Oleh : Abu Fikri (Aktivis Gerakan Revivalis di Indonesia)
AS dibawah komando Obama hampir mampu menyatukan berbagai negara termasuk Indonesia menjadikan IS sebagai “common enemy”. Tanpa mencoba merefleksi bagaimana sejarah panjang peta percaturan politik AS bersama sekutu-sekutunya di berbagai negara. Tulisan ini bukan bermaksud untuk membela IS atau sebaliknya memojokkan AS tetapi sekedar melihat sebuah fenomena dimana IS mampu menjadi magnet yang bisa menyatukan kepentingan AS bersama dengan berbagai negara yang mendukungnya. Berbarengan dengan beragam kejanggalan pemberitaan seputar IS. Di antaranya Pertama,beberapa keganjilan video pemenggalan 2 warga negara AS yang berhasil diungkap oleh Al Jazeera. Kedua,ditemukannya beberapa jenis persenjataan di tangan IS dari jenis yang dimiliki oleh AS dan Arab Saudi. Dan lain-lain. Desain opini melalui berbagai momentum yang dikaitkan IS mirip dengan peledakan WTC pada peristiwa 9/11. Cuman jika dulu fokus pada satu titik momentum. Saat ini seluruh momentum yang dikaitkan dengan IS dikompilasi dalam berbagai tayangan video/berita secara sporadis. Semuanya berujung pada sebuah legitimasi pentingnya dilakukan invasi militer. Ingat invasi AS ke Afghanistan dan Irak menggunakan legitimasi perburuan terhadap terduga pelaku pengeboman WTC Usama bin Laden pimpinan Al Qaeda. Belakangan diragukan kebenaran otak pelaku pengeboman WTC adalah Usama Bin Ladin. Maka nampaknya dalam pandangan AS, IS perlu dikonstruksi secara rasional sebagai entitas yang layak sebagai musuh bersama dunia. Salah satu jalan yang paling efektif untuk membrandingnya adalah dengan memblow up secara masif gambaran ideologi IS sebagai sebuah ideologi penuh kekerasan. Dan diduga potensial menciptakan kekerasan dunia. Meski belakangan ajakan rencana serangan AS dengan skala luas ditampik oleh Turki. Dan disikapi secara dingin oleh China.
Berbeda dengan konstelasi internasional di seputar potitioning IS di mata AS bersama para pendukungnya dengan konstelasi politik nasional yang berkembang di negeri ini. Fenomena IS benar-benar dimanfaatkan secara utuh oleh para pengambil kebijakan negeri ini. Di antaranya bahwa BNPT tahu persis gaya, pola dan target gerakan-gerakan yang dikategorikan sebagai kategori radikal. Baik radikal secara aksi maupun secara pemikiran. Hal itu diperkuat oleh dukungan TNI Polri yang tetap komit bahwa NKRI harga mati. Jika nampak secara formal di banyak kesempatan TNI Polri membuka wacana dialog bagi kelompok-kelompok radikal hal itu sebenarnya dalam kerangka untuk mengembangkan fungsi kontrol dan monitoring. Contoh kasus adalah kedatangan delegasi beberapa ormas Islam saat diterima audiensi pertanyaan yang sering dilontarkan adalah berapa jumlah anggotanya. Beberapa hari yang lalu 10 September 2014, Jendral Moeldoko (Panglima TNI) mengumpulkan semua Ormas Islam di Cilangkap membuat MOU dengan seluruh Ormas Islam (NU dan lain lain) meminta ijin babinsa/intel terbuka untuk masuk ke pesantren-pesantren guna mensosialisasikan bahwa NKRI harga mati dan tangkal seluruh paham radikal untuk merubah NKRI. Di tengah hampir semua ormas islam menyatakan bahwa NKRI harga mati.
Di sisi lain BNPT dengan program deradikalisasinya membuat seluruh instansi larut dalam pusaran isu ISIS sebagai legitimasi. Dan semua kementrian lintas sektoral diinstruksikan agar sinergi mengawal penangkalan terhadap paham radikal di antaranya khilafah dan jihad. Yakni sinergi Kemenlu, Menkoinfokom, Mabes TNI, BNPT, BAIS,Komnas HAM, Pengadilan Tinggi, dan lain-lain. Sementara itu juga ditempuh jalan legal melalui regulasi dengan substansi antara lain ; menjerat aktifitas yang diklaim sebagai menghasut, provokasi, menebar ideologi kebencian, mengajak kekerasan, mengancam kebinekaan melalui RUU BNPT, revisi UU Terorisme dan RUU Paham Radikal. Selain jalan ilegal melalui rekayasa. Rekayasa untuk menjadikan gerakan islam yang diklaim sebagai radikal pemikiran hanya sebagai “pemanis” dalam pernak pernik Demokrasi. Atau melakukan operasi 5i pada gerakan radikal aksi. Infiltrasi, radikalisasi, aksi, stigmatisasi dan monsterisasi. Mengkotak khilafah dan jihad sebatas wacana pemikiran saja. Menyumbat seluruh saluran yang memungkinkan terjadinya Islam sebagai aturan hidup bernegara dan bermasyarakat. Dengan memantapkan doktrin bela negara sebagai sumpah setia TNI Polri mengawal dan menjaga NKRI. Secara internasional, akhir Oktober ini PBB meminta sekitar 17 orang disetor sebagai teroris dari Indonesia jika tidak dilaksanakan maka dikenakan sanksi dan lain lain. Dimunculkan juga resolusi PBB untuk membekukan aset dan penyitaan aset sampai 7 turunan kepada yang diklaim teroris. Wallahu a’lam bis shawab.