Dalam waktu dekat ini, Indonesia akan menjadi tuan rumah sebuah festival atau kontes kecantikan yang lebih popular disebut Miss World 2013. Acara ini akan digelar September nanti, dan nampaknya akan berjalan mulus, karena telah mengantongi izin dari pemerintah. Padahal banyak kalangan yang menolak dengan tegas ajang ini. akan digelar “Miss World”. Sedang puncak acara tersebut dilakukan di Sentul International Convention Centre (SICC) Bogor – Jawa Barat. Hal ini menjadi ironis, bukankah Indonesia adalah negeri Muslim terbesar di dunia? Bahkan salah satu tempat yang dipilih untuk ajang ini adalah Kab. Bogor yang dikenal religius. Tentu ini akan dapat meliberalkan kaum muslim di Indonesia yang mayoritas Muslim.
Kontes kecantikan ini berawal dari festival lomba yang bernama Festival Bikini Contest, kemudian berganti nama menjadi Miss World. pertama kali digelar di Amerika pada tahun 1854. Namun, kontes ini ternyata diprotes masyarakat Amerika hingga akhirnya kontes tidak berlanjut. Dan ironisnya panitia kontes kecantikan pertama di dunia tersebut sebelumnya sukses menggelar kontes kecantikan hewan. Lalu sukses kontes kecantikan hewan tersebut tersebut diuji-coba untuk manusia. namun beberapa tahun kemudian muncul konsep 3B yakni Brain (kecerdasan), Beauty (kecantikan), dan Behavior (Kepribadian). Konsep 3B ini sebenarnya hanya untuk memoles kontes kecantikan agar diterima banyak kalangan. Sementara Indonesia baru ikut-ikutan kontes kecantikan kelas dunia pada tahun 1982.
Ajang Kontes kecantikan menjadikan perempuan dan tubuhnya sebagai barang dagangan di atas panggung, catwalk, majalah, koran, dan televisi. Kecantikan dan tubuh perempuan peserta kontes dijadikan alat promosi industri rating media, industry alat komestik, dan industri fashion. Maka jelas, ajang ini menjadikan tubuh wanita beserta kecantikannya sebagai komoditas bisnis yang menguntungkan pihak-pihak tertentu yang tidak peduli halal-haram dan hanya memanfaatkan tubuh perempuan agar menjadi daya tarik konsumen, Itulah sebenarnya tujuan utama kegiatan kontes kecantikan. Yakni, eksploitasi tubuh perempuan untuk keuntungan bisnis tertentu. Ironisnya, kegiatan bisnis ini dikemas dengan jargon-jargon sosial bahkan pendidikan. Seolah-olah, kontes kecantikan perempuan adalah untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan. Padahal, Dalam pandangan kapitalisme perempuan dipandang dengan pandangan terbuka. Hingga terbuka segala-galanya, pakaiannya, dan auratnya dilihat sebagai symbol keindahan. Ideologi kapitalisme telah menjerat perempuan sebagai mahluk cantik yang dipertontonkan dan dijadikan sumber keuntungan, padahal sungguh (secara tidak sadar) hal itu adalah symbol penghinaan.
Pandangan ini sangat bertolak belakang dengan Islam. Islam memandang wanita sebagai manusia terhormat dan mulia yang wajib mendapat perlindungan. Islam menjaga wanita dengan mensyariatkan agar wanita menutup auratnya dari laki-laki yang bukan mahramnya, serta melarang bertabaruj. Meski begitu, Islam tetap membolehkan wanita untuk beraktivitas yang tidak menyalahi fitrahnya. Islam membolehkan interaksi pria dan wanita dalam hal-hal tertentu yang umum. Meskipun ada aturannya, diantaranya laki-laki dan wanita harus menjaga pandangannya. Wanita pun dihargai bukan dari penampilan fisiknya,melainkan dari keshalihan dan ketakwaannya. Hal ini menjadikan para wanita berfokus kepada amal-amal kebaikan yang membawanya kepada derajat takwa, dan terjaga. Islam mencegah segala hal yang dapat menjadikan perempuan sebagai obyek bisnis ataupun seksual. Namun, perlindungan Islam ini tak mungkin dilakukan oleh individu saja melainkan harus oleh negara. Maka, kebutuhan akan penerapan syariat Islam dalam bingkai negara sudah sangat mendesak. Karena ini satu-satunya jalan untuk menjaga perempuan dan mencegah lebih banyak kemaksiatan yang terjadi.
Desy mayangsari
Mahasiswi Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran