Oleh : Abu Nisa (Aktivis Gerakan Kontemporer Indonesia)
Di tengah kooptasi MEA 2015, dinamika politik berjalan cukup dinamis. Salah satunya ditunjukkan oleh friksi politik di internal tubuh Golkar yang baru saja dan masih menyelenggarakan munas. Dari Bali hingga Ancol. Masih segar pula suasana peredaman secara sistematis gerakan penolakan kenaikan BBM. Tak dipungkiri, sohib kekuasaan di negeri ini menghadapi beragam kenyataan politis. Antara ekspektasi dan realisasi. Seputar sepak terjang sosok Jokowi. Yang disinyalir mendatangkan angin segar perubahan melalui “revolusi mental”.
Di lain pihak ormas-ormas atau gerakan-gerakan islam asyik merumuskan agenda perjuangan organisasi masing-masing. Baik yang searah maupun yang berlawanan. Ada yang bergerak lebih karena besarnya dorongan syahwat kepentingan. Di antaranya proyek akhir tahun oportunis untuk menghabiskan anggaran oleh BNPT bersama Pondok Pesantren Al-Hikam asuhan KH Hasyim Muzadi (mantan ketua PBNU). Pada tanggal 6-8 Desember mengadakan Silaturahim Nasional, membahas penanganan terorisme. Di saat bersamaan tanggal 5-7 Desember, Kementerian Agama bekerjasama dengan Mahkamah Konstitusi menggelar acara pendidikan konstitusi bagi para da’i dan pengasuh pondok pesantren.
Nampaknya output dari rangkaian acara tersebut diantaranya berisi rekomendasi upaya penggalangan dukungan tentang perlunya UU Internal Security Act (ISA) di Indonesia. Sebuah regulasi yang paling berbahaya untuk kepentingan proyek war on terrorism yang sejatinya war on islam. Ada juga saudara-saudara kita dari FPI Cs yang lagi memunculkan kepala daerah tandingan. Sebagai ekspresi penolakan terhadap kepemimpinan Ahok yang penuh dengan hidden agenda. Ibarat serangan maka umat islam di Indonesia menghadapi berbagai bombardir bertubi-tubi. Dari berbagai arah. Dengan menggunakan kekuatan opini media, legal frame, tekanan politik, dan operasi intelijen. Hingga sadar atau tidak umat islam ibarat buih di samudera yang luas terombang-ambing oleh deburan ombak yang bergelombang. Naifnya justru dihadapi oleh berbagai elemen umat islam dengan berjalan masing-masing. Tanpa mencoba secara serius merumuskan agenda perjuangan bersama. Dengan mengelola sebuah momentum yang potensial sebagai pemantik.
Tidak ada satupun persoalan yang muncul di negeri ini bukan persoalan sistemik. Sesungguhnya apapun yang menyeruak ke permukaan cukup menggambarkan begitu sistemiknya. Persoalan BBM, krisis politik parpol-parlemen, terorisme, dan lain-lain adalah diantara persoalan yang berakar dari performa implementasi rezim dan sistem yang berlaku. Dan MEA 2015 adalah konstelasi regional kawasan Asia Tenggara sebagai infrastruktur bermantelkan pasar bebas. Demi kepentingan mencengkeram secara politik, ekonomi, sosial, budaya, militer dan intelijen oleh negara-negara adi daya di bawah komando AS. Terhadap berbagai negara di kawasan Asia Tenggara. Tidak terkecuali Indonesia. Apa dan bagaimana seharusnya menyikapi persoalan ini. Perlu rumusan kalimat yang sama untuk mengkonsolidasikan seluruh potensi elemen umat ke sebuah titik perjuangan demi tumbangnya rezim dan sistem yang berkuasa saat ini.
Meski dengan prinsip perjuangan yang berbeda, tak bisa dipungkiri kepentingan tumbangnya rezim sekarang sejalan dengan kubu parpol-parpol yang berseberangan pendirian dengan koalisi parpol penguasa. Sebut saja parpol-parpol dalam wadah KMP. Meski kepentingan itu lebih bernuansa pragmatis ketimbang ideologis. Dan munas Golkar adalah contoh begitu kentalnya upaya saling melemahkan bahkan merobohkan antar kubu. KIH versus KMP. Munas Bali versus munas Ancol. Kekuatan ARB versus kekuatan JK. Hak interpelasi BBM versus gerakan masif peredaman penolakan kenaikan BBM. Sayangnya setiap perjuangan mengalami problem untuk merumuskan bagaimana sebenarnya anatomi kekuasaan riil yang berlaku saat ini. Beragam pendapat tentang darimana dulu perubahan itu dilakukan menjadi perdebatan. Antara pendekatan struktural dengan kultural. Sistemnya dulu atau rezimnya dulu. Atau kedua-duanya. Alhasil bagaimana sesungguhnya cara perubahan yang hakiki berhasil dilakukan penting untuk direnungkan sekaligus dilaksanakan. Wallahu a’lam bis showab.