eramuslim.com – Tidak lama menjelang wafatnya, seorang kyai kharismatik di Tebet Jakarta bertutur kepada penulis yang sedang bertamu di rumahnya. Pak Kyai yang belakangan dikenal menandatangani fatwa 1981 yang menghebohkan di Indonesia karena mangharamkan Umat Islam mengucapi selamat natal kepada pihak Nasrani ini secara singkat menuturkan kegelisahannya hingga tidak dapat tidur.
Kenapa?
Karena mendapatkan telepon (saat itu belum beredar hp –telepon genggam, jadi telepon di rumah atau kantor) bertubi-tubi. Rata-rata berupa hujatan dan protes, kenapa Pak Kyai berdoa di Tanah Abang tempat yang sejatinya adalah markas pihak-pihak yang mengatur rekayasa memusuhi Islam.
Bagaimana Kyai ini akan memejamkan mata, lha dirinya merasa ditelikung orang, diminta berdoa ( ya memang secara husnuddhan orang mengundang agar seorang Kyai berdoa di suatu acara itu baik-baik saja) tetapi bagaimana pula bila benar-benar memang tempat itu untuk sarang merekayasa permusuhan terhadap Islam?
Satu sisi, Pak Kyai ini menyesali atas salah langkahnya. Sisi lainnya, beliau mendapatkan aneka suara dari dering telepon yang menyayangkannya bahkan mungkin menghujatnya.
Kyai lugu yang sehari-harinya bercelana setengah betis atau cingkrang (walau dari kalangan tradisional atau NU, ya memang di kitab-kitab kan memang dilarang isybal alias dilarang memanjangkan kain atau celana sampai bawah mata kaki) ini soal ilmu Islam tidak diragukan, bahkan orang menyebutnya, dia itu hafal halaman-halaman kitab bila menguraikan sesuatu. Namun ilmu tentang bagaimana cara menghadapi tipu-tipu dari penjahat apalagi penjahat yang arahnya merekayasa dan menyengsarakan umat Islam; maka Pak Kyai belum tentu memiliki ilmunya. Boleh jadi justru masih tetap mengedepankan husnuddhan (baik sangka) belaka. Maka mudahlah pihak tertentu menelikungnya.
Secara gampangnya bicara, kyainya ditelikung, umat Islamnya dipasung. Itulah kerja yang dilaksanakan dengan seksama sebagaimana akan diuraikan berikut ini.
Seorang wartawan senior menulis tentang Umat Islam Dipasung Lagi, yang dalam uraiannya, pemasungan itu adalah hasil dari rekayasa lembaga think-tank CSIS (Centre for Strategic And International Studies) yang sangat dipercaya Soeharto. Pemrakarsa inti CSIS adalah Pater Beek seorang pastur radikal keturunan Belanda.
Berikut ini sebagian dari uraiannya.
***