Arab Saudi melalui sayap gerakan Harakah Salafi menanamkan doktrin “Tidak boleh memberontak pemerintah (umara)”. Tahukah anda bahwa pendirian negara Saudi Arabia adalah hasil pemberontakan Kabilah Bani Su’ud?.
Pada akhir abad ke-19 Jazirah Arab adalah tanah yang tidak diperhatikan oleh Khilafah Utsmani, kecuali dua Kota Suci. Bani Su’ud menggalang kekuatan dan menakhlukkan satu persatu tanah Jazirah Arab. Daerah terakhir yang ditakhlukkan oleh Kabilah Bani Su’ud adalah Mekah dan Madinah.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi, ulama madzhab Hanbali yang banyak difitnah ini bukan berasal dari kabilah Bani Su’ud. Ia adalah ulama yang ikut berperang bersama Bani Su’ud dengan niatan menghapus Bid’ah, Syirik dan Khurafat. Dengan kharismanya ia memiliki banyak pengikut, hingga ia diperalat oleh Bani Su’ud.
Syaikh Muhammad Abdul Wahab at-Tamimi al-Hanbali berperang dengan tujuan Agama. Sedangkan Bani Su’ud memanfaatkannya dan berperang demi tujuan kekuasaan semata. Koalisi bersama untuk memberontak Khilafah Utsmani. Semoga Allah ta’ala merahmati Syaikh Abdul Wahab atas ijtihad beliau.
Kekuatan Turki Utsmani sangat besar, Bani Su’ud tahu kalau ia akan lumat dihancurkan pasukan pemerintah. Jadi Ia berkoalisi dengan Inggris yang ketika itu sudah menduduki Mesir. Dengan Imbalan Inggris mendapatkan Palestina, Jordan, dan Iraq. Perancis juga tidak mau ketinggalan dengan imbalan Suriah dan Lebanon.
Doktrin “Tidak Boleh Memberontak Pemerintah (Umara)” yang ditanamkan ulama dan para da’i belakangan ini hanyalah bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan Bani Su’ud cs. Ulama dan Da’i ini, melalui tingkah polahnya dalam ilmu kalam dikenal dengan Ulama Murji’ah. Atau dengan kata lain ulama yang menjilat kaki pemerintah.
Kezaliman yang nyata-nyata diperagakan oleh Keluarga kerajaan, seakan-akan dilegalisasi oleh para ulama murji’ah (ulama jahat / su’). Kelicikan ulama su’ ini dalam melegalisasikan kezaliman pemerintah yakni dengan menanamkan satu doktrin lagi. Doktrin itu adalah kutipan perkataan Imam Ahmad bin Hanbal rahimallahu ta’ala, “Pemimpin zalim yang kuat lebih baik dari pemimpin sholeh yang lemah”.
Bentuk deradikalisasi versi ulama su’ dan da’i-da’inya ini terbilang cukup ampuh. Ya, cukup ampuh untuk orang yang masih belum memiliki pengetahuan agama yang luas. Satu-dua hadits dan atsar cukup untuk mengelabui ummat. Tapi tahukah anda suatu, hadits terkait hukum tidak dapat ditelan mentah-mentah tanpa perangkat ushul fiqih?.
Sejumlah besar dari kalangan Madzhab Hanbali di tanah air telah menyadari hal ini. Mereka memisahkan diri dari payung pemerintah dengan mendirikan ormas mandiri tanpa bantuan dana dari pemerintah. Perselisihan syadid tidak terhindarkan. Hal yang sama terjadi di Kalangan Syafi’i Asy’ari.
Tiada kita bisa melihat kecuali dengan ilmu. Tiada ilmu kecuali dengan membaca. “Sesungguhnya ilmu itu didapat dengan belajar” (H.R Thabrani). Tiada yang melencengkan para alim dari jalannya kecuali maksiat. Seorang sholeh tanpa ilmu adalah buta. Seorang ‘Alim tanpa adab adalah lumpuh. Lumpuh tiada guna karena ilmunya hanya untuk kesenangan dunia yang sebentar.
Wallahu a’lam bishawab
Akbar Yogyakarta
Akbar Novriansyah <[email protected]>