Tidak lama setelah itu, 40.000 political opponent melarikan diri keluar negeri, dan 45.000 orang ditempatkan di komp konsentrasi. Agar terlihat sebagai rechstaat, pemerintahan teror ini mendirikan special court untuk mengadili mereka.
Enabling Act 1933, membenarkan hukum yang bersifat ex post facto. Hukum ini mengalihkan legislative power dari parlemen ke tangan Hitler. Judiciary independent, oleh Enabling Act juga dihapus. Judiciary independent hanya bisa indah dalam mimpi hakim-hakim merdeka.
Mengerikan hukum ini juga menjungkalkan apa yang dalam ilmu hukum pidana kenal dengan nulla siene poena sine lege. Dua tahun kemudian, tepatnya tangal 15 September 1935, ketika berpidato di Nuremberg, Hitler mendekritkan (decree), apa yang dikenal dengan nurember law atau The Reich Citizen law. Diskriminasi rasial, teridentifikasi sebagai gagasan dasar The reich Citizen law ini. Tetapi harus diakui tidak seorangpun dihukum karena bermimpi. Mimpi tidak dikualifikasi sebagai kejahatan yang dapat dihukum. Padahal tipikal totalitarian, rezim ini telah menyediakan tatanan ganda untuk hukum.
Benar-benar rezim teror, totalitarian, extra judicial arrest, extra murder and extra punishment, dilembagakan di dalam hukum pidana substantifnya. Pada saat yang sama rezim ini juga melembagakan judicial arrest. Khusus untuk extra judicial arrest and murders, disajikan serta dilembagakan dalam tatanan politik dan hukumnya untuk justifikasi kehadiran concentration camp.