Di Jambi, awal September 2020, ayah dari anak laki-laki 6 tahun yang meninggal dunia di satu RS, dibawa pulang paksa. Keluarga tak sabar menunggu hasil tes swab. Mereka tak percaya pada hasil tes awal yang dinyatakan “reaktif”.
Di Makassar, awal Juli 2020, keluarga pasien berusia 55 tahun mengambil paksa jenazah laki-laki itu. Mereka tak percaya pria itu meninggal karena Covid. Mereka mengatakan, pasien mengidap penyakit maag akut. Dan RS tidak bisa meyakinkan bahwa pasien meninggal karena Civid-19.
Masih di Makassar, awal Juli 2020 juga, keluarga pasien laki-laki hendak menjeput paksa jenazahnya. Mereka tidak yakin pasien berstatus PDP itu meninggal karena virus Corona. Mereka menolak dikuburkan dengan protocol Covid.
Setidaknya ada tiga kejadian serupa di Makassar yang semuanya terkait dengan ketidakpercayaan keluarga bahwa sanak-saudara mereka meninggal karena Covid-19.
Di Manado, awal Juni 2020, terjadi kericuhan antara keluarga pasien pria 52 tahun yang mengidap penyakit pneumonia. RS menyatakan dia meninggal karena Covid. Tetapi, keluarga tidak percaya. Bahkan, pihak RS dituduh menyogok keluarga untuk menyatakan pasien sebagai penderita Covid-19.
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap semua RS di masa wabah Covid-19 ini sangat serius. Krisis kepercayaan itu begitu dalam. Banyak beredar cerita tentang akal-akalan pihak rumah sakit untuk meng-covid-kan pasien yang tidak menyandang gejala virus Corona.
Sekarang, saya sendiri punya dua cerita tentang kematian yang sangat sarat dengan kecerobohan penetapan Covid. Keduanya berfamili dengan saya.
Pertama, seorang dosen universitas negeri di Medan. Berusia sekitar 62 tahun. Dia pengidap diabetes. Entah bagaimana, dosen ini dinyatakan positif Covid. Sanak-familinya tidak percaya. Cuma, mereka tak berdaya karena sudah dinyatakan positif oleh RS. Jenazah langsung ditangani “heavy-handed” oleh Satgas Covid.
Kedua, teman sekaligus saudara dekat saya. Dia seorang dokter di Medan. Usianya 65 tahun. Meninggal sekitar tiga minggu lalu. Teman saya ini juga menderita diabetes. Suatu hari dia harus dirawat di RS karena kadar gula darahnya turun drastis. Ketika dites sewaktu masuk RS, hasilnya negatif. Tes kedua juga negatif.
Entah apa yang terjadi, si dokter ini meninggal. Warga di sekitar kediaman beliau setuju jenazah dikebumikan di pekuburan umum di situ. Warga tahu peris tentang si dokter ini. Warga tak percaya dia tertular Covid. Bahkan, lurah setempat mengeluarkan surat persetujuan untuk dikuburkan sebagaimana keinginan keluarga dan warga.