Oleh : Anastasia , Alumni Pendidik Jerman UPI Bandung
Konflik Palestina tengah berkecamuk, konflik yang memang sering terjadi seolah memiliki ritme tersendiri hadir di saat ramadhan dan menjelang pemilihan umum. Palestina secara geografis berdekatan dengan Mesir, bahkan kunci masuk menuju Palestina ada di pintu Rafah, untuk melanjutkan kehidupan orang-orang Palestina tak jarang terowongan digali agar sampai ke Mesir, suatu anugrah besar jika di rumah warga palestina terdapat terowongan yang bisa menembus ke Mesir, dari sana pasokan gas, kebutuhan makanan diselundupkan, bahkan menjelang iedul adha kambing pun tak masalah diangkut.
Tentu saja keadaan seperti ini ironi besar bagi Mesir, dekat tapi tak mampu berbuat apa-apa, bantuan kemanusian terhambat di pintu Rafah, sewaktu Mursi menjadi penguasa setidaknya Palestina pernah merasakan angin segar pintu Rafah dibuka, namun itu pun tak gratis, Mursi harus merelakan Israel menjangkau dataran Sinai untuk sementara waktu.
Lain Mursi lain Sisi, Sisi produk sekuler yang dilahirkan dari pemilihan umum kemarin menjadikan penduduk Mesir semakin jumud dari ghiroh jihad, ketika di Palestina disibukan dengan suara ledakan bom, Mesir yang hanya berjarak beberapa ratus kilometer dari Palestina disibukan dengan kebijakan pemerintah Mesir yang menaikan BBM hingga 200%, tak ayal kondisi tersebut cukup mengalihkan perhatian warganya mengurusi urusan perut, ketimbang memikirkan saudaranya yang tengah teraniaya.
Sisi si tangan besi telah banyak menekan penduduk Mesir untuk menjauhi segala bentuk aktivitas yang bisa menumbuhkan kecintaan terhadap islam, di Mesjid khutbah sudah di netralisasi untuk tidak menyampaikan ghiroh jihad, dilarang melaksanakan amal maruf terhadap penguasa. Para ulama tak mampu berbuat apa-apa, jika ada dari mereka yang menolak kebijakaan tersebut, yakinlah keberadaan mereka pasti ada di balik jeruji besi. Mesir benar-benar mengalami masa sulit, generasi yang hadir saat ini mereka dihadapkan dengan keadaan sekulerisme akut. Ketakutan pemimpinnya sendiri telah membutakan mata, hati dan kaki mereka sampai akhirnya hanya sebagian warga Mesir yang turun ke jalan menentang agresi Israel ke Palestina. Begitulah ironinya antara Mesir dan Palestina…