Kekufuran undang-undang Ilyasiq dan yang semisal.
Sungguh prihatin dan sangat membuat kita mengelus dada jika kita melihat pada masa sekarang beberapa muslim bahkan berbaju “aktivis dakwah” berseru kepada masyarakat untuk taat kepada penguasa bagaimanapun kondisinya. Dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah mereka yg begitu toleran thd penguasa yang secara nyata dan jelas membuat hukum atau pedoman hidup tandingan daripada petunjuk Allah dan Sunnah RasulNya namun sebaliknya, begitu cepat terlontar dari mulut mereka julukan-julukan buruk kepada sesama saudaranya sendiri dn para mujahid yang menentang penguasa ketika mereka melihat penguasa melakukan tindakan kekufuran dengan sebutan Khawarij, takfiri, bughot bahkan kilaabun naar. Padahal, keagungan Islam mengajarkan bahwa ketaatan kepada para penguasa adalah dalam rangka mentaati Allah dan RasulNya, berpedoman kepada kitabullah dan sunnah RasulNya dan tidak ada ketaatan dan ketundukan kepada para penguasa ketika jelas-jelas melakukan tindakan kekufuran kepada Allah dan RasulNya seperti mengganti dan merombak syariat-syariatNya. Maka penguasa seperti ini tidak pentas dijadikan sebagai ulil amri. Sebagaimana AlQur’an menegaskan :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasulny dan ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan rasulnya (AlQur’an dan As Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya”. (Q.S An Nisa : 59)
Rasulullah bersabda :
“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam telah mengajak kami, dan kamipun membaiat beliau, diantara bai’at yang diminta dari kami ialah hendaklah kami membai’at untuk senantiasa patuh dan taat, baik dalam keadaan senang maupun susah, dalam kesulitan maupun kemudahan, dan mendahulukannya atas kepentingan dari kami, dan janganlah kami menentang orang yang telah terpilih dalam urusan kepemimpinan ini, beliau bersabda” :
إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
”kecuali jika kamu melihat KEKUFURAN YANG NYATA dan ada buktinya bagi kita dari Allah S.W.T.”
(HR. Bukhari)
“Wahai umat manusia !, bertakwalah kpd Allah. Dengarlah dan taatilah meskipun kalian dipimpin oleh seorang budak Habsyah yang berambut keriting selama dia melaksanakan kitabullah (HR Ahmad)
Lalu, bagaimana jika penguasa berpaling dari kitabullah dan sunnah nabiNya tetapi membuat sumber hukum dan konsep hidup tandingan ? Apakah hal tersebut tindakan kekufuran ? Kejadian seperti ini sebenarnya sudah pernah terjadi pada umat Islam di abad pertengahan dan para ulama-ulama besar telah mengambil sikap atas kejadian ini. Berikut adalah cerita yang saya sarikan dari tulisan seorang Ikhwah yang mengajak kita mengambil pelajaran dari sejarah perjalanan umat Islam. Mari kita Simak :
Tentang Il-Yasiq, Undang-undang Kufur dari Bangsa Tatar
Dulu, dikalangan umat Islam pernah diberlakukan undang-undang IL-YASIQ. Apa itu ?
IL-YASIQ adalah sebutan untuk kitab perundang-undangan yang diterapkan oleh bangsa Tatar. Ia merupakan sebuah kitab panduan yang berisi hukum perundang-undangan yang isinya dicomot dari berbagai sumber hukum, yaitu syariat Allah yg telah dihapus dari syariat kaum yahudi, nashrani, pendapat Jenghis Khan sendiri dan ada juga sebagian ajaran Islam yang kesemuanya berdasarkan hawa nafsu dan selera Jenghis Khan belaka. Jadi, yg perlu digaris bawahi adalah bahwa TIDAK SEMUA PASAL DIDALAM KITAB UNDANG-UNDANG ILYASIQ BERTENTANGAN DENGAN ALQUR’AN atau syariat Islam, ADA YANG SEJALAN, karena merupakan kompilasi hukum yang bercampur aduk. Tapi tp kenapa undang-undang ini dapat mengkufurkan pelaku yang bersandar kepadanya ? Mari kita tinjau lebih jauh apa itu Ilyasiq.
IL-YASIQ disebut juga dengan nama il-yasa atau il-yasaq. IL-YASIQ sendiri dibuat oleh raja Tatar bernama Jengish khan. Raja yang kafir yang kemudian diagung-agungkan oleh bangsa Tatar. Bahkan setelah sebagian orang-orang Tatar masuk islampun, mereka masih mengagungkannya dan menyamakan kedudukannya dengan kedudukan Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam.
Tatkala bangsa Tatar berhasil menguasai Baghdad dari tangan kaum muslimin pada tahun 656 H, raja mereka Hulaghu khan yang congkak yang merupakan cucu dari Jengis khan bermaksud ingin melebarkan sayap kekuasaannya dan menaklukkan sisa-sisa negeri islam didataran syam, mesir dan yang lainnya.
Umat islam disepanjang zamanpun belum pernah mendapatkan cobaan adanya undang-Undang kufur yang dipaksakan atas kaum muslimin melainkan diawali tatkala pasukan Tatar memasuki kota Baghdad dan menguasai sebagian wilayah islam,mereka menerapkan IL-YASIQ .Selain bahwa bangsa Tatar telah membantai lebih dari 800.000 orang muslimin-muslimat dalam waktu 40 hari saja (begitu yang disampaikan oleh Ibnu Katsir dalam albidayah wan-nihayah).
Tatkala Hulaghu khan masuk kota Baghdad, kemudian merebut Yordania dan Palestina lalu bergerak menuju syam (Damaskus) maka ALLAH Azza wa Jalla menuntun Qurthuz dan Zahir Baibars untuk membendung serangannya. Quthuz menghadapi pasukan Tatar dalam peperangan di ‘Ain Jalut tahun 658 H, dan berhasil mengalahkan mereka serta meluluhlantakkan kekuatan mereka. Setelah berhasil mengalahkan pasukan Tatar , Quthuz menyungkur sujud kepada ALLAH Azza wa Jalla.
Disisi lain, Hulaghu khan hendak memberlakukan hukum yang dibuat oleh kakeknya Jengis khan, itulah IL-YASIQ , atau ilyasa, atau as-siyasah al-mulkiyah (undang-Undang kerajaan). Maka para ulama pada saat itu memutuskan tegas dalam persoalan tersebut. Kendati orang-orang Tatar mengerjakan sholat dan berpuasa (sebab diantara mereka juga ada masuk islam, dan sebagian muslimin tempatan bergabung dengan pasukan Tatar), akan tetapi mereka berhukum dengan IL-YASIQ. Keadaan ini menjadikan kaum muslimin merasa berat untuk memerangi mereka (karena diantara mereka ada yang muslim). Ketika itulah syekh Ibnu Taimiyyah rahimahullah tampil berfatwa : “Jika kalian melihat aku berada bersama mereka (Tartar) sedang mushhaf al-Qur`an berada diatas kepalaku, maka bunuhlah aku”.
Dan seorang ulama lain (boleh jadi orang alim itu adalah Al-‘Izzu bin Abdussalam) memegang IL-YASIQ ditangannya, kemudian dihadapan khalayak ramai dia bertanya : “apa ini ?” . Merekapun menjawab, “IL-YASIQ”. Kemudian ulama itu berkata, “Barangsiapa yang memutuskan hukum dengan (pedoman) kitab ini maka sesungguhnya dia telah kafir, dan barangsiapa yang berhukum kepadanya maka sesungguhnya dia telah kafir”.
Itulah diantara penggalan kisah yang diceritakan oleh Ibnu katsir dalam albidayah wannihayah (jilid 13 , hal 263), sejarah bangkitnya para ulama menyerukan kepada kaum muslimin untuk memerangi Tatar yang telah menerapkan hukum perundang-undangan IL-YASIQ kepada rakyatnya. Para Ulama menyerukan untuk memerangi mereka walaupun diantara mereka ada yang telah mengucapkan syahadat. Disebutkan juga bahwa siapa saja yang berhukum kepada IL-YASIQ maka dia menjadi kafir, sebab memang bagi kaum muslimin wajib berhukum dengan apa yang diturunkan ALLAH Azza wa Jalla
Setelah menguraikan banyaknya kelemahan dan kesesatan dari IL-YASIQ, maka Ibnu Katsir berkata, “barangsiapa yang meninggalkan syari’at yang sempurna yang diturunkan pada Muhammad putra Abdullah , penutup para Nabi,.. dan lalu ia berhukum kepada syari’at-syari’at selainnya yang telah dihapuskan , maka sesungguhnya dia telah kafir. Maka bagaimana halnya dengan orang yang berhukum kepada Ilyasiq (Hukum Buatan) dan mengutamakan ilyasiq atas syariat Islam, maka tidak diragukan lagi bahwa dia kafir menurut ijma kaum muslimin”.
Didalam hukum memerangi Tatar ini dijelaskan pula oleh Ibnu Taimiyyah ketika menjawab pertanyaan hukum memerangi Tatar yang mana diantara mereka ada yang muslim. Beliau menjawabnya dengan panjang lebar yang dimuat dalam majmu fatawa juz 25 hal 570.
Undang-Undang positif adalah IL-YASIQ modern abad ini
Sesungguhnya hukum perundang-undangan yang diterapkan oleh para penguasa di abad ini dimana hukum tersebut bukan hukum apa yang diturunkan ALLAH Azza wa Jalla, maka ia adalah dikatagorikan seperti il-yasiq.
Ibnu Taimiyyah berkata,”barangsiapa berhukum kepada sesuatu yang menyelisihi syariat ALLAH dan Rasul-Nya sedangkan dia mengetahui hal itu, maka dia sejenis dengan Tatar yang mendahulukan hukum il-yasiq diatas hukum ALLAH dan Rasul-Nya” (Majmu fatawa 35/407 # Al-fatawa 27/58,59. 28/524).
Namun sangat memprihatinkan bahwa umat ini telah kehilangan prinsip dalam memahami tentang kewajiban berhukum dengan hukum ALLAH dan Rasul-Nya, sedang mereka telah terpola dan dipaksa oleh para penguasa mereka (baik disadari ataupun tidak) untuk berhukum dengan undang-Undang positif buatan manusia yang bertentangan dengan hukum ALLAH. Padahal ini suatu suatu ancaman bagi seseorang dengan kekufuran akbar yang mengeluarkannya dari islam.
Ibnu katsir Rahimahullah mengkatagorikan hukum-hukum wadh’iyah (buatan manusia) yang bertentangan dengan hukum yang diturunkan ALLAH Azza wa Jalla sebagai hukum jahiliyah yang haram untuk ditaati. Beliau menyampaikan hal ini ketika menerangkan surah almaidah : 50.
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS.almaidah: 50).
Adapun bagi muslimin di Indonesia, maka bagi orang mukmin yang jujur akan mengenal dengan gampang bahwa hukum perundangan-undangan yang ada di Indonesia sungguh jelas bahwa ia bukan hukum Islam menurut apa yang ditetapkan ALLAH dan Rasul-Nya ….
Hanya cukup dengan mengetahui sumber dari segala sumber hukumnya saja sudah bisa diketahui dengan mudah, bahwa secara konsep sumber hukum indonsia yang bermuara kepada pengakuan kekuasaan tertinggi selain Allah (Yaitu Rakyat) jelas ini merupakan sumber-dari segala sumber hukum jahiliyah yang mengikuti hawa nafsu yang bertentangan dengan qanun ilaahi, undang-Undang yg diturunkan dari langit. Ia tak ubahnya seperti il-yasiq pada masa Tatar.
Apalagi ketika secara teknis dilihat apa yang termuat dalam KUHP, undang-Undang , kepress dan peraturan-peraturan yang lahir daripadanya dan menginduk kepada dua sumber yang sesat ini, banyak perkara yang menyelisihi apa yang sudah ditetapkan ALLAH dalam perkara syari’at, dalam hal penghalalan dan pengharaman serta dalam hal menjaga kehormatan, agama dan darah manusia.
Padahal hak menghalalkan dan mengharamkan itu adalah hak ALLAH Azza wa Jalla. Ibnu Taimiyyah berkata, “jika seseorang menghalalkan yang haram yang disepakati, atau mengharamkan yang halal yang disepakati, atau mengganti syari’at yang disepakati, maka dia kafir murtad dengan kesepakatan para fuqoha” (Majmu fatawa 3/267).
Syekh Ahmad syakir berkata, “AlQuran sarat dengan hukum-hukum dan kaidah-kaidah mulia, dalam masalah-masalah sipil, perniagaan , harta rampasan perang, tawanan perang. Dan al-Qur`an juga penuh dengan nash-nash yang jelas tentang hudud dan qishash. Oleh karena itu, barangsiapa mengkleim bahwa islam hanyalah agama ibadah saja (yakni tidak ada hubungannya dengan perkara-perkara hidup yang lain seperti hudud, muamalat dan lain-lain) , maka dia mengingkari semua ini, dia telah berdusta besar atas nama ALLAH, dia mengira bahwa orang tertentu siapapun dia atau organisasi tertentu apapun berhak menggugurkan apa yang diwajibkan oleh ALLAH berupa ketaatan kepada-Nya dan mengamalkan hukum-hukum-Nya. Hal ini tidak diucapkan oleh orang Muslim, dan barangsiapa mengucapkannya, maka dia telah keluar dari islam seluruhnya dan dia menolak Islam semuanya, walaupun dia shalat, puasa dan mengaku Muslim” (Lihat Umdah at-tafsir Ibnu Katsir yang ditahqiq oleh Ahmad syakir,2/171- 172 dan juga pada kitab lainnya).
Syekh Abdullah Azzam Rahimahullah berkata, “Persoalan itu telah ditegaskan oleh para ulama. Adalah Hulagha khan dan Qazan (cicit dari Hulagha khan) lebih berakal daripada pemimpin-pemimpin kita dimasa sekarang. Qazan lantas membuat mahkamah untuk il-yasiq dan mahkamah (yang lain) untuk al-Qur`an dan as-sunnah. Ada mahkamah (pengadilan) Islam dan ada mahkamah il-yasiq . Siapa yang mendatangi mahkamah il-yasiq , maka kaum muslimin menghukuminya kafir. Dan siapa yang pergi ke mahkamah Islam, maka mereka menghukuminya muslim, dan mereka menyikapi orang tersebut sebagai seorang muslim, baginya apa-apa yang diperbolehkan untuk mereka dan atasnya pula apa-apa yang dilarang untuk mereka. Mereka memakan sembelihannya dan menikahi anak gadisnya, dan shalat bersamanya, mereka juga shalat dibelakangnya dan diapun shalat dibelakang mereka”.
Berkata Yusuf al-azham mengomentari perkataan alhafizh Ibnu Katsir Rahimahullah dalam menafsirkan firman :
ALLAHAFAHUKMUL-JAAHILIYYATI YABGHUUN…?
(Apakah hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki ?) QS.almaidah :50. (Yusuf al’azham berkata) :” Tidakkah ini menggambarkan realitas negeri-negeri Islam hari ini ?… Berapa banyak hukum il-yasiq yang ada didalamnya ?, dan berapa banyak (manusia) seperti Jenghis khan yang ada didalamnya ?, dan setiap setiap negeri mengambil satu dustur (Undang-Undang) yang menjadi pedoman sebagai pengganti al-Qur`an… bukanlah ini merupakan satu kesesatan yang nyata, yang telah dinyatakan oleh Ibnu Katsir Rahimahullah?!”.
Sedang Syekh Ahmad syakir berkata, ” hukum-hukum tadi (maksudnya hukum Wadh’i, undang-Undang positif zaman ini) dibuat oleh orang-orang yang mengaku-ngaku beragama islam, kemudian putera-putera islam mempelajarinya, dan bapak serta anak merasa bangga dengan hukumnya, kemudian pada akhirnya mereka mempercayakan nasib mereka kepada penganut “il-yasiq modern ini” dan merendahkan orang yang menyelisihi mereka dalam perkara tersebut pada agama dan syari’at mereka sebagai orang yang terbelakang dan statis, serta cap-cap buruk lainnya”.
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah berkata,”Barangsiapa meyakini bahwa sebagian orang boleh keluar dari syari’at Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam seperti Khidr boleh keluar dari syari’at Nabi Musa alaihissalam, maka dia kafir”
Dan masih banyak dalil-dalil dari kitabullah dan as-sunnah tentang wajibnya berhukum dengan apa yang datang dari ALLAH dan Rasul-Nya dan haramnya berhukum dengan selain apa telah ditetapkan oleh ALLAH dan Rasul-Nya.
Demikian pula sudah diterangkan oleh para ulama dan didalam kitab-kitab tentang aqidah dan tauhid. Salah satunya adalah didalam kitab Fathul majid syarh kitab at-tauhid karya syekh Abdurrahman bin Hasan alu syeikh dalam bab. Berhakim kepada selain ALLAH dan Rasul-Nya.
Marilah kita kembali kepada al-Qur`an dan as-sunnah dalam semua lini kehidupan kita. Dan itulah yang benar dan memberi petunjuk kepada kita. Sedangkan berhukum dengan selain keduanya adalah kesesatan yang nyata dan jahiliyah semata.
Dan sesungguhnya ibadah adalah ketaatan dan ketundukan kepada sang Khalik dalam semua aturan-Nya, dan bukan hanya dalam hal sholat dan puasa saja. Yang berarti , berhukum (membuat hukum dan atau rela dengan hukum) kepada selain ALLAH dan Rasul-Nya adalah ibadah kepada selain ALLAH yang berarti kesyirikan.
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama, yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang dzalim itu akan memperoleh adzab yang amat pedih.” (QS.asy-syura :21)
***
Wallahu a’lam.
Catatan : Syekh Ahmad bin Muhammad syakir adalah seorang ulama hadits dizaman ini bergabung dengan al-azhar, memegang tampuk peradilan (Qadha), banyak menulis kitab-kitab, diantaranya mentahqiq tafsir Ibnu Katsir dalam kitab Umdah at-tafsir , wafat 1377 H (sekitar 1947 M).
***
Disarikan dari :
– Al-bidayah wa an-nihayah jilid 13 hal. 263 dll/ karya Ibnu Katsir Rahimahullah.
– Majmu fatawa Ibnu Taimiyyah Rahimahullah, jilid 28 hal 502 dan lain-lain.
– Nawaqidul Iiman al-quliyah wal’amaliyah/ Karya Dr. Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali al abdul Lathif. (edisi Indonesia : “Keyakinan, Ucapan dan perbuatan Pembatal Keislaman” hal 445 -472 –pustaka sahifa-jakarta.
– Tabiyah Jihadiyah seri 8, hal 41-42 # jilid 11, hal 176 -180/ Karya DR. syekh Abdullah Azzam Rahimahullah. –pustaka al’alaq-surakarta.
– Tarikh Khulafa, karya imam suyuthi – pustaka alkautsar –jakarta.
– Qaulul qathi fii man imtana’a ‘an asy-syaroo’I (edisi Indonesia : Menolak syari’at islam dalam perpekstif hukum syar’i/ karya Ishamuddin Darbalah dan Ashim Abdul Majid/ pustaka al-‘alaq –surakarta.