Tak menunggu lama, Kapitra Ampera lalu menyampaikan pernyataan sikap. Dia segera akan melakukan konfirmasi dan klarifikasi terhadap pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri RI, untuk mengetahui duduk persoalannya. Menurut Pengacara Islam ini, dia ingin mengetahui apakah upaya yang dilakukan Hongkong terhadap UAS, atas permintaan Pemerintah Indonesia atau Pemerintah Cina.
“Kami akan melakukan protes keras kepada Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Cina, atas perlakuan terhadap seorang guru agama itu. Kami akan melaporkan hal ini kepada DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan instansi lainnya agar Pemerintah Indonesia serius melindungi warganya yang melakukan kunjungan ke luar negeri,” tegas Kapitra.
Protes hukum Kapitra ini, langsung disambut Ketua Komisi I DPR-RI, Abdul Kharis Almasyhari. Secara tertulis, Kharis menyayangkan pendeportasian UAS. Menurutnya, Kementerian Luar Negeri memiliki Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI) di luar negeri, yang harus mempertanyakan kepada imigrasi Hongkong, mengapa UAS dideportasi.
Sebenarnya, masalah deportasi WNI ini, memang harus diketahui Kemenlu. Tak jelas, apakah saat UAS “diusir” dari Hongkong, ada orang Kementrian Luar Negeri RI di sana, untuk dimintai penjelasannya. Wallahualam! Tak ada kabar tentang hal itu. Harusnya, seperti diamanahkan konstitusi, dalam pembukaan UUD 1945, negara wajib melindungi warganya yang ke luar negeri secara sah. Kemudian Pasal 19 huruf b Undang-Undang No 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri, dinyatakan Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban “inter alia”, memberikan pengayoman, perlindungan dan bantuan hukum bagi WNI yang berpergian.