Sudah beberapa bulan terakhir ini kita menyaksikan sendiri melalui berbagai macam media tentang polemik pemerintahan Mesir yang berujung pada pengambil-alihan pemerintahan secara illegal yang didukung oleh rezim Militer Mesir. Pertentangan tersebut kian berkecambuk dan membuat demokrasi politik Mesir yang selama ini digadang-gadangkan oleh sebagian masyarakat berujung pada otoritarianisme baru yang bukan hanya mencengkram simpatisan Mursi dengan kekerasan politik, melainkan juga kekerasan fisik yang dilakukan oleh pihak Militer secara semena-mena. Berbagai macam bangunan dan markas penghuni keselamatan sipil seperti Masjid pun ikut jadi sasaran perang Militer terhadap simpatisan Mursi melalui berbagai macam perlengkapan senjata api-nya yang mampu meregam nyawa umat manusia. Terlepas dari berapa jumlah pasti korban jiwa akibat kekerasan Militer Mesir yang sudah mencapai ribuan itu telah mengecam tatanan perdamaian umat manusia hari ini.
Ketika kita berpacu pada pandangan Hukum Humaniter Internasional, maka kita akan melihat bahwa; hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum merupakan hak yang tidak bisa dikurangi dalam oleh siapapun dan pihak manapun termasuk negara (derogable rights) yang diakui dan diatur di Universal Declaration of Human Right tahun 1948. Dan berdasarkan Statuta Roma 1998 tentang International Criminal Court, tindakan yang dilakukan Militer terhadap simpatisan Musri adalah bentuk pelanggaran HAM berat terhadap kemanusiaan berupa genocide dan crime against humanity.
Karena pelanggaran berat HAM inilah, apa yang dialami oleh simptatisan Mohammad Mursi bukan hanya sebatas mengancam eksistensi mereka saja, melainkan juga mengancam kedaulatan perdamaian dunia hari ini.
Dari tragedi tersebut, sudah saatnya masyarakat Indonesia membuka mata kembali, bahwa ternyata di bumi kita masih ada negeri yang penuh dengan kekerasan dan penganiayaan terhadap umat manusia, mereka ditindas dan diberangus dengan kesemena-menaannya yang nyata. Indonesia, sebagai negara yang mengusung tinggi perdamaian dunia seperti terlansir dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.” yang menegaskan bahwa Indoensia wajib ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial dituntut untuk aktif dalam menyerukan nilai-nilai kemanusiaan dan kepeduliannya terhadap tragedi yang menimpa saudara-saudara kita di Mesir. Hal ini bukan lagi dilihat pada pertentangan politik semata, melainkan hal ini juga harus dilihat pada permasalahan kemanusiaan yang menjunjung tinggi kedaulatan hak untuk hidup dan hak untuk bermasyarakat secara sejahtera.
Marilah, di bulan Agustus, sebagai bulan yang mengantarkan Indonesia menuju gerbang kemerdekaan kita tunjukkan bahwa essensi kemerdekaan Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai peri-kemanusiaan terhadap sesama kita aplikasikan kembali dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini dengan berperan aktif menolak berbagai macam kekerasan dan penjajahan.
“Stop kekerasan, stop penjajajahan, Indonesia untuk perdamaian dunia!!!”
Ditulis Oleh: Fachri Aidulsyah, Pegiat Gerakan Indonesia Berdaulat!