Ironis, mungkin kata ini yang tepat untuk mengambarkan kondisi pemuda islam pada saat ini. Pemuda dalam kubangan arus kapitalisme, yang memaksa mereka untuk tunduk dan patuh pada nilai – nilai sekularisme. Kapitalisme mendidik pemuda islam menjadi pemuda yang hedonis, tak berakhlakul karimah, serta membentuk mental pembebek bagi sebagian lainnya. Kehidupan yang saat ini selalu dinilai dari bentuk materi, membuat sebagian besar pemuda tergiur akan pundi – pundi materialisme itu sendiri. Lihat saja, maraknya ajang pencari bakat yang diadakan disejumlah stasiun televisi swasta, seperti membawa angin segar untuk mereka yang memang haus akan materi dan popularistas sesaat.
Semua berlomba lomba untuk mendapatkan keuntungan yang sedikit di dunia, sehingga berani melalaikan nilai – nilai yang bersandar pada hukum syara. Penampilan yang kebarat – baratan, aurat yang terumbar kemana – mana, seakan sah – sah saja bila dinikmati oleh jutaan pasang mata yang bukan haknya untuk melihat. Stlye dan gaya hidup pun mengikuti pola – pola yang bersandar pada nilai hedonisme semata. Semua dilakukan demi status baru yang kelak akan didapatkan mereka dikemudian waktu.
Pola kehidupan hedonis yang dipelihara oleh sistem kapitalisme ini juga tidak dapat menjaga kehormatan remaja putri. Budaya pacaran seakan menjadi hal yang biasa saja di mata masyarakat, bahkan dianggap hal yang wajar bagi yang lainnya. Pemahaman rendah akan nilai akidah inilah yang memicu timbulnya prilaku seks di luar nikah. lihat saja disekitar kita saat ini, begitu mudahnya remaja putri keluar masuk rumah dengan lelaki yang dianggap sebagai kekasihnya. Ironisnya lagi, hal semacam ini pun kebanyakan dibiarkan begitu saja oleh orang tua mereka. Tak sedikit pula yang merasa bangga, bila anak perempuannya memiliki kekasih dari golongan keluarga kaya raya, sehingga dengan relanya mereka melepas putri tercinta kepada lelaki yang bukan mahromnya. Ini kenyataan yang kita hadapi sekarang, pola hidup hedonis memaksa masyarakat memandang segala sesuatu dari sudut pandang materi.
belum lagi peran media yang saat ini dikuasai oleh para kapitalis. Media yang saat ini ada, sedikit banyak telah membentuk kepribadian pemuda islam. Tontonan berbau hiburan memenuhi jadwal padat acara televisi di rumah kita masing – masing. Mulai dari acara musik, sinetron, olahraga, sampai film – film barat berbau pornografi pun tersedia. Pantas saja masjid sepi, majelis – majelis sepi, karena pemudanya teralihkan pada hiburan. Lautan manusia senantiasa memadati lapangan yang disana diadakan konser musik. Suara adzan tak dihiraukan ketika mata asik “melototi” acara di televisi. Bangun malam disengajakan hanya untuk menonton pertandingan sepakbola, bukan untuk qiyamul lail, dll.
Pemuda bentukan sistem kapitalisme ini pula yang menyebabkan maraknya tindakan kriminal. Tawuran terjadi dimana – mana, hanya demi hal sepele, mereka seperti tak takut dosa untuk menaniaya teman sebaya. Padahal, agamanya sama, tuhannya sama, nabinya sama, kitabnya sama, tapi karena pemahamannya tentang kehidupan hanya sebatas tenggorokan, nilai – nilai moralitas agama pun tidak dihiraukan, sehingga yang terbentuk adalah para pemuda “edan” yang mengikuti nafsu syetan. Sudah berapa banyak nyawa yang melayang hanya karena beda almamater sekolahan,saling rebutan pacar, ejek – ejekan, dan lain sebagainya. Sistem pendidikan yang tidak mengedepankan norma – norma agama, hanya sebatas nilai budi pekerti asal – asalan yang menatasnamakan hak asasi kemanusiaan. Pada nyatanya hal tersebut tidak tampak ketika dihadapkan pada realita dilapangan.
Bukan hanya tawuran, praktek asusila pun terjadi dilingkungan yang dilabeli dengan “lembaga pendidikan”. Berbaurnya remaja putra dan putri, membuka kesempatan bagi syetan untuk menggoda hati yang tak berakal para remaja. Aktivitas pacaran dalam lingkungan sekolahan ataupun di lembaga – lembaga pendidikan lainnya, bukanlah hal yang asing terjadi di negeri ini. Tengoklah, berapa banyak remaja putri yang hamil sebelum masa mengenyam pendidikan selesai di sekolah. Berapa banyak pula remaja putra yang menjadi pengangguran karena putus sekolah akibat menghamili remaja putri. Sistem pendidikan berbasis kapitalisme terbukti gagal memelihara para pelajarnya. Di luar itu, entah ada berapa banyak remaja putri yang melakukan aborsi, juga bunuh diri, lantaran malu menanggung aib yang diembannya.
Hidup di zaman modern seperti sekarang ini, memang memaksa para pemuda untuk berhati – hati dalam bergaul. Sedikit saja salah melangkah, akan mencengkram mereka ke lembah nista nan hina, keburukan dan kebenaran dicampur aduk sedemikian rupa, sehingga sulit untuk dibedakan lagi antara keduanya. Al-Imam Ibnu Bathoh pernah berkata “Sungguh pada hari ini manusia telah berubah menganggap baik apa yang dulu mereka anggap buruk, menghalalkan apa yang dulu mereka haramkan, dan menganggap makruf apa yang dulu mereka anggap kemungkaran.” Inilah kenyataan hidup yang sekarang kita hadapi. Hidup di zaman yang penuh fitnah, dan fitnah itu terasa berat untuk dinafikan ketika ia dihadapkan pada pemuda kebanyakan.
Pemuda yang diharapkan mampu menjadi sosok pemimpin penerus bangsa seakan sirna ketika kita dihadapkan dengan realita yang ada. Realita yang menjerat para pemuda untuk terhanyut pada pusaran arus sekuler yang berasal dari ideologi kapitalime.
Solusi dari segala problematika yang menerpa pemuda saat ini, tidak lain dan tidak bukan hanyalah dengan diterapkannya sistem yang berlandaskan pada Al – Qur’an dan As Sunnah dalam bentuk bernegara. Pembinaan nilai – nilai ruhani, bukan hanya dilakukan oleh orang tua di dalam rumah. Namun juga, nilai – nilai yang sudah dibina itu tetap dijaga oleh negara. Tidak seperti saat ini, pembinaan akidah di dalam rumah yang kurang, ditambah Negara pun ikut andil dalam meracuni pemikiran pemudanya. Karena kebijakannya yang tidak memfilterisasi kebudayaan asing yang masuk ke negeri ini, sehingga membuat pemudanya tidak lagi berprilaku islami.
Sudah saatnya kita bangkit, tidak lagi menjadi pemuda yang mengekor kepada kebudayaan barat. Bukan lagi saatnya terus – menerus berpesta pora menikmati kehidupan yang fana. Lebih dari itu, sudah saatnya pemuda turut andil dalam melakukan perubahan yang mendasar dari segala aspek kehidupan. Aspek pribadi, masyarakat dan bernegara, harus senantiasa berjalan seirama dengan nilai – nilai yang bernafaskan islam.
Kembali pada aturan islam adalah sebuah prioritas utama yang harus diperjuangkan, guna menjaga nilai – nilai akidah islam para pemuda dan remaja yang ada. Terlebih lagi, mengangkat seorang pemimpin yang menjalankan roda kepemimpinan di bawah naungan kebenaran Al Qur’an dan As Sunnah adalah sebuah kewajiban. Kewajiban yang saat ini terabaikan oleh masyarakat kebanyakan, terutama pemudanya. Hanya dengan Islamlah pemuda akan menjadi mulia. Hanya dengan Islamlah, akidah mereka akan terjaga, dan hanya dengan Islam, segala problematika kehidupan bisa diselesaikan.
Wallahu’alam bishawab
Mustaqim Aziz ([email protected])