( Penggiat CIIA Devisi Kajian Sosial Budaya )
Sampai hari Sabtu besok, 7 Desember 2013, Kementrian Kesehatan menggagas Pekan Kondom Nasional yang digelar oleh Komisi Penanggulangan Aids Nasional (KPAN) dengan tujuan untuk mengedukasi generasi muda tentang kesehatan alat reproduksi dan ancaman penyakit HIV-Aids. Dalam operasionalnya Pekan Kondom Nasional menggunakan bus konsultasi yang akan berkeliling ke kamus-kampus di Jakarta dan beberapa tempat berkumpul anak muda.
Menteri Kesehatan Dr Nafsiah Mboi, sebagaimana dikutip Detik dalam Konferensi Pers Hari AIDS Sedunia di Sekretariat Komiter Penanggulangan AIDS Nasional, Jl Johar Menteng, Jakarta, Sabtu (30/11/2013), mengatakan tujuan Pekan Kondom Nasional untuk mengurangi penularan virus HIV melalui perilaku seks berisiko. Dimana hingga Juni 2013, pengidap HIV dan AIDS yang tercatat oleh KPAN sebanyak 10.210 pengidap HIV dan 780 pengidap AIDS.
Menurutnya, Kemenkes punya kewajiban untuk mengurangi penularan HIV. Pada perilaku seks berisiko, penularan HIV bisa dicegah dengan menggunakan kondom, meskipun tentunya, menghindari perilaku seks berisiko jauh lebih dianjurkan.“Persentase penularan HIV dari jarum suntik turun dari tahun-tahun sebelumnya. Namun penularan melalui perilaku seks berisiko naik menjadi hampir 60%,” ujarnya lagi. Rencananya sebagian besar produsen kondom di Indonesia akan membagi-bagikan produk mereka secara gratis kepada masyarakat.
Pada bagian lain, Koordinator Pelaporan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) Djadjat Sudrajat menyebutkan bahwa penggunaan kondom saat berhubungan intim bisa mencegah penularan HIV/AIDS hingga 100 persen.“Penggunaan kondom saat berhubungan intim bisa mencegah hingga 100 persen,” kata Djadjat saat ditemui di Jakarta Pusat, Senin (25/11/2013) sebagaimana dikutip Antara. Dia mengemukakan dengan penggunaan yang benar, kondom bisa menghindarkan kedua belah pihak terjangkit penyakit yang belum bisa disembuhkan ini. “Asal tidak bocor, dan cara pakainya benar,” katanya.
Pekan Kondom Nasional harus ditolak!
Benarkah apa yang disampaikan oleh Menkes dan Koordinator Pelaporan KPAN? Setidaknya ada beberapa jawaban logis yang dapat dikemukakan untuk menolak argumentasi mereka sebagai berikut:
Pertama, Pada dasarnya Pekan Kondom Nasional hanyalah langkah sesat yang ingin dijejalkan ke masyarakat untuk merusak kalangan remaja, dan generasi muda. Terbukti dengan kegiatannya yang justru datang ke kampus-kampus dan tempat berkumpulnya anak muda. Kegiatan ini sama saja dengan memotivasi mereka untuk menggunakan kondom, padahal mereka adalah kalangan mahasiswa yang dipastikan 90 persen belum menikah. Mustahil kondom-kondom itu digunakan untuk hal lain seperti untuk mainan balon udara, pasti untuk berhubungan sex di luar nikah. Hal ini sama saja mendorong generasi muda untuk menikmati sex sebelum saatnya. Menginspirasi mereka melakukan hubungan intim dalam koridor pergaulan bebas. Jadi jelas PKN bukan Pekan Kondom Nasional, tapi lebih tepat disebut Pekan Kendor Nasional alias pekan mengendorkan iman anak muda secara nasional agar mau berzina dengan memakai kondom.
Kedua, tujuan penyelenggaraan Pekan Kondom Nasional untuk mengurangi penularan penyakit HIV/Aids sebagaimana diungkapkan Djadjat Sudrajat Koordinator Pelaporan KPAN adalah kebohongan besar yang amat menyesatkan. Pada Konferensi AIDS se-Dunia di Chiangmai, Thailand tahun 1995, diumumkan hasil penelitian ilmiah, bahwa kondom tidak dapat mencegah penularan HIV/AIDS . Sebab ukuran pori-pori kondom jauh lebih besar dari ukuran virus HIV. Ukuran pori-pori kondom sebesar 1/60 mikron dalam kondisi normal dan membesar menjadi 1/6 mikron saat dipakai. Sedangkan ukuran virus HIV hanya 1/250 mikron. Jelas virus HIV sangat mudah bebas keluar masuk melalui pori-pori kondom. Maka, jika dikatakan kondomisasi dapat menangkal penularan virus HIV/AIDS, itu jelas menyesatkan dan membodohi masyarakat.
Ketiga, Pekan Kondom Nasional adalah senjata baru penjajahan negara kafir terhadap umat muslim. Mereka tak ingin pemuda Islam menjadi tangguh dalam menggenggam Islam. Dijauhkannya generasi Islam dari ajarannya. Indonesia adalah negeri yang mayoritas penduduknya muslim, yang mengajarkan sex bebas sebagai hal yang amat terlarang. Ajaran ini yang akan mereka serang. Sisi nafsu / syahwat yang tidak lepas dari manusia terutama remaja yang sedang bergolak-golaknya mereka manfaatkan, sehingga generasi muda Islam tak takut lagi untuk berzina. Dibodohinya generasi bahwa kondom adalah “pahlawan” yang akan mengamankan mereka dari dampak perilaku sex beresiko (di luar nikah ). Dilupakannya mereka akan ajaran agama, bahwa ada Malaikat Roqib Atid yang tak pernah salah mencatat tiap perbuatan.
Keempat, Pekan Kondom Nasional hanyalah sebuah lipstik yang sama sekali tidak menyelesaikan inti masalah yang sesungguhnya. Justru sebaliknya, menimbulkan masalah baru. Karena agendanya yang justru mendorong generasi muda untuk menggunakan kondom sesuai fungsinya, sama saja mendorong makin merajalelanya perilaku sex bebas. Padahal sebagaimana dikatakan Menkes 60 persen penularan HIV adalah dari sex bebas. Lagipula kondom pun sama sekali tak mampu menghindarkan dari penyakit kelamin yang lain. Doktor Ricki Pollycove, pakar kesehatan dari California Pacific Medical Center San Francisco, mengatakan bahwa didapatkan sejumlah temuan, kondom tidak bisa mencegah penyakit herpes. Sejumlah orang tetap terinfeksi herpes meski mereka sudah menggunakan kondom dengan benar (sfgate.com, 21/1/2013).
Kelima, Pekan Kondom Nasional adalah bagian dari sistem kapitalis dan upaya segelintir orang untuk meraih keuntungan pribadi /bisnis agar perusahaan kondom tetap eksis. Semakin banyak orang yang ketagihan sex sementara ybs belum menikah akan semakin banyak kondom dibutuhkan. Semakin banyak yang “mengkonsumsi” kondom semakin besar keuntungan bisa mereka keruk, meskipun caranya dengan merusak generasi muda. Kapitalis tak peduli.
Seharusnya yang dilakukan Pemerintah untuk menekan bahkan menghilangkan penyakit menular seksual HIV, Aids dan kawan-kawan adalah dengan melakuan kegiatan pencegahan dan penanggulangan pada sumber atau akar masalah, yaitu dengan menerapkan sanksi yang tegas bagi pelaku sex bebas, baik dari kalangan mereka yang sudah pernah menikah atau lajang, juga dari mereka yang melakukan penyimpangan seksual homo dan lesbi. Selain itu adalah dengan mengobati mereka yang berpenyakit HIV/Aids yang bukan akibat dari perilaku sex bebas seperti bayi yang tertular ibunya, istri/suami yang tertular pasangan sahnya, dll dengan cara diisolasi, dipisahkan dari mereka yang sehat agar tidak menularkan penyakitnya. Sebab ternyata tanpa kontak seksual pun HIV / Aids bisa menular pada orang lain.
Jadi jelas bukan cara yang Menkes gagas, yang malah justru “menghadiahi” dengan kondom dan memperlakukan orang dengan infeksi HIV/Aids sama seperti orang sehat lainnya. Seandainya seluruh penderita HIV/Aids yang merupakan pelaku sex bebas dari kalangan mereka yang sudah pernah menikah, homo, dan lesbi dilenyapkan dari muka bumi ( dirajam, dibunuh ) serta dari kalangan yang belum menikah dicambuk (didera ) niscaya lenyap pulalah penyakit yang tidak ada obatnya ini. Manusia-manusia lain tak mungkin mau mengikuti jejak perilaku sex bebas mereka. Pelaku yang dicambuk pun akan kapok dan tak mungkin mengulangi perbuatan zinanya. Wallahu’alam.
¤¤¤¤( CIIA-The Community of Ideological Islamic Analyst : [email protected] )¤¤¤¤