Kemensos pada Rabu, 8 April 2020, menetapkan mekanisme penunjukan langsung pada perusahaan penyedia paket bahan pokok, penyedia goodie bag, hingga untuk jasa pengiriman bantuan sampai ke kelompok penerima manfaat.
Memilih vendor, Menteri Juliari Batubara membentuk tim khusus yang beranggota Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Pepen Nazaruddin serta dua pejabat pembuat komitmen, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.
Dua pengusaha dan seorang sumber di Kemensos bercerita, tim Juliari itu kerap menggelar pertemuan dengan calon rekanan di restoran Sate Khas Senayan seberang Kemensos, Jalan Salemba, Jakarta Pusat.
Sejak awal penunjukan, Matheus dan Adi meminta fee Rp 10 ribu per paket. Menurut sumber yang sama, duit itu diserahkan setelah perusahaan mereka mendapat surat perintah kerja dari Kementerian Sosial.
Mereka bercerita, belakangan Matheus dan Adi meminta tambahan upeti, selain Rp 10 ribu untuk Juliari Batubara, sebesar 10-12 persen dari nilai pengadaan. Penyebabnya, paket itu ada pemiliknya, yakni sejumlah politikus dan pejabat pemerintah.
Nilai rupiah yang “dicopet” itu, seperi informasi yang diterima KPK, mencapai Rp 100.000 per paket. Seperti ditulis Kompas.com, Senin (14 Desember 2020 | 16:13 WIB), bansos yang diterima masyarakat tersebut hanya senilai Rp 200.000 dari yang seharusnya Rp 300.000.
“Kalau informasi di luar sih, itu dari Rp 300 ribu, paling yang sampai ke tangan masyarakat 200 (ribu), katanya, kan gitu,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Senin (14/12/2020), dikutip dari Tribunnews.com.
Konon, duit hasil “copetan” dana bansos itu sebagian mengalir ke PDIP, dan dipakai untuk pemenangan calon dari PDIP pada Pilkada 2020 lalu. Benarkah? Ditunggu keberanian dan independensi KPK tentunya.
Apalagi, Gibran sudah berani menantang KPK, jika “Anak Pak Lurah” ini terbukti ikut menikmati dana bansoss. (fnn)
Penulis wartawan senior fnn.co.id