Fenomena Munculnya Fir’aun-Fir’aun Kecil Masa Kini.

eramuslim.com

Oleh: Abu Muas T.

Di tengah-tengah beres-beres menata buku di lemari pustaka yang ada di rumah, penulis tiba-tiba terfokus dengan sebuah buku lama yang terbit edisi pertama sekitar 17 tahun yang lalu berjudul: “Bukan Hanya Salah Fir’aun”. Tak lama kemudian, buku ini penulis cabut dari barisan rentetan buku-buku di lemari, kemudian dibaca dan disimak kembali berulang-ulang.

Sungguh buku ini layak dibaca dan disimak ulang dalam kontek perikehidupan kekinian. Suasana batin pembaca akan terbawa dalam kondisi yang “nyaris” sama antara kondisi Fir’aun masa lalu dengan Fir’aun-Fir’aun kecil zaman now. Fir’aun zaman now disebut “Fir’aun-Fir’aun Kecil” karena mereka belum nampak ada yang berani secara implisit menyatakan bahwa dirinya sebagai  tuhan, yang pada intinya sebenarnya nyaris sama mereka kini malah menuhankan akal dan hawa nafsunya.

Dalam pengantar buku ini, M. Ubaydillah Salman menuturkan alasan pemilihan judul buku ini dipilih dari sejumlah judul kumpulan rubrik Ibroh Majalah Sabili, di antarnya karena disadari atau tidak, kita kini sedang mengalami hal serupa meski dalam setting dan suasana yang berbeda, substansinya kurang lebih sama.

Naudzubillah, Ini 11 Orang yang Dipastikan Masuk Neraka Menurut Alquran

Lebih lanjut, Salman menuturkan bahwa pemilihan judul ini selain familiar, kisah tentang Fir’aun sarat dengan nilai dan pelajaran yang juga terjadi di depan mata dalam kontek kehidupan kekinian. Bahkan, tatkala pemimpin yang bermental dan berkarakter Fir’aun itu tampil, esensinya rakyat turut andil dalam menghantarkannya menjadi Fir’aun. Karena tanpa dukungan, dorongan bahkan “jilatan-jilatan” orang-orang di sekelilingnya, sang pemimpin boleh jadi tak sampai menjelma jadi “Fir’aun”. Karena itu pula, sesungguhnya, bukan hanya Fir’aun yang durjana dan dzalim, tuturnya.

Sementara itu, Ust. Rahmat Abdullah  dalam pengantar buku ini pula memberikan sub judul: “Cermin Bening Siapa Mau Berkaca?”, dimaksudkan mengajak kita bersama untuk mau mengambil ibroh atau pelajaran dari kejadian-kejadian kebinasaan suatu kaum pada masa lalu agar tak terulang kembali pada masa kini.