Kalau klaim tim kampanye itu dihitung, maka masih banyak nama yang belum disebutkan, termasuk Walikota dan Bupati yang secara terbuka menyatakan dukungan kepada 01 tetapi mereka tidak dikatakan melanggar UU Pemilu. Jadi ini ironi negara hukum.
Tenyata bukan hanya Gubernur, Menteri pun, dalam acara kenegaraan bersama IMF di Bali mengangkat 1 jari. Mereka adalah Sri Mulyani dan Luhut Binsar Panjaitan. Sudah dilaporkan, tapi tidak diproses. Bawaslu lagi-lagi menjadi pemain, bukan wasit. Maka sampai di sini wasit (Bawaslu) saya kasih piala pemain terbaik dalam liga pemilu Indonesia.
Akan tetapi acungan jari itu ketika tiba kepada Anies Baswedan, maka dukung mendukung itu adalah tindak pidana pemilu. Sebuah tontonan ketidakadilan yang mencolok mata, yang menggugah nurani dan melahirkan perlawanan.
Anies hanya mengangkat 2 jari kemudian diadili. Pernyataan dukungan pun tidak segamblang para Gubernur pendukung Jokowi-Ma’ruf. Lalu ia harus dikebiri oleh penegak hukum, dalam hal ini Bawaslu.
Saya melihat ini sebagai ironi negara hukum. Semua menjadi perpanjangan tangan kepentingan politik pihak tertentu, sehingga integritas penyelenggara pemilu wajib dipertanyakan.
Kenapa mereka begitu takut kepada 2 jari Anies Baswedan?
2 jari itu adalah jari kebenaran dan jari kemenangan. 2 jari itu juga akan memegang paku di bilik suara. Tidak mungkin menggunakan satu jari. Kertas suara tidak akan tercoblos kalau menggunakan satu jari. Mereka takut karena Anies lebih berpengaruh dari 30 Gubernur yang diklaim itu tadi.
Apabila tim 02 Prabowo-Sandi mengkritik cara Bawaslu ini, mereka akan mengatakan, bahwa tim 02 Prabowo-Sandi sedang mendelegitimasi pemilu. Pikiran ini kasarnya sangat picik. Sementara tontonan ketidakadilan terbuka dihadapan publik. Mereka ingin melemparkan tuduhan, tetapi mereka sendiri sedang merusak sistem hukum dan sistem demokrasi.