Jusuf Kalla dan Azra Pembela Aliran Sesat

kalaOleh : Hartono Ahmad Jaiz

Kenapa Syiah dan Aliran Sesat Belum Dilarang?

Atas Jasa Azyumardi Azra dan Jusuf Kalla, Ahmadiyah Hingga Kini Bebas Menodai Islam !

Kenapa syiah dan aliran sesat sulit dilarang, bahkan tampaknya pemerintah belum melarangnya walau sudah difatwakan sesat ?

Pertanyaan itu muncul dalam Tabligh Akbar tentang “Ada Apa dengan Syiah” di Masjid Agung Darus Salam Purbalingga Jawa Tengah, Ahad 19 Rajab 1435H/ 18 Mei 2014. Hadir dan memberi sambutan pada acara itu Bupati Purbalingga,Sukento Ridho Marhaendrianto. Bertindak sebagai pembicara dalam tabligh tentang masalah syiah ini adalah Ustadz Hartono Ahmad Jaiz dari Jakarta dan Ustadz Agus Hasan Bashori dari Malang. Acara ini diprakarsai oleh FUI dan Al-Irsyad Purbalingga- Purwokerto bekerjasama dengan Masjid Agung Darus Salam Purbalingga.

Menjawab masalah kenapa pemerintah sampai kini belum melarang syiah dan aliran sesat lainnya, Ustadz Hartono Ahmad Jaiz memberikan gambaran betapa gigihnya orang-orang yang membela aliran sesat di negeri ini. Dicontohkan, kenapa Azyumardi Azra sampai mendapatkan hadiah dari Ratu Inggeris, padahal di kalangan intelektual jarang ditemui adanya hadiah seperti itu. Ternyata karena dia “berjasa” dalam membela aliran sesat yakni Ahmadiyah. Di saat para Ulama, tokoh Islam, dan para pejabat sudah hampir klimaks sepakat untuk dilarangnya Ahmadiyah, ternyata Azra mengganjalnya lewat perannya di Istana Wakil Presiden Jusuf Kalla waktu itu.  Azra yang jadi Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Wapres RI yang Jusuf Kalla sebagai Wapres saat itu (2008) sengaja menjegal akan dilarangnya Ahmadiyah.

Dan ternyata Azra berbangga dengan upayanya mengganjal rencana pelarangan Ahmadiyah itu hingga akhirnya Ahmadiyah belum dilarang sampai kini.

Perlu diketahui, pembelaannya dalam mempertahankan aliran sesat itu justru dibanggakan di antaranya lewat buku berjudul”Cerita Azra, Biografi Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra”, sebuah buku biografi tentang mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah.

Buku ini disoroti SI Online terutama dalam kasus pembelaan Azra dan Jusuf Kalla terhadap aliran sesat Ahmadiyah, dengan judul mencolok : Atas Jasa Azyumardi Azra dan Jusuf Kalla, Ahmadiyah Hingga Kini Bebas Menodai Islam

SI Online menyoroti, dalam kasus Ahmadiyah,” tulis Andina Dwifatma dalam buku “Cerita Azra; Biografi Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra”, halaman 124 yang diterbitkan Pernerbit Erlangga pada 2011 lalu.

“Pada suatu pagi, terdengar kabar bahwa tiga pihak, Departemen Agama, Kejaksaan Agung dan Polri sepakat memaklumkan Ahmadiyah sebagai organisasi terlarang,” lanjut Andina di halaman yang sama.

Mendengar berita itu, Mardi, langsung datang ke ruang kerja Wakil Presiden Jusuf Kalla dan menyampaikan perkembangan ini.

Atas laporan Mardi, tulis Andina, Wapres langsung menelpon petinggi-petinggi terkait, dan juga Ketua MUI KH Ma’ruf Amin, untuk menyatakan bahwa kesepakatan menyatakan Ahmadiyah sebagai organisasi terlarang adalah melanggar konstitusi.

Menurut Azuymardi, jika Ahmadiyah dinyatakan sebagai organisasi ilegal, maka para anggota atau jemaahnya boleh diperlakukan seperti anggota PKI pasca persitiwa 30 September 1965. “Ini jelas melanggar UUD 1945 dan HAM.”

Akhirnya, pemerintah benar-benar tidak secara tegas melakukan pelarangan dan pembubaran terhadap organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) seperti tuntutan umat Islam Indonesia saat itu.

“Pada akhirnya maklumat tidak jadi diberlakukan. Ahmadiyah ‘hanya’ dilarang menyiarkan paham keagamaannya seperti ditetapkan dalam SKB Menteri Agama No.3/2008, Jaksa Agung No Kep 033/A/JA/6/2006 dan Menteri Dalam Negeri No. 199/2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat,” tulis Andina pada halaman 125 buku biografi Mardi itu.

Menurut penelusuran SI Online terhadap SKB yang dimaksud, penulisan SKB pada buku biografi Mardi ini ternyata terdapat kesalahan. Untuk Jaksa Agung mestinya ditulis No. KEP-033/A/JA/6/2008 dan perihal surat keputusan bersama itu adalah “tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)dan Warga Masyarakat.”

Karena ‘jasa’ Mardi dan JK inilah, hingga kini Jemaat Ahmadiyah Indonesia masih bisa terus beraktifitas dan bebas melakukan penodaan terhadap ajaran Islam, tulis  shodiq ramadhan dalam SI Online Senin, 19/05/2014.