Keterlambatan turunnya visa Mahasiswa/i baru (Maba) yang akan berangkat ke Mesir pada tahun ini, khususnya bagi Maba non beasiswa kembali terjadi. Pada tahun ini termasuk kasus yang sangat dan paling parah, karena sampai hari ini (Sabtu, 20 Desember 2008) belum ada kejelasan tentang visa mereka. Padahal ujian Term 1(Semester 1) sudah akan di mulai pada tanggal 10 Januari 2009.
Tahun sebelumnya termasuk kasus yang lumayan parah juga (visa keluar pada tanggal 3 Desember 2007), tapi akhirnya semuanya bisa berangkat ke Mesir untuk melanjutkan studi mereka. Bagaimana pada tahun ini?????, Wallaahu A’la Wa A’lamu Bishshowab.
Kalau dilihat dari proses pemberangkatan Maba non beasiswa pada tahun 1980-an sampai awal 2000-an, dimana mereka berangkat tanpa dikoordinir oleh lembaga pemerintah, dalam hal ini Depag, mereka tidak menemui kesulitan dalam masalah keluarnya visa.Tetapi setelah diberlakukannya proses wajib seleksi bagi seluruh Maba beasiswa dan non beasiswa yang diselenggarakan oleh Depag, tepatnya sejak tahun 2006, maka masalah keterlambatan visa bagi Maba non beasiswa sering terjadi.
Salah satu latar belakang diadakannya seleksi ini adalah untuk meningkatkan mutu dan kualitas Maba yang akan melanjutkan studi ke Mesir, dan juga untuk mengkoordinir proses administrasi Maba khususnya dalam hal uji kelayakan untuk melanjutkan studi ke Mesir,serta untuk mempermudah proses jalur birokrasi pemerintahan yang harus dilalui oleh Maba.
Hal lain yang mungkin juga menjadi salah satu faktor pendorong diadakannya seleksi ini adalah karena terjadinya kenaikan signifikan jumlah Maba yang melanjutkan studi ke Mesir, tepatnya pada tahun 2004 dan 2005, dalam 2 tahun itu kedatangan Maba mencapai angka 2000-an lebih. Makanya agar ada keseimbangan antara kuantitas dan kualitas Maba, akhirnya seluruh Camaba (calon mahasiwa/i baru) baik yang mengambil jalur beasiswa ataupun yang non beasiswa harus mengikuti seleksi yang diselenggarakan oleh Depag.
Kebijakan ini pertama kali dilaksanakan pada tahun 2006. Hal ini merupakan sebuah i’tikad baik dari pemerintah yang harus didukung. Depag dalam hal ini berperan sebagai penyelenggara utama yang mana tentunya kita berharap penyelenggaraan yang dilaksanakan oleh sebuah lembaga pemerintah akan memberikan banyak kemudahan dalam seluruh proses pemberangkatan Maba.
Tetapi justru yang terjadi sebaliknya, dalam 2 tahun terakhir (2006 & 2007), sampai tahun ini (2008), justru Maba non beasiswa mengalami keterlambatan keluarnya visa yang mengakibatkan keterlambatan keberangkatan mereka ke Mesir.
Kita tidak mengklaim bahwa keterlambatan ini disebabkan oleh kesalahan lembaga Depag atau lembaga Deplu ataupun pihak Kedubes Mesir di Jakarta secara lembaga.
KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) sebagai lembaga perwakilan pemerintah RI di Mesir juga telah mencoba memberi penjelasan tentang penyebab keterlambatan keluarnya visa maba yang disampaikan oleh Bapak Muhammad Abdullah selaku Acting ATDIKBUD (Atase Pendidikan Dan Kebudayaan) KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) Kairo dalam wawancara yang diliput oleh Informatika Edisi 1 40/1 6-30 November 2008, kutipannya sebagai berikut "Alasan keterlambatan pengeluaran visa yang beliau kemukakan bisa disimpulkan dalam sebuah kalimat; kurangnya koordinasi dan komunikasi antara Depag dan Kedutaan Mesir"(Info lengkap baca di buletin Informatika).
Tapi yang sangat kita sayangkan,kenapa masalah keterlambatan visa ini terjadi berkali-kali, tanpa ada penyelesaian yang tuntas, padahal masalah ini menyangkut masa depan anak bangsa dalam melanjutkan studinya, mahasiswa/i ini merupakan aset bangsa yang sangat berharga, dan jika dikelola dengan baik, suatu saat mereka akan memberikan sumbangsih positif kepada bangsa Indonesia.
Kita tidak mengkalim bahwa 2 lembaga (Depag dan Kedubes Mesir di Jakarta) ini bermasalah, tetapi yang bermasalah adalah oknum-oknum yang berada pada 2 lembaga (Depag Dan Kedubes Mesir Jakarta) ini, apakah disengaja atau tidak, tapi bisa dikatakan bahwa oknum-oknum tersebut kurang/tidak bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya.
Mereka kurang memperlihatkan i’tikad baik dalam menyelesaikan persoalan yang sebenarnya sangat sederhana, tetapi karena tidak diselesaikan dari jauh-jauh hari dengan serius, akhirnya masalah ini menjadi akut dan akan menjadi kasus nasional, dan ujung-ujungnya yang menjadi korbannya adalah Mahasiswa/i non beasiswa yang akan melanjutkan studi ke Mesir.
Seluruh prosedur administratif baik di Mesir maupun di Indonesia sudah dipenuhi oleh seluruh Maba, dan tidak ada permasalahan.Bahkan jauh-jauh hari sebelum keberangkatan, mereka sudah menyelesaikan seluruh kewajiban administratif.
Hal ini menunjukkan bahwa Mahasiswa/i yang telah dinyatakan lulus seleksi Depag yang berjumlah kurang lebih 500-an ini mempunyai keinginan yang serius dan tekad yang bulat untuk menuntut ilmu ke Mesir, tetapi mereka terbentur dan dibenturkan dengan proses birokrasi yang tidak jelas yang dilakoni oleh oknum-oknum pada 2 lembaga pemegang kebijakan tertinggi (Depag dan Kedubes Mesir).
Kita bisa membayangkan bagaimana pengorbanan yang telah dilakukan oleh para Maba dan orang tua mereka untuk mewujudkan cita-cita anaknya agar bisa melanjutkan studi ke Mesir, baik materil maupun moril.Disamping itu, masyarakat luas dari berbagai wilayah di Indonesia sangat mengharapkan adanya perubahan regenerasi anak bangsa kearah yang lebih baik, dan Mesir dianggap sebagai salah satu tempat yang sangat menjanjikan untuk menuju perubahan tersebut.
Beban mental yang dirasakan oleh Maba tahun ini juga tidak ringan, karena sebuah agenda besar yang telah mereka rencanakan pada tahun ini masih terkatung-katung dan tidak ada kejelasan.
Hal ini disebabkan oleh berbelitnya proses birokrasi yang dimainkan oleh oknum – oknum yang berada lembaga – lembaga pemegang kebijakan.
Kalau boleh kita nilai, ada oknum – oknum yang dengan sengaja mempermain-mainkan, membiarkan dan tidak menyikapi masalah visa maba ini dengan serius, karena tidak atau belum ada tekanan dari pihak lain.
Pada dasarnya, PPMI (Persatuan Pelajar dan mahasiswa Indonesia Di Mesir), KPP (Komite Pelaksana Pendaftaran) Maba PPMI, organisasi-organisasi penyelenggara pemberangkatan Maba (mediator & mitra mediator ) dan lembaga-lembaga Masisir (Masyarakat Indonesia Di Mesir) lain yang ikut terlibat dalam penyelenggaraan pemberangkatan Maba juga ikut terkena getahnya, dirugikan secara moril dan materil, serta bisa jadi akan dijadikan kambing hitam oleh Maba karena belum mampu menepati janjinya, apa lagi kalau Maba tersebut belum memahami pokok permasalahan.
Masisir tidak bisa berbuat banyak, karena kebijakan sepenuhnya dipegang oleh 2 lembaga tersebut (Depag dan Kedubes Mesir di Jakarta).KBRI pun selaku lembaga perwakilan RI di Mesir belum mampu menggolkan agenda Loka Karya, yang mana salah satu agenda besarnya adalah agar kedatangan Maba ke Mesir di usahakan jauh – jauh hari sebelum ujian. Lobi – lobi melalui jalur diplomasipun belum membuahkan hasil yang diharapkan, tetapi yang pasti bahwa KBRI sudah berusaha.
Masalah ini bukan lagi sekedar masalah lokal antara Mahasiswa/i baru dengan oknum – oknum di lembaga – lembaga pemegang kebijakan, atau hanya sekedar miss communication antara oknum – oknum pada2 lembaga pemegang kebijakan tersebut, tetapi hal ini sudah merupakan sebuah kasus nasional yang harus disampaikan kepada lembaga – lembaga tinggi pemerintah ditingkat pusat, seperti Presiden RI dan DPR RI,dengan harapan agar ditindak lanjuti dengan serius, sehingga kasus – kasus seperti ini tidak terjadi lagi.
Apalagi kalau seandainya pada tahun ini terjadi pembatalan keberangkatan Maba ke Mesir, maka masalahnya akan berbuntut panjang. Karena kasus ini merupakan salah satu bentuk penjegalan terhadap pendidikan nasional bagi waraga Negara.
Kita tidak pernah ingin menghakimi, atau mencaci lembaga–lembaga pemerintah atau lembaga–lembaga pemegang kebijakan, tetapi kita hanya menginginkan agar para pemegang kebijakan pada lembaga-lembaga tersebut menjalankan tugasnya sebaik–baiknya,karena merekalah yang bertanggung jawab dalam menjalankan amanah yang telah mereka ucapkan dalam sumpah jabatan, seperti itu pula bahwa mereka juga berkewajiban dalam mematuhi peraturan perundang–undangan yang berlaku di Negara kita.
Kita sebagai Masisir (Masyarakat Indonesia Di Mesir)seharusnya juga mempunyai sikap yang jelas dan tegas dalam menyikapi masalah ini, kita harus kritis terhadap kebijakan–kebijakan yang dilakukan oleh oknum-oknum pemerintah dan pemegang kebijakan yang berpotensi merugikan mahasiswa pada khususnya, dan generasi penerus bangsa pada umumnya. Karena Masisir merupakan bagian dari generasi bangsa.
Muhammad Taufik Bin Arman Yunus Alminangkabawi
(Mahsiswa Tingkat IV (Akhir) Fakultas Hukum Islam Dan Perundang – Undangan Jurusan Hukum Islam universitas Al Azhar Asysyarif Kairo