Kasus penganiayaan Dimas Dikita Handoko, taruna tingkat I Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta Utara, oleh seniornya yang pada akhirnya berujung kematian membuka lagi potret buram pendidikan di Indonesia(Tempo.com 27/04/2014). Hal ini tentulah mengingatkan kita pada kisah tragis yang di alami Cliff Muntu. Lagi-lagi sadisme senior yang meng kambinghitam kan ketaatanjunior dijadikan sebagai alibi kebenaran perilakunya. Mengapa hal itu bisa terjadi? Haruskah senior berperilaku sadis pada juniornya.
Ketaatan yang salah arah
Taat dalam pengertian istilah artinya adalah melakukan segala sesuatu berdasarkan tata aturan yang berlaku; tidak melanggar. Dalam Islam sendiri ketaatan adalah sebuah sikap yang termasuk dalam akhlak mahmudah atau perilaku terpuji. Ketaatan adalah kepatuhan untuk melaksanakan dengan niat lillah suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah dan peraturan yang berdasarkan syaria’t. Dengan kata lain, ketaatan adalah sikap menaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan Alloh Subhanahu Wata’ala tanpa pamrih.
Lalubagaimanajikakitamenaatiperintah senior?”Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah danta`atilahRasul (Nya), danulilamri di antarakamu.Kemudianjikakamuberlainanpendapattentangsesuatu, makakembalikanlahiakepada Allah (Al Qur’an) danRasul (sunnahnya), jikakamubenar-benarberimankepada Allah danharikemudian. Yang demikianitulebihutama (bagimu) danlebihbaikakibatnya.”(QS An-Nisa: 59).
Ayatinidenganjelasmenggolongkanterkaitsiapasaja yang haruskitataati.MulaidariAllohSubhanahuWata’ala, rasul-Nya, laluulilamri’.Namunketaatanpadaulilamri’ inipunjugamasihmempunyaipedoman.“La thaat limakhluqin fi ma’shiyat al-Khaliq”. Tidak dibenarkan adanya ketaatan kepada seorang makhluk dalam kemaksiatan kepada Khaliq (Alloh Subhanhu Wata’ala). Dan darisinijelasbagikitabahwa taat pada senior, yang tidak menerapkan atau mematuhi aturan syari’at, adalahsesuatu yang tidakbenar.
Ilmu dan amal
Apa yang terjadi pada kasus Dimas seolah melengkapi berbagai fakta betapa bobroknya pendidikan di Indonesia. Bahkan para taruna/taruni yang notabene kelak akan menjadi pejabat pemerintah pun justru melakukan hal-hal yang sangat tidak patut untuk dicontoh.Ketaatan yang diaplikasikansalahkaprah.Senior tidakklah menjadi teladan, justru malah menjadi dalang bagi terciptanya iklim kerusuhan.
Kurikulum sekolah yang hanya menjejalkan materi bersifat dunia, dan peningkatan kemampuan dalam bekerja dan meminimalisir ilmu agama sudah barang tentu tidak akan mampu menghasilkan orang-oarang yang mampu yang punya rasa khauf bahwa perilakunya akna dimintai pertanggung jawaban oleh Rabb Semesta Alam.
Ini tentu sangatlah berbeda, jika kita melihat sosok Umar bin Khatab yang dengan tingkat ketaatan tinggi sangat takut setiap malam berkeliling memeriksa rakyatnya, memeriksa bagaimana amanahnya sebagai pemimpin tertunaikan dengan baik. Proses edukasi yang ia dapatkan dari Rasullulllah SAW mencetak ia menjadi sosok yang tidak hanya handal, tetapi ilmunya mampu menumbuhkan rasa takut akan dasyatnya Hari Pembalasan. Subhananallah……..Inilah ketaaan yang benar, yang muncul dari pemahaman ilmu yang juga bersumber dari kebenaran.
Solusinya?
Menjadi senior, bukanlah berari boleh melakukan apa saja. Apalagi jika akibatnya sampai menghilangkan nyawa orang. Imam Abû Dâwud meriwayatkan dari Abû Syuraih al-Khazâ’iy, ia berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa tertumpah darahnya atau tersakiti, maka ia bisa memilih salah satu dari tiga pilihan, bisa meng-qishâsh, atau mengambil tebusan, atau memaafkan, jika ingin yang keempat, maka kuasailah dirinya (dibuang).”
Inilah cara Islam dalam menangani masalah pembunuhan. Apabila pihak keluarga korban meminta si pelaku pembunuhan dihukum mati, dilaksanakan hukuman itu. Akan tetapi jika kemudian meminta denda (diyat) maka si pelaku harus membayar diyat tersebut.
Diyat sendiri terdiri atas 2 macam :yakni yang berat dan tidak berat. Diyat yang berat, yakni 100 ekor unta, 40 ekor unta di antaranya bunting. Diyat semacam ini diambil dari pembunuhan yang disengaja, apabila walinya memilih untuk meminta diyat. Adapun diyat yang tidak berat, yakni cukup 100 ekor unta. Diyat semacam ini diambil dari kasus pembunuhan yang tidak sengaja. Kita tentu bisa membayangkan, apabila harga seekor unta senilai 6 juta per ekor, berapakah harga 100 ekor unta? Tentu ini tidaklah mudah, dan akhirnya pun tidak akan mudah pula seseorang dengan seenaknya menghilangkan nyawa seseorang.
Dalam Islam sendiri aturan ‘uqubat (sanksi—hukuman) berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Keberadaan uqubat sebagai zawajir, karena mampu mencegah manusia dari perbuatan dosa dan tindakan pelanggaran. Keberadaan ‘uqubat sebagai jawabir, dikarenakan ’uqubat dapat menebus sanksi akhirat. Jadi, jelas bahwa ketika hukum Islam ditegakkan, lebih meminimalir tingginya angka pembunuhan terutama dalam kasus senior dan junior yang hanya berasalan karena ketidaktaan! WallahuA’lamBis-Shawaab
Khalifa Al-Akhrasy
Anggota “Belajar Nulis”