Prof Yudian Wahyudi Asmin titip kampusku tetap menjadi ladang persemaian ilmu paling indah bagi dialektika ragam perbedaan, dari perbedaan itulah dulu kami belajar tentang perbedaan dan toleransi.
Aku telah lama berdamai memahami keyakinan Salafi, Syiah, Kristiani, Yahudi, bahkan Atheis sekalipun, aku bisa hidup rukun berdampingan dengan siapapun, lalu kenapa kampusku jeblok sibuk mengusik perbedaan, alergi dengan cadar.
Pak Rektor, hela lah nafas, maknai langit pahami bumi, apakah rational yang jilbab sexi pamer dada dibiarkan dan yang cadar dikeluarkan dari kampus? Ini kampus Islam prof.
Prof jalanlah ke kota Dubai, di mall-mall kita bisa lihat betapa harmoninya hidup manusia, mereka mayoritas bercadar tapi tak risih hidup guyub dengan mereka yang paha terbuka dan lengan telanjang, lalu kenapa di kampus Islam anda risih dengan cadar, dimana Islam Nusantara yang toleran dan moderat itu?
Prof, sebagaimana dikau memahami tahlil yasinan dan ngaji di kubur sebagai keyakinan yang kau gigit erat meski seperti bara api, maka demikianlah keyakinan mereka akan cadar, nalar akademik apa yang membuat anda memaksa orang menanggalkan keyakinannya.
Jika dengan jin setan dan mereka yang telanjang saja kita bisa saling memahami tuk saling berbagi peran, lana a’maluna walakum a’malukum, lalu kenapa kita tak bisa berdampingan hidup memahami keyakinan mereka yang bercadar?
Prof, kita berteman, namun maafkan daku mengambil jalan menentangmu, bersiaplah menghadapi PTUN jika dikau bersih keras mengeluarkan mahasiswi bercadar, IAIN kampus negeri milik negara, pendidikan adalah hak dasar warga negara
Prof, anda salah memahami keyakinan.[kl/ts]
Penulis:Poetra Adi Soerjo (Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)