Sejak beberapa tahun lalu, kawasan Sudirman-Thamrin yang sudah cantik menjadi lebih cantik lagi. Gubernur Anies memoles jembatan-jembatan penyebrangan, menata ulang, dan menjadikannya obyek wisata tersendiri yang unik. Instagramable, kata anak Generasi Z. Dibanding kawasan lain di seluruh Indonesia, boleh jadi kawasan ini yang paling pesat perkembangannya.
Di sisi lain, perkembangan kawasan yang pesat biasanya tidak dibarengi dengan budaya warganya. Bukan rahasia lagi, walau Jakarta telah menjadi cantik namun banyak warganya yang masih membuang sampah seenaknya, misalnya. Sebab itu, Pemda DKI secara teratur memberikan edukasi kepada masyarakat tentang upaya pemeliharaan keindahan dan kenyamanan kota, terutama di spot percontohan seperti di ruas Sudirman-Thamrin. Secara teratur Satpol PP hilir mudik mengawasi, dan CCTV pun sudah bertebaran di seantero titik. Alhasil, sedemikian sulit menemukan pengemis, gelandangan atau tuna wisma, di ruas jalan Sudirman-Thamrin ini. Aku sendiri, dan juga banyak warga Ibukota yang sering ke sini, pasti tahu hal itu. Ini sudah berjalan bertahun-tahun.
Sebab itu, ketika Mensos Risma baru berkantor di Jakarta dan dalam waktu singkat sudah menemukan tuna wisma di ruas elit ini, banyak warga Jakarta kaget. Lha kok mendadak muncul Gepeng?
Di jagat sosial media, banyak warganet yang bukan warga asli DKI bilang kalau tuna wisma ada di mana saja, jadi apa yang ditemukan Bu Risma itu wajar. Tapi bagi kami yang lahir dan besar dan sampai detik ini masih sering keliaran di kawasan ini tiap harinya, apa yang ditemukan Mensos pengganti Juliari Batubara itu bisa jadi bagai menemukan keajaiban dunia yang kedelapan.
Ada tuna wisma di Thamrin? Sejak kapan?
Jika dulu ada film berjudul “Mendadak Dangdut” maka sekarang ada fenomena aneh di kawasan ini: “Mendadak Tuna Wisma”.
Entah kenapa, tiba-tiba ingatanku melayang pada satu kejadian menjelang subuh di Pekayon, Bekasi, tahun lalu. Saat itu, aku tengah berkendara dan tertahan di lampu merah depan Revo Mall. Sedang asyik-asyiknya menunggu lampu berubah jadi hijau, dalam jarak duapuluhan meter di depan, aku melihat sebuah mobil bak terbuka dengan beberapa orang–sekitar lima sampai tujuh orang–menepi dan berhenti di pinggir jalan. Suasana masih sepi. Aku melihat ada dua orang yang menumpang di bak itu turun, lalu langsung menyebar ke sekitar. Mobil bak terbuka itu pun kembali jalan.
Ada seorang perempuan dengan pakaian lusuh langsung langsung berkeliling ke kendaraan di lampu merah sambil meminta-minta uang.
“Ooh ini yang disebut-sebut Gepeng import!” batinku.