Assalamualaikum wr wb.
Hari ini adalah hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Nasib lima tahun kedepan bangsa ini akan ditentukan hari ini ketika para calon presiden dan wakil presiden mendaftarkan diri.
Kemarin di Bandung kita telah disajikan sebuah deklarasi supremasi dan arogansi asing atas Indonesia. Sebuah rezim ekonomi politik neoliberal kembali dikukuhkan. Dan tragisnya 21 partai politik (49,17 % suara) mendukungnya dengan gegap gempita.
Permintaan penangguhan utang untuk menjaga stabilitas ekonomi dengan kompensasi penempatan Boediono sebagai wakil presiden adalah pilihan yang menunjukkan betapa tidak berdaulatnya pemerintah.
Penetapan Boediono sebagai cawapres adalah bentuk intervensi negara-negara donor yang tidak bisa ditampik oleh SBY.
Masih hangat dalam memori kita bahwa pada tahun 96-98 ketika Boediono menjabat sebagai Direktur I BI urusan analisa kredit, terkucurlah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar 400 T. Kemudian ketika Boediono jadi Kepala Bappenas, dalam masa itu terkucurlah dana rekap perbankan 600 T. Dan semua itu masih harus ditanggung oleh rakyat hingga tahun 2032. Kita juga tidak lupa pada tahun 2001-2004 ketika Boediono menjadi Menkeu, pada saat itu keluarlah kebijakan privatisasi dan divestasi yang ugal-ugalan. Banyak aset strategis yang dilego: Indosat, BCA, tanker, dll.
Dan yang paling menyakitkan adalah para obligor BLBI justru diberikan Release and Discharge dengan kata lain dibebaskan dari masalah hukum.. sementara mereka yang menikmati BLBI melenggang, uang rakyat ratusan Trilyun melayang…dan rakyat juga yang harus membayarnya.
Kita telah muak menyaksikan paket kebijakan ekonomi yang selalu disertai dengan pencabutan subsidi, penambahan utang, membuka lebar&karpet merah untuk investasi asing yang itu benar-benar berdasarkan rumus neoliberalisme. Semestinya kita belajar dari ambruknya ekonomi dunia karena sunami krisis global, yang itu menegaskan betapa rapuhnya ekonomi neoliberal.
Solusi yang ditawarkan terbukti tidak menciptakan jalan keluar, justru malah semakin membuka pintu ekonomi nasional untuk digempur oleh krisis ekonomi global.
Pemilu 2009 harus menjadi upaya kita bersama untuk keluar dari jeratan ekonomi neoliberalisme. Jangan sampai kita biarkan neoliberalisme semakin menghegemoni Indonesia jika tidak ingin negeri ini akan terus mengalami keterpurukan. Sudah saatnya, kekuatan rakyat bersatu-padu untuk menegaskan penentangan terhadap jalan neoliberalistik, sembari mendorong penyelamatan ekonomi nasional, yang berisikan ekonom-ekonom, politisi, dan intelektual anti neoliberal dan pro-rakyat.
Jangan sampai kita biarkan mereka semakin menjerumuskan bangsa Indonesia ke arah kehancuran.
Karena itulah pada hari ini KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) menyatakan:
1. Menolak pasangan capres-cawapres serta pendukung rezim ekonomi politik neo-liberal
2. Menolak pasangan capres-cawapres yang meneguhkan supremasi asing atas kedaulatan Indonesia.
3. Mengajak rakyat bersatu-padu menentang jalan ekonomi neoliberalistik dan memperjuangkan kedaulatan berdasar pada ekonomi konstitusi.
Mengutip kata Bung Hatta, sang proklamator "Lebih baik kami melihat Indonesia tenggelam di dasar lautan daripada menjadi embel-embel bangsa lain…"
Allahu Akbar…Merdeka
Wassalamualaikum wr wb
Jakarta 16 Mei 2009
Widya Supena
Ketua KAMMI Pusat