukung kyai tersebut menang mutlak bahkan hanya ada tiga suara yang tidak memilih calon si A didaerah tersebut! Bayangkan jika pak kyai tersebut mengatakan ‘siapa yang tidak mendukung syariah Islam kaffah, kualat. Al-fatihah!. Begitulah pentingnya reputasi dimasyarakat. Nasehat yang disampaikan oleh dai yang memiliki reputasi dan pribadi yang baik akan lebih mudah diterima daripada nasehat yang disampaikan oleh da’i yang ‘biasa-biasa’ saja atau bahkan memiliki reputasi yang buruk.
Lebih dari itu, tanpa memberi nasehat dakwah pun dai yang sudah mempunyai reputasi baik dimasyarakat, perbuatannya atau apa yang dilakukannya sadar atau tidak mengandung unsur dakwah yang dijadikan rujukan masyarakat. Oleh sebab itu sikap dan pribadi dai harus benar-benar Islami.
Reputasi dan kredibelitas dai tidak tumbuh dengan sendirinya, melainkan harus dibina dan dipupuk. Memang, reputasi dan kredibelitas erat kaitannya dengan karisma walau demikian kredibelitas dapat ditingkat sampai batas optimal. Seorang yang kredibelitas tinggi adalah seorang yang mempunyai kompetensi dibidang yang ingin ia sebarkan, mempunyai jiwa yang tulus dan beraktivitas, senang terhadap pesan-pesan yang ia miliki, berbudi luhur serta mempunyai status yang cukup walau tidak harus tinggi. Dari sana berarti seorang dai yang ingin memiliki kredibelitas tinggi harus berupaya membentuk dirinya dengan sungguh-sungguh.[1]
Sementara sifat-sifat yang harus dimiliki seorang dai secara konkrit adalah ada tujuh macam, yaitu:
1. Hendaklah dakwah itu ditujukan kepada Allah dank arena Allah SWT;
2. Hendaklah dai (pendakwah) itu beramal shaleh, baik dalam hubungannya dengan Allah, sesame manusia dan alam.
3. Hendaklah dai menampakan keislamannya, dan berkata “ sesungguhnya aku dari orang-orang Islam”
4. Hendaklah dakwah dijalan Allah itu disertai dalil-dalil akal (logika) atau kebijaksanaan (hikmah);
5. Hendaklah dakwah itu peringatan yang baik dan nasehat yang mulia;
6. Hendaklah da’i mulai memikat pikiran-pikiran mereka pada kenyataan-kenyataan tempat hidup mereka.
7. Hendaklah dakwah itu dipikul secara berjamaah, dan menjadi tanggung jawab jamaah.[2]
Jelaslah da’i adalah suri tauladan bagi masyarakat objek dakwah. Karena sebagai panutan da’i harus bisa menempatkan dirinya sebagai seorang da’i dan menjaga reputasi dan keunggulan pribadinya baik dalam amal shaleh dan keilmuannya. Keduanya penting untuk ditingkatkan sehingga tujuan dakwah yakni melanjutkan kehidupan Islam dapat tercapai. Amiin. Wallahu a’lam.
[1] Drs. Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta : Amzah, 2009, hal. 76
[2] Dr. Samith ‘Athif Az Zain, Sifat dan karakter para Da’i, hal. 8