eramuslim.com – AKHIR-KAHIR ini kita sudah terbiasa mendengar kematian, pembubaran organisasi, kekerasan, kriminalisasi, perpecahan dan pembelahan dalam masyarakat.
Ironisnya, ketegangan dan kegerian itu sunyi dibicarakan di gedung lembaga legislatif. Gedung yang menjadi penyambung lidah rakyat itu seperti kuburan baru bagi politisi.
Inilah yang disebut sebagai erosi demokrasi. Dimana setelah demokrasi dibangun di atas pengorbanan, darah, air mata, senjata dan kekerasan, kini berakhir pula dengan hal yang sama.
Saat ini merupakan periodesasi “matinya demokrasi”. Demokrasi yang menjanjikan kebebasan, kesetaraan dan hak asasi manusia, sepertinya sudah menjadi diskursus saat pemilu, selesai itu demokrasi hanya milik kekuasaan.
Di tengah rintihan kematian itu, krisis yang melanda bangsa, kelaparan yang mengancam setiap orang, gedung parlemen itu masih tetap sunyi.
Ketika orang mengadukan kesewenang-wenangan, hukum justru berbalik menyerang mereka. Seakan-akan hukum hanya tunduk pada pemilik senjata dan kekuasaan. Sepanjang periode tahun lalu, ketidakadilan dipertontonkan secara vulgar.