Eramuslim.com – Apa kesalahan rakyat Indonesia harus menerima ujian yang begitu berat? Berupa “azab” yang tak terperikan. Mungkin ini bisa menjadi renungan bagi rakyat. Setiap menjelang malam. Saat akan masuk ke peraduan, dan sebelum lelap tidur, bisa melakukan “muhasabah”.
Apa yang salah? Harus menerima ujian berupa “azab”. Betapa beratnya ujian ini. Semenjak Jokowi menjadi presiden. Sudah berapa kali musibah dan bencana dialami bangsa ini? Sudah tak terhitung. Gunung meletus. Seperti di Sinabung, Merapi dan tempat lainnya. Banjir bandang. Jatuhnya pesawat terbang. Kapal tenggelam, kecelakaan dan kabut asap. Tak bisa dirinci lagi. Renungkan.
Adakah bangsa ini tidak mendapatkan ridho atas pilihannya? Memilih Jokowi? Rakyat harus menanggung beban begitu berat sekarang?
Semua impian sudah pupus. Semua harapan sudah tamat. Semua cita-cita sudah kandas. Semua optimisme tak ada lagi. Tak ada yang bersisa. Memilih Jokowi berarti memutuskan semua impian, harapan, cita-cita, dan optimisme.
Masa depan menjadi gelap. Seperti langit Indonesia yang tertutup kabut asap yang pekat. Tak nampak lagi cahaya kehidupan bagi masa depan rakyat semua sirna. Pupus. Janji-janji yang pernah disampaikan oleh Jokowi tak ada yang terbukti dalam realita kehidupan. Berbeda antara janji dengan realita kehidupan rakyat.
Setahun pemerintahan Jokowi yang ada hanyalah musibah, bencana, kepahitan, penderitaan, kemlaratan, dan tanpa masa depan. Semua aspek kehidupan tak ada yang dapat memberikan rasa optimisme. Hanya orang-orang yang menjadi “kroni” atau “pendukungnya”, yang memang bukan orang “waras” masih bisa mengacungkan “jempol”. Karena naif.
Jokowi bukan hanya tidak mampu mengelola pemerintahan. Jokowi bukan hanya tidak bisa mengarahkan para menterinya. Jokowoi bukan hanya tidak memiliki visi dan misi dalam mengelola negara. Kecuali Jokowi hanya bisa “blusukan” yang sekarang tidak dapat memecahkan masalah apapun yang dihadapi negara.
Setahun Jokowi sudah menampakan dengan gamblang dan terang-benderang, bahwa bekas Walikota Solo ini, orang yang sangat lemah.
Tidak jelas posisinya diantara kepentingan para menterinya, dan para pemimpin partai politik. Di mana Jokowi posisinya, diantara Luhut Panjaitan, Rini Sumarnno, Rizal Ramli, Jusuf Kalla, dan Megawati? Siapa yang sejatinya menjadi presiden? Indonesia seperti negara tanpa presiden atau “outo pilot”.
Sekarang rakyat harus menanggung “azab” akibat pilihannya itu. Tak tanggung-tanggung “azab” yang harus dijatuhkan kepada bangsa dan rakyat. Berupa kemarau panjang, kebakaran hutan, dan kabut asap. Sangat menyesakan. Hidup di Indonesia seperti berada di dalam neraka “jahanam”. Sungguh sangat luar biasa.
Lihatlah apa yang terjadi di kota Kota Palangka Raya, Sampit, Banjarmasin, Sumbar, Pekanbaru, Jambi, Palembang, dan sejumlah kota lainnya. Jutaan orang hidup dalam kabut asap yang sangat tebal. Tak bisa menghirup udara segar. Berbulan-bulan. Matahari tak nampak. Karena selalu diselimuti kabut asap yang pekat.
Indonesia menghadapi “DISASTER” (alias kiamat sugro). Entah kapan bakal berakhir. Tak ada yang bisa memprediksi. Satu-satunya hanya mengharapkan pertolongan Pemilik Alam Semesta, berupa hujan. Pemerintah Jokowi sudah tidak sanggup lagi. Harus “mengemis” kepada asing untuk memadamkan api dan asap.
Kota-kota seperti Pekanbaru, Jambi, Palembang, Samarinda, Sampit, Palangkara, di mana api dan asap sudah merambah sampai ke Papua. Wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawasi, dan sebagian Papua, sudah menjadi daerah “bencana”. Udara nampak kuning. Matahari diselimuti asap, dan mensemburatkan warna kuning. Tragis. Semua menjadi gelap. Seperti gelap kehidupan.
Bayangkan. Penuturan seorang warga yang tinggal disebuah hotel, mengatakan, ketika bangun tidur merasa sangat sakit dan sesak nafas. Hari itu polusi udara mencapai 2.600 (angka 350 sudah dianggap ambang batas yang berbahaya). Tapi, polusi udara sudah mencapai 2.600!
“Saya mendapat tidak oksigen yang cukup. Saya seperti tercekik, saya panik, saya menyadari hal inilah yang dirasakan oleh jutaan keluarga di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua yang harus menghirup dan terpapar kabut asap siang malam, dan tidak mendaptkan masker yang layak untuk melindungi mereka”, tuturnya.
“Sebagian orang hidup dengan kabut asap tiap hari. Bagi saya, itu mimpi buruk. Saya tidak tahu bagaimana orang-orang menghadapinya.”
“Ada banyak momen yang mempengaruhi saya. Saya bertemu dengan laki-laki yang sudah sangat sakit karena asap, tetapi tetap bekerja karena tidak ada yang mencari uang untuk keluarganya”, tuturnya..
“Ada banyak relawan yang berjuang melawan api tanpa bayaran. Juga para pemadam kebakaran yang walau kewalahan, tetap melawan api sepanjang hari dan bahkan tak punya air untuk diminum”, tambahnya.
“Ada Slamet, tukang bangunan yang tak mendapat pekerjaan selama musim kabut asap pekat, dia menjaring ikan di selokan yang airnya kotor di Palangka Raya dan mengatakan ‘ikan yang kotor masih lebih baik dari pada tidak ada ikan sama sekali.’ Ada keluarga yang kehilangan bayinya karena penyakit terkait asap…”
“Di malam dan pagi hari, mengenang pengalaman-pengalaman itu, saya menangis karena kesedihan itu. Dan karena saya sangat tersentuh dengan kekuatan dan semangat orang-orang di Kalimantan Tengah menghadapi asap”, tuturnya.
Belum lagi keluarga-keluarga di daerah Jambi, Pekanbaru, Palangkaraya, Sampit, dan tempat lainnya, mereka harus meninggalkan kampung halamannya, tak dapat lagi bertahan. Akibat kabut asap yang begitu pekat. Membahayakan kehiudupan mereka. Mereka harus pergi. Berjalan kaki. Sungguh menyedihkan.
Inilah akibat rakyat salah pilih. Rakyat yang memilih Jokowi. Setahun pemerintahan sudah mengakibatkan terjadinya “disaster’.
Bangsa dan rakyat harus menghadapi bencana. Bencana krisis ekonomi, akibat kebijakan Jokowi yang salah. Sekarang rakyat harus menghirup asap. Akibat kebakaran hutan dan asap yang begitu pekat. “Azab” dari Pemiiik Alam Semesta itu, sudah impas akibat pilihan rakyat. Karena rakyat melihat kemungkaran dan ketidak adilan, semua “tutup mulut” alias diam. [ts/voiceofislam]