Eramuslim.com – Sewaktu ditanya perihal video viral di medsos soal Pendeta Timotius Arifin Tedjasukmana (dengan kesaksian Ibu Yully) yang mengarahkan jemaatnya kaum kristiani untuk memilih Ahok sebagai Gubernur DKI pada Pilkada 2017 nanti (bahkan terus berlanjut sampai ke kursi RI 1 pada tahun 2019), saya bilang itu hal yang lumrah dan alami dan itu bukanlah masalah SARA. Itu artinya Pdt. Timotius dan Jemaatnya yang memilih Ahok pada saat Pilkada nanti adalah Pemeluk Kristiani yang taat dan baik.
Karena memilih Ahok yang seiman dengan mereka adalah hal yang bisa difahami baik secara psikologis apalagi secara agamis.
Kalau Made, Wayan, atau Nyoman memilih I Made Mangku Pastika sebagai Gubernur mereka itu menandakan bahwa mereka adalah pemeluk agama Hindu yang baik. Itu naluri alamiah dan bukan SARA.
Bagi Warga Indonesia yang tinggal di Inggris, pasti akan tetap menjagokan kesebelasan PSSI yang bertanding di Inggris melawan kesebelasan Nasional Inggris, meskipun sadar kemampuan kesebelasan Nasional kita jauh dibawah kemampuan kesebelasan Nasional Inggris. Itu karena sentimen kebangsaan. Meskipun PSSI kalah, mereka tetap dihormati. Itulah kekuatan fanatisme yg berlatar belakang pada rasa kebangsaan. Apalagi kalau sudah menyangkut masalah sepersaudaraan atau sekeyakinan, ikatan fanatisme itu pasti akan jauh lebih kuat lagi.
Karena itu tidak mengherankan bahwa survey menyebutkan tidak ada kaum kristiani atau Yahudi yang memilih pemimpin di luar agama yang mereka anut (ketika ada calon pemimpin Kristen yg ikut pemilihan). Memilih pemimpin yang seiman dengan mereka bukan hanya menyangkut masalah naluri dasar kejiwaan saja tetapi juga merupakan implementasi dari ajaran kristinani yang ganjarannya adalah pahala dari Tuhan. Karena dengan memilih pemimpin yang seiman, itu artinya ikut andil dalam menyalakan sinar Terang Tuhan Yesus di Bumi Nusantara ini. Karena itu Pdt Timotius Arifin dan Jemaatnya adalah Penganut Kristiani yang baik dan pintar.
Sekarang bagaimana dengan sikap Umat Islam di dalam memilih pemimpin?
Apakah kita ini pemeluk agama Islam yang baik?
Apakah kita ini adalah umat yang pandai dan cerdas dalam merealisasikan ajaran agama kita?
Saya tidak ingin memakai referensi Surat Al Maidah ayat 51 di dalam menentukan pilihan pemimpin, karena ayat tersebut ternyata tiba-tiba saja sudah masuk ke ranah khilafiyah. Saya lebih suka mengutip Surat Al Hujuroot 49 ayat 10 dan Hadits Rosulullãh SAW dalam panduan memilih pemimpin.
(1) Allãh SWT berfirman:
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara….” (QS. 49 : 10)
(2) Dalam permisalan yang indah, Rosulullãh SAW menggambarkan ikatan persaudaraan itu sebagai suatu bangunan yang kokoh seperti sabda beliau:
“Permisalan kaum mukminin dalam sikap saling mencintai, dan saling kasih sayang mereka sebagaimana satu badan. Apabila satu anggota badan sakit, seluruh anggota badan ikut merasakan, dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR Muslim)
Nampak dengan jelas bahwa sesungguhnya Allãh SWT telah mempersatukan kita dalam satu ikatan yang berlandaskan atas keimanan dan persaudaraan.
(3) Telah memberitakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah memberitakan kepada kami Yunus bin Muhammad dari Jarir bin Hazim dari Nafi’ dari Sa`ibah bekas budak Al Faqih bin Al Mughiroh, bahwa dia menemui ‘Aisyah r.ha dan melihat di dalam rumahnya ada panah yang tergantung, maka ia pun bertanya,
“Wahai Ummul Mukminin, apa yang kamu perbuat dengan benda ini?”
‘Aisyah r.ha. menjawab: “Untuk membunuh cicak, sebab Nabi SAW telah mengabarkan kepada kami bahwa ketika Ibrohim di lemparkan ke dalam kobaran api, tidak ada satupun dari bintang melata yang tidak berusaha mematikan api, kecuali cicak. Bahkan ia berusaha menghembuskan agar api itu tetap menyala, maka itu Rosulullah SAW memerintahkan kami untuk membunuhnya.”
(Sunan Ibnu Majah 3222)
PESAN MORAL:
Ketika Nabi Ibrahim a.s. dibakar dalam lautan api yang sangat besar atas perintah Raja Namrudz, secara spontan banyak binatang yang mencoba memadamkan api dengan air semampu yang mereka bisa. Salah satunya adalah burung pipit yang tanpa putus asa bolak-balik membawa air diparuhnya yang kecil. Ketika teman-temannya bertanya apa mungkin dia mampu memadamkan kobaran lautan api yang sangat besar hanya dengan beberapa tetes air dari paruhnya, maka burung pipit menjelaskan bahwa apa yang dilakukannya itu setidak-tidaknya menjelaskan di pihak manakah sesungguhnya dia berada.
Cicak jelas berkiblat kepada kekuasaan yang dimiliki oleh Raja Namrudz, sedangkan burung pipit, semut dan binatang melata lainnya berkeyakinan pada kekuasaan Allãh. Meskipun nampaknya usaha mereka seperti sia-sia, tetapi akhirnya dengan nashrun minallãh (pertolongan Allãh) maka padamlah api tadi dan Nabi Ibrahim a.s. memperoleh kejayaan dan kemuliaan.
Bagaimana nasib Raja Namrudz ?
Mati dengan cara mengenaskan.
Sementara nasib cicak si pembela kekuasaan Raja Namrudz?
Menjadi binatang terkutuk seumur hidupnya.
Seperti halnya burung pipit, seperti juga semut, saya sesungguhnya bukan siapa-siapa bahkan bukan pula warga DKI dan tidak akan ikut terseret dalam hiruk pikuk Pilkada DKI nanti. Tetapi melalui tulisan ini, tolong saksikan di Padang Masyhar nanti, bahwa “Saya bukanlah muslim cicak”.
Telah aku sampaikan Yaa Allah!
Pondok Gede, 12 Muharrom 1438 H
-UAR-
(jk/ppy)