Kenapa Soeharto tiba-tiba dalam waktu singkat berubah memusuhi kalangan Islam?
Pertanyaan besar itu dalam waktu singkat terkuak dengan gamblang tatkala Presiden Soeharto melalui hasil Pemilu 1971 itu membentuk kabinet dengan menempatkan–makin meneguhkan posisinya sejak 1967– orang-orang Nasrani untuk menguasai pos vital di bidang ekonomi-perdagangan juga pertahanan. Tokoh-tokoh Nasrani dan sekuler kemudian secara tetap menguasai kabinet pada pos-pos vital itu sejak awal kekuasaan Soeharto pada 1967 dan baru berakhir pada 1987, ketika Soeharto menyadari kekeliruan fatal yang dilakukan sepanjang dua dasawarsa.
Di balik penempatan tokoh-tokoh Nasrani dan sekuler itu tak lain karena rekayasa lembaga tink-tank CSIS (Centre for Strategic And International Studies) yang sangat dipercaya Soeharto. Pemrakarsa inti CSIS adalah Pater Beek seorang pastur radikal keturunan Belanda yang belakangan jatidirinya justru dibongkar oleh aktifis CSIS sendiri yakni George Junus Aditjondro. Pater Beek meyakini pasca hancurnya PKI pada 1965 musuh besar Katolik di Indonesia adalah apa yang dia yakini sebagai Lesser evil theory (Teori Setan Kecil) dan setan besar. Dua-dua setan itu sama-sama hijaunya, yakni tentara (ABRI) dan Islam. ABRI hanyalah setan kecil tetapi Islam merupakan Setan Besar. Beek pun meyakinkan kepada para kadernya untuk mengadu kedua setan itu.